[Mas, pulang ke rumah mama sama papa saja, jangan ke rumah aku. Aku dah jalan pulang sekarang!] Kasih mengirim pesan pada Evan. [Ok!] Tak ada kalimat tanya. Evan hanya mengiyakan kalimat berita yang dia sampaikan. Kasih duduk di teras sambil menunggu mobil online datang. Kadang dirinya bernostalgia jika mengingat bagaimana pertemuan pertamanya dulu dengan Evan. Ayah datang dari dalam dengan wajah ditekuknya. Dia menatap Kasih yang tengah duduk memainkan gawai.“Mau ayah anter?” tanyanya seraya duduk pada kursi rotan yang ada di sana. “Gak usah, Yah!” Kasih menggeleng. Ada rasa menghangat di hatinya karena merasa diperhatikan. “Ya sudah hati-hati kalau gitu … Mbak mu masih belum mau keluar kamar. Hari ini gak kerja, tolong bilang sama Evan … jangan pecat Vania …,” lirih Ayah. Kasih bergeming. Rupanya dia diperhatikan pun karena Ayah memiliki tujuan lain untuk Vania---anak emas kesayangan keluarga. Namun tak urung juga Kasih mengangguk, meskipun dia belum mengerti prosedur perusah
Setelah mendengar telepon dari mantan adik iparnya itu, Gasendra segera meluncur. Dia pun meminta Syahnaz dan Evelyn ikut juga. Alamat yang diberikan Niki yaitu rumah kediamannya. Rumah minimalis yang diberikan Gasendra untuk mereka tinggal. Lagi-lagi karena rasa tanggungjawab yang Hermawan titipkan padanya. Lampu rumah tampak sudah menyala ketika mobil yang ditumpangi Gasendra tiba. Syahnaz dan Evelyn tak ikut keluar. Menunggu waktu yang mereka anggap tepat untuk memberikan kejutan pada perempuan bermuka dua itu. Gasendra mengetuk daun pintu yang tertutup, tak berapa lama muncul sosok perempuan dengan pakaian tidur tipis, wajahnya tampak sembab terisak. Gasendra sengaja membuka daun pintu dengan lebar, agar Syahnaz dan Evelyn yang masih berada di dalam mobil bisa melihat mereka. Dia menahan tangan Niki yang hendak menutupnya. “Maaf, Mas. Aku sudah pakai gaun tidur! Sebentar ganti baju dulu, ya!” tukasnya berpura-pura seraya memegang area yang terlarang dilihat, padahal hanya berha
“Siapa, Bi?!” Suara bariton yang berasal dari arah pintu membuat perhatian Niki dan Bibi beralih. Tampak Hangga tengah berdiri di sana seraya menggandeng seorang gadis muda. Namun wajah Niki seketika terasa merah padam, begitupun perempuan muda itu tampak terkejut melihat siapa perempuan yang tengah berdiri di balik gerbang. “V--Vania?” Niki mengucap kata itu terbata. Apakah dia tak salah lihat jika perempuan yang tengah bersama lelaki yang selama ini diharapkan menjadikannya istri itu Vania. Vania---perempuan yang pernah Reyvan kenalkan untuk jadi calon menantunya. Perempuan itu pun tak kalah kagetnya. Dia pun melakukan hal yang sama dengan mengucap nama perempuan itu meski tanpa suara. “T--tante, Niki?” Kedua sorot matanya bersitatap dengan perempuan berpakaian seksi yang berdiri tak jauh dari dirinya. Hangga yang sedikit terkejut melihat perempuan muda yang ada di sampingnya mengenal mantan kekasihnya itu menoleh padanya dan bertanya. “Kamu kenal dia?” Hangga menatap gadis mud
“Mah, kenapa mama upload video-video Kasih waktu dia nyanyi, sih?” Evan menatap perempuan yang tengah duduk seraya memainkan gawai. Syahnaz menoleh pada putra kesayangannya.“Memangnya kenapa, Van?” Syahnaz menoleh pada putranya. “Aku gak suka saja, Mah!” Evan duduk sambil menyilang kaki. “Bukannya kamu mau dukung kalau istri kamu mau sukses pada bidang yang ditekuninya, Van? Ini salah satu usaha Mama buat bantu kalian! Ini saja, beberapa PH sudah ada yang menawarkan untuk rekaman loh Van. Malah ada yang nawarin buat bikin sponsor konser mini.” Syahnaz menunjukkan beberapa akun yang berkomentar pada postingannya yang sengaja mengupload video-video Kasih waktu latihan vokal dengan instruktur musiknya. “Tapi sekarang aku gak setuju!” tukas Evan dengan wajah yang tak enak dipandang.“Gak setuju apa, sih, Mas? Pagi-pagi kok mukanya sudah jelek kayak gitu?!” cebik Kasih seraya mendekat. Kasih yang baru saja menyelesaikan pesanan Evan datang dengan membawa kotak bekal. Roti bakar selai
