Tubuh Evelyn seketika membeku.
Tuan Moskov berjalan mendekatinya hingga Evelyn dapat mencium aroma musk yang begitu maskulin dari tubuhnya, membuat Evelyn semakin gugup. “Anggaplah aku membayarmu seratus dolar untuk semalam, jadi kau bisa membayar hutang-hutang itu hingga lunas.” Nada bicara Tuan Moskov yang merendahkan membuat Evelyn sakit hati. Dia mencengkeram erat kedua sisi gaun yang dia pakai, lalu mendongak untuk menatap pria itu. "Kalau begitu, bunuh saja aku sekarang," kata Evelyn berani. Ia lebih memilih kehilangan nyawa daripada menjadi budak nafsu orang lain! Tuan Moskov menaikkan sebelah alisnya, lalu tertawa terbahak-bahak. Evelyn tetap diam dengan siaga, pandangannya tak lepas dari pria tampan yang mungkin siap menghancurkannya kapan saja. "Itu akan merugikanku,” kata Tuan Moskov setelah tawanya mereda. Ekspresinya kembali dingin. “Daripada membunuhmu, lebih baik kau jadi budakku seumur hidup." Evelyn mengetatkan rahang. "Di luar sana banyak wanita yang ingin naik ke ranjangku," kata pria itu lagi. “Berani sekali kau menolak.” Evelyn tidak mengatakan apapun. Ia hanya memejamkan matanya sejenak dan mengatur napas. Menjadi budak Tuan Moskov seumur hidup … apa dia sanggup? Meski sebelumnya di rumahnya sendiri pun dia sudah menjadi seorang budak, tapi tetap saja …. Bruk! Tuan Moskov tiba-tiba melempar sebuah map yang berisi dokumen. Evelyn mengambilnya dengan ekspresi bingung. "Baca dan pelajari semua perjanjian yang ada di sana." Evelyn membuka map itu dan membaca lembar demi lembar perjanjian itu. Tapi saat sampai di lembar yang kesekian, matanya terbelalak. Di sana tertulis bahwa Evelyn akan terikat kontrak seumur hidup dengan Tuan Moskov, dan hanya pria itu yang bisa mengganti isi kontrak tanpa pemberitahuan. Jika Evelyn melawan, maka nyawa Gery—adik Evelyn—menjadi taruhannya. Perlahan air mata Evelyn luruh. Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak, jangan sakiti adikku!” ujarnya putus asa. “Hanya dia yang saat ini aku punya. Aku mohon, jangan ganggu dia!” Adiknya sakit keras dan saat ini sedang menjalani pengobatan di sebuah rumah sakit. Selama ini, Evelyn berjuang mati-matian untuk mendapatkan uang pengobatan adiknya itu. “Tanda tangan.” Evelyn menelan ludah. Ia menepis air mata yang membasahi pipinya, lalu buru-buru menandatangani berkas itu dan mengembalikannya pada Tuan Moskov dengan tangan bergetar. Evelyn tidak ingin melibatkan adiknya dalam hal ini. Cukup dia yang menjalani ini semua sebab ia tahu Moskov bukan orang yang punya belas kasihan pada orang lain. Tuan Moskov tersenyum miring. "Ternyata Roni benar, kau sangat menyayangi adikmu yang sekarat itu." Deg. Tubuh Evelyn kembali membeku begitu mendengar nama ayah tirinya. "Kau sudah menjadi budakku, jadi kau akan menuruti semua perintahku." Evelyn tak menggubris apa yang dikatakan Moskov karena pikirannya masih terpaku pada Roni yang tega melakukan ini semua padanya. Bahkan memberitahu kelemahannya pada pria seberbahaya Moskov. Gadis itu tersentak saat tiba-tiba Tuan Moskov mencengkeram dagunya dengan kasar hingga ia meringis kesakitan. “Ba-baik, Tuan. Aku mengerti,” ujar Evelyn tergagap. Tatapan tajam yang menghunusnya itu membuat Evelyn bergetar ketakutan. "Aku tak suka mengulang ucapanku,” kata pria itu dingin. “Jika kau berani membantahku, aku tak akan segan menyuruh anak buahku yang berjaga di rumah sakit untuk langsung menghabisi adikmu." Setelah mengatakan itu, Tuan Moskov mendorong tubuh ringkih Evelyn hingga jatuh ke lantai. Pria itu memberikan kode kepada asistennya yang berjaga di depan pintu. “Bawa dia pergi dari hadapanku.” * Setelah kepergian Evelyn, Moskov kembali membuka berkas perjanjian yang baru saja ditandatangani oleh gadis