Moskov sudah menahan diri agar tak melukai Evelyn, tapi ternyata dia tetap melakukannya.
Melihat luka-luka di tubuh kurus gadis itu membuatnya gelap mata. Tidak bisakah Evelyn melindungi dirinya sendiri?! “Apa saja yang dia lakukan selama ini?!” Moskov mendesis. Tangannya masih terkepal kuat di sisi meja. “Roni … si berengsek itu!” geram Moskov, lalu …. Pyar! Lagi-lagi, kaca yang ada di dekat Moskov pecah berkeping-keping. Napas pria itu tersengal. Dadanya naik turun menahan semua amarah yang berkecamuk di hatinya. Bayangan Evelyn yang begitu pasrah seolah tak punya semangat hidup—selain melindungi adiknya—kembali membayangi benak Moskov. Padahal, ia sudah melakukan banyak hal untuk membawa gadis itu ke sini. Sejak awal, Moskov tahu, Evelyn lah yang akan dikorbankan oleh Roni karena ia hanya anak tiri. Sementara Adeline, adalah anak kandung Roni bersama istrinya yang sekarang. Dengan kata lain, Roni sudah lama berselingkuh di belakang Evelyn dan ibunya. Mereka benar-benar sudah diperdaya hingga tak punya apa-apa. Namun, yang membuatnya lebih marah adalah, Evelyn yang tak sekalipun mampu membela diri hingga disiksa sedemikian rupa. “Sial!” Moskov memukul meja dengan tangannya yang sudah berlumuran darah. Pria itu berusaha menenangkan diri. Ia tak bisa berlama-lama di sini karena bayangan Evelyn akan terus menghantuinya. Dengan langkah pasti, Moskov kemudian membungkus tangannya yang terluka kena pecahan kaca. Setelah itu, ia keluar dari ruang pribadinya dan tak melihat Evelyn lagi di sana. Moskov tak peduli. Dia memilih segera pergi dari mansion karena ada pekerjaan di luar yang harus dia selesaikan. Malam itu, Moskov membantai banyak orang yang ditangkap oleh anak buahnya yang dinilai berkhianat kepadanya. Semua bergidik ngeri karena malam ini Moskov turun tangan sendiri dan menebas semua kepala musuhnya tanpa ampun. Setelah itu, dia menyuruh anak buahnya membakar tempat itu beserta puluhan tubuh yang sudah terpisah dengan kepalanya. "Jangan sampai ada yang tersisa!" * Sementara itu, Evelyn sudah kembali ke kamarnya. Ia meringis saat menyentuh keningnya yang terluka. Di saat dia berusaha mengobati lukanya, sekelebat ingatan muncul di kepalanya. Kejadian saat dia mengalami kecelakaan bersama ibunya dan juga adiknya dulu. Dia sempat melihat beberapa orang menolong mereka, tapi ada satu sosok yang dia kenali juga ada di sana. Bukan untuk menolong, tapi justru seringaian jahat yang terbit di wajah itu. Saat Evelyn berusaha mengingatnya, rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. "Sakit sekali," gumam Evelyn lirih. Tapi mengapa ia tak bisa ingat semuanya? Evelyn menggelengkan kepala, lalu kembali mengobati keningnya dengan obat seadanya. Setelah itu, Evelyn perlahan memejamkan matanya dan terlelap. Evelyn bahkan tak ingin mengganti pakaiannya lagi karena sudah tak kuat dengan rasa sakit di kepalanya. Pagi harinya, Evelyn bangun lebih awal. Dia takut melakukan kesalahan yang akan membuat Moskov menyakiti adiknya. Tapi saat keluar dari kamarnya, dia melihat Moskov yang baru saja kembali ke mansion. Mata Evelyn menangkap tangan Moskov yang berdarah. "Tuan, apa yang terjadi?" tanya Evelyn pelan. Langkah Moskov yang akan masuk ke kamarnya terhenti. Evelyn yang sadar dengan kesalahannya pun menundukkan kepalanya takut. "Ambilkan obat!" Setelah mengatakan itu, Moskov masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Evelyn mematung di tempatnya berdiri memastikan dia tak salah dengar