Mobil yang mengantar Vania sudah tiba di depan kediamannya. Dia menoleh pada lelaki yang baru beberapa waktu lalu dikenalnya itu. “Bang, mampir dulu!” tukas Vania pada Diandra. Lelaki itu hanya menggeleng pelan. Lalu menatap pada Vania dan mengangguk sopan. “Lain kali, ada urusan!” tukas Diandra. “Oh ya sudah, makasih sudah anterin aku!” tukas Vania dengan senyum yang mengembang. “Sama-sama,” jawabnya datar. Vania pun turun, dia menatap mobil SUV mewah yang perlahan menjauh. Senyuman kemenangan tampak pada raut wajahnya. Kali ini kepercayaan dirinya mulai bangkit kembali dan perasaan kalah oleh Kasih yang menikahi pewaris Gasendra Grup. Kali ini dia bisa kembali mengangkat kepala karena sudah memiliki pendamping yang sepadan. Vania berjalan tenang memasuki rumah. Lalu seperti biasa mencium punggung tangan Ayah yang baru saja pulang dari toko. “Ceria banget anak Ayah?” Ayah mengusap pucuk kepala Vania. Kondisinya yang sudah mulai stabil membuat lelaki itu merasa bahagia. “Iya d
Kasih sudah duduk di sebuah meja yang sudah dibooking oleh Irwan. Kasih hanya ditemani Evelyn. Akhirnya Evan menyetujui untuk pertemuan itu dengan syarat, mereka akan pindah ke rumah yang sudah Evan beli ketika akan menikahi Kasih. Meskipun berat, akhirnya Kasih pun setuju. Lagipula jarak dengan kediaman Gasendra juga tak terlalu jauh. Hanya saja, Kasih merasa berat karena harus berpisah dari sahabat barunya yaitu Ibu mertuanya sendiri. “Salam kenal, saya Diandra … dengan Mbak Permata, ya?” Diandra menyambut kedatangan Kasih dan Evelyn.“Salam kenal, Mas. Panggil saja Kasih. Lebih nyaman dipanggil dengan nama itu.” Kasih menangkup tangan di depan dada. Diandra hanya mengangguk pada akhirnya. Dia tak menyangka rupanya perempuan yang dikaguminya ternyata tak mudah disentuh. “Ini Mbak Evelyn?” Diandra menunjuk ke arah Evelyn. “Iya, Pak! Saya Evelyn!” Evelyn mengulurkan tangan, Diandra pun menyambutnya dan tersenyum. “Panggil saja, Mas. Saya belum tua,” kekeh Diandra. “Baik, Mas! Ya
Niki masih berusaha mendekati Gasendra, tetapi rupanya lelaki itu sudah menutup diri untuknya semenjak hubungannya dengan Hangga terkuak. Kini Niki tengah berusaha kembali ke dunia entertain, tetapi memang terlalu banyak pendatang baru yang berbakat sehingga dirinya tak lagi mendapatkan panggung. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan sekarang adalah menjadi pahlawan untuk Gasendra Grup dengan membocorkan rencana Hangga yang akan memperalat Vania. Tak ada pilihan lain untuk Niki, bagaimanapun keberpihakannya pada Gasendra lebih masuk akal karena Reyvan pun masih diberikan pekerjaan di sana. “Rey, yang Mama bilang waktu itu adalah benar. Hati-hati dengan Vania. Semenjak kamu dekat dengan Bianca, mungkin di hatinya menaruh dendam.” “Apa Mama punya bukti kongkrit, Mah?” Reyvan yang tengah meneguk segelas cokelat panas pagi itu menatap wajah ibunya. Perempuan yang memang masih cantik di usianya yang tak lagi muda itu tampak tengah serius menatapnya. “Gak ada, Mama gak sempat ambil f
Vania terus menjelaskan dengan bersemangat. Rasanya dirinya sudah menjadi orang yang sangat berguna. Memberikan informasi penting untuk calon papa mertua dan lelaki yang dia harap bisa menjadi calon suaminya.Diandra mengangguk-angguk. Dia mendengarkan pemaparan Vania dengan segala analisanya. Benar, memang Vania bisa diandalkan. Itulah satu kesimpulan yang Diandra tangkap.Mereka tak sadar, ada seseorang yang dari jauh memperhatikan. Lelaki dengan hoodie berwarna gelap itu gegas mengirimkan gambar yang didapatnya pada seseorang. [Bos, ini lelaki yang bertemu Vania dan dicurigai sebagai orang dalam dari pihak perusahaan lawan. Lihat dan perhatikan baik-baik lelaki yang ada di depan Vania.] Bobi lekas mengirim pesan. Lelaki itu gegas menghilang setelah mengirimkan sederet gambar dan pesan pada orang yang menyuruhnya menguntit Vania yaitu Evan. Pesan terkirim, tetapi masih centang dua warna hitam. Mungkin lelaki yang membayarnya itu sedang sibuk dan tak sempat membuka laman WA.Bobi