Share

PART 5 : RASA INI

Tok, tok, tok!

“Mas Dexter! Ini saya!” ucap Safira yang sekarang berada di depan pintu pria itu, sepanjang jalan sampai ke pintu Safira menatap takjub pada pemandangan kota malam, kalau gelap tak terlalu mengerti jika di lihat. 

“Masuk aja!” Pintu itu Safira buka, terlihat Dexter masih fokus pada layar monitor besarnya, lalu matanya beralih ke laptop miliknya, seperti pria itu cukup sibuk hingga membuat dia pekerjaan di tempat yang berbeda. “Ada apa?” 

“Semua OB pada pulang mas!” 

Kacamata yang bertengger indah di wajahnya, pria itu lepaskan, kadang kala Dexter memakai kacamata jika melihat layar. “Terus kamu mau pulang juga?” 

“Saya terserah masnya aja, tapi saya gak ada temennya di bawah, dan katanya juga beberapa lantai udah gak ada penghuninya.” 

“Penghuni? Kamu pikir rumah hantu?” 

“Hehehe, maksudnya orang-orang gitu mas!” 

Tak lama Dexter terlihat berdiri, merapihkan beberapa hal juga menutup laptop. “Bantu aku beberes!” 

Mendengar hal itu Safira segera membantu pria tampan itu, setelah semuanya beres, Safira berinisiatif membawa tas yang berisi hal seperti tadi pagi.

“Mau mampir dulu ke supermarket?” tanya Dexter yang kini sedang mematikan layar monitor dan hal lain di mejanya. 

Safira yang merasa bahan-bahan di rumah kurang segera mengangguk, ia merasa perlu memasak hal yang sehat untuk Dexter. “Iya mas, bahan di kulkas kurang, kali aja kalau mas Dexter libur saya bisa masak yang enak, gak cuma roti sama selai aja!” 

Tanpa kata satupun Dexter segera berjalan lebih dulu, membuat Safira yang merasa tak ada yang salah segera berpikir guna membeli apa yang ia butuhkan. 

.

.

Brokoli hijau, Safira ambil sambil menciuminya, walau ia tau ini masih terlihat segar. Ia takut kalau Dexter tak suka rasanya, jadi dia menciumnya guna mencari yang tidak menyengat juga segar. 

Sedangkan Dexter mendorong troli sambil melihat wanita di depannya, sedang fokus membeli apa yang dia mau. 

Baju Safira Sudah ganti, walau tidak mewah baju yang di berikan oleh Dexter terlihat amat cantik di tubuh langsingnya. 

“Mas doyan ini gak?” tanya Safira yang memberikan kembang kol padanya, terlihat segar juga manis di pandang mata. 

“Terserah, aku akan memaksa semua masakanmu.” 

“Mas ini, kalau tidak enak bagaimana?” 

“Kamu makan saja sendiri!” 

“Memang mas tidak sayang uang? Inikan uang mas!”

“Uangku sudah cukup banyak. Membeli barang-barang kecil ini tidak akan membuatku miskin, lagipula sedekah itu menambah rezeki bukan?” 

Safira terdiam, entah kenapa dia merasa orang di depannya ini sangat sombong, kalau begitu ia menyesal memilih serius untuk pria itu. “Oh baiklah kalau mas kaya, aku tidak akan segan!” 

Dexter tak perduli tentang apa yang wanita itu mau lakukan, karena ia ingin pulang guna melanjutkan pekerjaannya. Dan benar saja Safira mengambil satu persatu bahan makanan yang ada di sana tanpa melihat harga, membuat Dexter heran. 

Hingga satu troli penuh belanja yang dia ambil, membuat Dexter merasa berat. Kala hendak mengambil lagi, pria itu menahan tangan Safira. “Cukup! Kamu mau membeli satu supermarket jika begini.” 

“Katanya mas gak masalah kalau saya belanja banyak, kenapa takut bangkrut?” tanya Safira dengan tangan melipat di dada, ia hanya kesal usaha tak dihargai. 

“Aku memang tidak masalah kamu mau membeli apapun, tapi ini sudah penuh, kita ini menghabiskan waktu di kantor bagaimana jika makanan ini tidak muat di kulkas dan tidak ke makan? Bukannya itu sama saja membuang-buang makanan?” 

Safira terdiam, membuang makanan itu tidak boleh, apalagi mengingat orang di luar sana mungkin kelaparan karena tak ada makanan, sedangkan dia malah ingin menghambur-hamburkan itu semua. 