tadi. "Apa kau tuli? Kenapa masih diam saja di sana, hah?" suara Moskov yang terdengar berat dan keras membuat Evelyn berjingkat kaget. Gadis itu segera mencari kotak obat untuk mengobati Moskov. Sebaskom air bersih dan juga beberapa obat-obatan Evelyn bawa masuk ke kamar Moskov dengan takut. Dia bingung saat ingin masuk ke dalam. "Kenapa kau lamban sekali? Cepat masuk dan obati tanganku!" Evelyn kembali terkejut dan masuk ke dalam kamar Moskov. Dia duduk di bawah lantai, tepat di depan Moskov yang sedang duduk di sofa. Sepasang mata pria itu tak melihat ke arah Evelyn sama sekali. Dengan hati-hati, Evelyn membuka kain yang membalut tangan Moskov yang penuh dengan darah itu. ‘Apa yang sebenarnya sudah dia lakukan? Kenapa dia pulang dalam keadaan begini?’ batin Evelyn bingung sekaligus ngeri. Rumor-rumor yang pernah dia dengar membuatnya menggigil ketakutan. Sepertinya, semua berita itu benar adanya. Selama ini, Evelyn tahu jika Moskov terkenal kejam dan bengis. Tapi ia tak pernah tahu pekerjaan asli Moskov seperti apa. Mungkinkah dia … mafia berdarah dingin? Evelyn meringis ngilu melihat bekas luka yang menganga itu. Bahkan ada sisa pecahan kaca yang menempel di sana. Pelan-pelan, Evelyn mengambil pecahan kaca itu sambil memperhatikan wajah rupawan di hadapannya. Tapi Moskov tampak biasa saja, seolah tak merasa kesakitan sama sekali. Saat Evelyn membersihkan luka itu dengan alkohol, Moskov sempat ingin menarik tangannya, tapi Evelyn segera menahannya. Sepasang mata Moskov melotot melihat keberanian Evelyn. "Tahan sebentar, Tuan. Jika tidak dibersihkan, nanti bisa infeksi," ucap Evelyn tanpa sadar. Moskov terdiam. Fokusnya tertuju pada luka di kening Evelyn yang sudah diberi plester, sebelum padangannya jatuh pada kalung yang melingkari leher jenjang gadis itu. Dengan telaten Evelyn membalut tangan itu dengan rapi. Selang berapa menit, Evelyn selesai mengobati tangan tuannya. Evelyn bangkit berdiri dan ingin pergi dari sana, tapi suara Moskov menghentikan langkahnya. "Apa kau sangat miskin sampai bajumu tak ganti dari semalam? Penampilanmu itu membuatku jijik," ujar Moskov datar. Evelyn yang mendengar itu mengeratkan pegangannya pada baskom yang dia bawa. Ingin rasanya ia melemparkannya ke wajah tampan tapi tak punya hati itu. Namun, Evelyn hanya menunduk. Dia memang tak punya baju yang layak pakai. Semua miliknya sudah diambil oleh saudari tirinya. Uang hasil kerja kerasnya juga sudah habis untuk pengobatan Gery. Sementara harta peninggalan ibunya sudah dikuasai oleh Roni dan istri barunya. "Aku akan menyiapkan air hangat untuk Tuan mandi." Evelyn memilih tak menjawab Moskov dan bergegas pergi dari sana. Moskov sendiri membiarkan Evelyn pergi dari sana untuk menyiapkan keperluannya pagi itu. Evelyn menepuk dadanya yang terasa sesak karena semua perkataan Moskov yang begitu tajam. Dia melihat tubuh dan juga wajahnya di cermin. Dia kurus dan juga tak terurus. Selama ini, dia dijadikan pembantu di rumahnya sendiri. "Kamu harus kuat, Evelyn, semua demi Gery. Dia harus tetap hidup bagaimanapun caranya." Evelyn dengan cepat menyiapkan semua keperluan Moskov, bahkan sampai baju yang akan dikenakan oleh pria itu. Sesuai dalam surat perjanjian yang dia tandatangani, semua keperluan Moskov menjadi tanggung jawabnya. "Tuan, semua sudah siap. Apa ada lagi yang harus aku siapkan?" tanya Evelyn lirih. "Pergilah, mataku sakit melihat penampilanmu!" jawab Moskov datar. Evelyn meremas ujung gaunnya karena