itu. Seorang asistennya masuk ke dalam ruangan dan memberitahukan bahwa Evelyn sudah dibawa ke kamar yang disediakan oleh Moskov. “Ada senjata yang baru datang, Tuan,” si asisten kemudian melapor. Moskov tak menjawab. Matanya masih menatap tanda tangan Evelyn di atas kertas perjanjian sambil menikmati anggur merah yang tadi ia tinggalkan. Dia memang harus menyelesaikan pekerjaannya malam ini. Banyak pesanan senjata yang harus dia urus. Bukannya Moskov tak bisa menyuruh orang lain, namun ia merasa lebih aman ketika melakukannya sendiri. Meski, semua anak buahnya tahu bahwa setiap pengkhianat yang tertangkap akan dihukum tanpa ampun, tanpa belas kasihan. Moskov lantas berdiri. “Aku akan memeriksanya nanti,” katanya, lalu meminta asistennya pergi. Pria itu berdiri dan mendekat ke perapian yang ada di ruangan itu, lalu dengan santai menjatuhkan surat perjanjian itu hingga habis dilalap api. "Kontrak seumur hidup sudah dimulai,” gumamnya dengan suara rendah. “Dan mulai malam ini kau sudah menjadi milikku, Evelyn." Moskov kemudian kembali ke meja kerjanya dan menyalakan monitor yang ada di sana. Tangannya bergerak cepat di atas keyboard itu. Tak berapa lama, muncullah sosok Evelyn di layar. Gadis itu berada di sebuah ruangan, tampak duduk di lantai sambil menyandarkan punggungnya ke kaki ranjang. Dilihat dari posisinya yang memeluk lutut serta bahunya yang bergetar, Moskov yakin gadis itu tengah menangis. Ekspresi Moskov tak banyak berubah. Ia mendesis, “Dasar gadis bodoh.” to be continuedEvelyn mulai terbangun, tapi dia merasa tubuhnya bertambah berat dan baru tersadar jika Moskov sedang memeluknya erat. Lalu dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya, melihat pergelangan tangannya yang di perban. Tak hanya itu, Evelyn juga mengingat kembali kematian Gery adiknya. Air matanya kembali luruh, tapi dia langsung mengusapnya cepat. Dia tak mau Moskov terusik dengan nya lalu terbangun. Perlahan Evelyn mengangkat tangan Moskov agar dia bisa pergi dari sana. Tapi suara Moskov yang sedang langsung menghentikannya "Mau kemana kau?" Evelyn melihat Moskov yang ternyata masih memejamkan matanya tapi bisa tahu jika Evelyn akan pergi. Moskov membuka matanya dan matanya langsung bersitubruk dengan mata Evelyn yang bengkak. Sejak kemarin Evelyn menangis karena gagal menjaga sang adik. Dia nekad bunuh diri dengan melukai tangannya. "Aku mau ke kamar mandi." jawab Evelyn lirih. "Dan melakukan perbuatan konyol lagi seperti kemari?" Evelyn menunduk, meremas selimut
Sepeninggalan Bibi pelayan dan yang lain, Moskov menghampiri Evelyn yang masih memejamkan matanya. Moskov mengusap rambut Evelyn pelan, di wajahnya masih ada sisa air mata yang belum kering. "Apa setelah ini kau akan menyerah? Alasanmu untuk tetap disini sudah tak ada. Dan apa yang harus aku lakukan agar tetap menahan mu disini? " Moskov memperhatikan Evelyn yang dalam tidurnya pun tak tenang. Tak lama dari itu, ponsel Moskov berbunyi. Ronald menelfonya untuk memberi tahu jika Mariam sudah sampai di markas. Ronald juga bertanya tentang apa yang akan di lakukan Moskov pada Mariam. "Kau bisa memberinya salam pembuka terlebih dahulu. Aku akan kesana setelah memastikan Evelyn baik baik saja!" Setelah itu, Moskov kembali menatap Evelyn dengan tatapan yang sendu. Gadis itu, gadis yang dulu menolongnya dan terlihat ceria ternyata hidupnya tak lebih baik dari Moskov. Bedanya Moskov tak pernah kekurangan apapun. Sedangkan Evelyn tak mempunyai apa apa sama sekali. Dan saat ini,