“Taro lagi yang tidak butuh! Hanya membeli untuk keperluan kita selama 1 Minggu saja, tidak lebih. Dirumah sayuran ini akan lebih cepat busuk, paham!” ujar Dexter, yang membuat Safira mengangguk patuh. Dengan cepat gadis itu menaruh lagi bahan-bahan yang ia pilih asal. 

Setelah selesai memiliki, dia memberikan troli itu pada Dexter yang menunggu di dekat kasir. “Sudah mas!” 

“Sudah?” 

Safira mengangguk. “Iya mas.” 

“Gak mau milih yang lain lagi?” 

“Enggak.” 

“Kalau begitu, berikan pada kasir! Aku akan membayar semua totalnya lalu kita pulang.” 

Safira mengangguk lagi, lalu berjalan pergi. Tentu saja perubahan mood itu membuat Dexter menghembuskan nafas kasar. “Sifatnya tidak pernah berubah.” 

Setelah menjumlahkan semuanya, kasir wanita itu pun bersiap untuk membacakan totalnya. “Semua jadi satu juta tiga ratus lima ribu rupiah, mau cash atau transfer?” 

Mata Safira tak percaya pada angkat yang wanita itu bacakan, padahal semua sudah terlihat jelas di monitor di depannya. Dexter mengambil kode barcode yang ada di sana. “Sudah saya transfer.” 

“Baiklah silahkan! terimakasih sudah berbelanja,” ucap kasir itu yang mendorong tas belanjaan mereka, membuat Dexter segera mengambil karena banyak barang yang mereka beli. 

Setelah keluar dari area itu, Safira mendekati majikannya dengan mimik bersalah. “Mas bagaimana ini?” 

“Apanya yang bagaimana?” tanya Dexter heran. 

“Padahal kita cuma berbelanja segini, kenapa totalnya mahal sekali? Tau begitu kita ke pasar saja!” ucap Safira yang merasa panik, takut Dexter marah lagi karena dia sudah menghabiskan banyak uang, apalagi jika Satu troli waktu itu, mungkin hasil akan jadi 5 juta lebih. 

“Kamu pikir saja, mana ada pasar jam segini! Lagipula di sana kotor, aku benar-benar tidak akan makan jika kamu membelinya di sana.” 

“Kan di cuci mas, gak bakal kotor lah. Itu juga semua dari tanah kan, sama-sama kotor.” 

“Tetap saja aku tidak terbiasa, sudah! Lebih baik kamu pikirkan mau masak apa dengan semua ini, jangan sampai ada yang mubazir di rumahku!” 

“Siap bos!” balas Safira yang menatap sambil bergerak hormat, tentu saja hal itu tak membuat suasana berubah justru menjadi ambigu, pria di sampingnya benar-benar tidak bisa di ajak bercanda. 

Sesampainya di rumah, Dexter menaruh itu semua di meja makan, lalu setelah dia duduk di sofa guna menghilangkan rasa penatnya, setelah seharian ini hanya duduk di depan laptop. 

“Mas mau makan?” tanya Safira yang membawa satu lagi tas belanjaan yang tertinggal. 

“Berikan saja kopi pait, aku harus bekerja lagi hari ini, astaga leherku!” ucap Dexter sambil memijat lehernya, Safira yang paham segera membuatkan itu semua sambil merapihkan barang-barang yang baru saja mereka beli. 

“Jangan begadang Mulu mas! Gak baik!”

“Besok aku ada rapat, jadi harus selesai hari ini.” 

“Emang mas gak ada yang ngebantuin? Kayaknya capek sendiri banget.” 

“Ada, tapi dia lagi ngurus hal di luar negri. Jadi terpaksa saya yang ngerjain hal penting.” 

Safira mengangguk paham, setelah kopi itu jadi Safira memberikannya pada Dexter. Dapur juga ruang keluarga amat dekat, mungkin karena rumah ini tidak terlalu besar. “Mas sakit leher?” 

“Hhhmm, badanku juga sakit semua. Aku harus olahraga jika begini.” 

“Masa sakit oleh raga Sih mas? Kalau pegal-pegal itu ya di pijitin!” 

“Olahraga yoga juga bagus buat perenggangan otot, niat gak pada kaku banget. Lagipula gak ada yang mijitin.” 

Tangan Safira tiba-tiba menyentuh pundaknya, membuat Dexter menoleh. “Ada apa?” 

Pijitan pelan wanita itu berikan, membuat Dexter merasa agak nyaman namun juga nyeri kala bagian yang sakitnya di sentuh.

“Bagaimana? Enak mas?” 

Dexter menatap menatap keatas dimana Safira berada, mata sekarang mereka bertemu, tentu saja hal itu membuat detak jantung Safira tak karuan, sepertinya ia familiar dengan rasa ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status