Evelyn masih menangis dalam pelukan Moskov. Mereka tak langsung pergi ke rumah sakit sebelum Evelyn benar benar tenang. Ronald yang berada di luar tak hanya diam. Dia terus berjaga dan membantu prosesi pemakaman Gery. Prosedur dari rumah sakit saat ada yang meninggal semua di kawal ketat oleh anak buah Moskov. "Kalau kau tak bisa tenang, aku tak akan mengantarmu ke tempat peristirahatan Gery yang terakhir. Kau harus tenang terlebih dahulu!!" Evelyn mengangguk, dia menurut pada Moskov meskipun dalam hatinya sudah tak mampu lagi. Setelah melihat Evelyn kembali tenang dalam pelukannya barulah Moskov memanggil Ronald untuk membawa mereka pergi ke rumah sakit. Evelyn menggigit bibirnya menahan air mata yang ingin keluar dari matanya. Dia tak ingin membuat Moskov membatalkan kepergian mereka hanya karena Evelyn menangis. "Gery, kenapa? Kenapa tinggalin kakak seperti ini!!!" batin Evelyn menangis. Moskov masih memeluk tubuh Evelyn erat, dia tak akan membiarkan Evelyn menghad
Bugh Bugh.... Berkali kali Moskov memukul tembok di sebelahnya. Tak ada yang berani mendekat ke arah Moskov saat ini. Dia merasa gagal menjaga Gery, apa yang harus dia katakan pada Evelyn nanti ketika tahu keadaan Gery. Semua pengawal yang juga gagal pun sudah berlutut di depan Moskov. "Tuan bisa menghabisi nyawa kami karena gagal dalam menjalankan tugas kami." Moskov tak menjawab karena perhatiannya teralihkan saat para dokter dan tim medis itu keluar dengan kepala yang menunduk. Mereka sungguh sangat takut saat ingin mengatakan apa yang terjadi pada Gery. Apalagi wajah Moskov benar benar ingin membunuh mereka semua. Akhirnya dokter yang paling senior dan paling lama menangani Gery memberanikan diri untuk menyampaikan apa yang memang harus di sampaikan kepada Moskov. "Katakan!" "Tuan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin . Tapi kondisi tuan Gery tak bisa di selamatkan. Berbeda fungsi organ dalamnya juga sudah berhenti. Dan sebenarnya sebelum kejadian ini al
Para pengawal pun terkejut saat para dokter masuk ke dalam. "Ada apa?" tanya mereka panik. "Ada penyusup, apa kalian tak tahu?" "Apa???" "Sial, hubungi tuan Ronald!!!" Mereka segera mencari siapa yang melakukan itu pada Gery. Melacak CCTV lalu melihat orang yang mencurigakan itu masuk ke dalam ruangan Gery. "Sial, wanita yang mengaku dokter itu!!" "Cari sampai dapat!!" Para pengawal itu bergerak cepat mencari dimana keberadaan Mariam. Semua di kerahkan demi menangkap Mariam yang tengah kabur. Beberapa tetap memantau CCTV rumah sakit untuk terus mencari keberadaan Mariam saat ini. Sedangkan Mariam sendiri yang panik memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu. "Aku harus bisa kabur dari sini, jangan sampai mereka menangkap ku!!" Mariam masih diam di tempatnya untuk mengecoh pengawal Moskov yang terus mencarinya. Sementara itu, tim dokter terus berusaha menangani Gery yang mulai kejang dan napasnya semakin tak beraturan. # "Apa yang kalian katakan?"
Tubuh pelayan itu menegang saat mendengar suara yang sangat dia kenali. Para pengawal menunduk tak berani melihat ke arah Moskov yang tiba tiba kembali ke dalam mansion. Evelyn mundur selangkah, tapi Moskov menarik tangannya lembut. Membuka telapak tangan Evelyn yang menutup pipinya yang baru saja di tampar pelayannya. Rahangnya tentu saja langsung mengeras saat melihat pipi Evelyn merah. "Kenapa diam saja? Kenapa tak membalasnya?" tanya Moskov datar. Pelayan yang baru saja menampar Evelyn sontak membelalakkan matanya mendengar kata kata Moskov. Para pelayan di mansion utama memang tak mengenal siapa Evelyn. Pelayan yang memang sudah lama ada di mansion itu tentu saja tak terima saat melihat Moskov membela Evelyn dan bersikap lembut kepadanya. Selama ini dia mengurus mansion utama, menyiapkan semuanya. Dan hanya karena kedatangan Evelyn membuat Moskov memandang nya lain. "Tuan, tapi dia hanya budak sama seperti yang lain. Kenapa dia harus memasak untuk tuan secara khu