Moskov lagi-lagi menghinanya. Tapi dia memilih menahan diri. Gadis itu lantas melangkah pergi dari sana, sementara Moskov sudah masuk ke kamar mandi. Tangan yang sudah dibalut rapi dengan perban pun dijaganya agar tak sampai basah. Sebuah senyum kecil terukir di wajahnya yang tampan saat melihat perban itu. to be continuedEvelyn mulai terbangun, tapi dia merasa tubuhnya bertambah berat dan baru tersadar jika Moskov sedang memeluknya erat. Lalu dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya, melihat pergelangan tangannya yang di perban. Tak hanya itu, Evelyn juga mengingat kembali kematian Gery adiknya. Air matanya kembali luruh, tapi dia langsung mengusapnya cepat. Dia tak mau Moskov terusik dengan nya lalu terbangun. Perlahan Evelyn mengangkat tangan Moskov agar dia bisa pergi dari sana. Tapi suara Moskov yang sedang langsung menghentikannya "Mau kemana kau?" Evelyn melihat Moskov yang ternyata masih memejamkan matanya tapi bisa tahu jika Evelyn akan pergi. Moskov membuka matanya dan matanya langsung bersitubruk dengan mata Evelyn yang bengkak. Sejak kemarin Evelyn menangis karena gagal menjaga sang adik. Dia nekad bunuh diri dengan melukai tangannya. "Aku mau ke kamar mandi." jawab Evelyn lirih. "Dan melakukan perbuatan konyol lagi seperti kemari?" Evelyn menunduk, meremas selimut
Sepeninggalan Bibi pelayan dan yang lain, Moskov menghampiri Evelyn yang masih memejamkan matanya. Moskov mengusap rambut Evelyn pelan, di wajahnya masih ada sisa air mata yang belum kering. "Apa setelah ini kau akan menyerah? Alasanmu untuk tetap disini sudah tak ada. Dan apa yang harus aku lakukan agar tetap menahan mu disini? " Moskov memperhatikan Evelyn yang dalam tidurnya pun tak tenang. Tak lama dari itu, ponsel Moskov berbunyi. Ronald menelfonya untuk memberi tahu jika Mariam sudah sampai di markas. Ronald juga bertanya tentang apa yang akan di lakukan Moskov pada Mariam. "Kau bisa memberinya salam pembuka terlebih dahulu. Aku akan kesana setelah memastikan Evelyn baik baik saja!" Setelah itu, Moskov kembali menatap Evelyn dengan tatapan yang sendu. Gadis itu, gadis yang dulu menolongnya dan terlihat ceria ternyata hidupnya tak lebih baik dari Moskov. Bedanya Moskov tak pernah kekurangan apapun. Sedangkan Evelyn tak mempunyai apa apa sama sekali. Dan saat ini,
Evelyn masih menangis dalam pelukan Moskov. Mereka tak langsung pergi ke rumah sakit sebelum Evelyn benar benar tenang. Ronald yang berada di luar tak hanya diam. Dia terus berjaga dan membantu prosesi pemakaman Gery. Prosedur dari rumah sakit saat ada yang meninggal semua di kawal ketat oleh anak buah Moskov. "Kalau kau tak bisa tenang, aku tak akan mengantarmu ke tempat peristirahatan Gery yang terakhir. Kau harus tenang terlebih dahulu!!" Evelyn mengangguk, dia menurut pada Moskov meskipun dalam hatinya sudah tak mampu lagi. Setelah melihat Evelyn kembali tenang dalam pelukannya barulah Moskov memanggil Ronald untuk membawa mereka pergi ke rumah sakit. Evelyn menggigit bibirnya menahan air mata yang ingin keluar dari matanya. Dia tak ingin membuat Moskov membatalkan kepergian mereka hanya karena Evelyn menangis. "Gery, kenapa? Kenapa tinggalin kakak seperti ini!!!" batin Evelyn menangis. Moskov masih memeluk tubuh Evelyn erat, dia tak akan membiarkan Evelyn menghad
Bugh Bugh.... Berkali kali Moskov memukul tembok di sebelahnya. Tak ada yang berani mendekat ke arah Moskov saat ini. Dia merasa gagal menjaga Gery, apa yang harus dia katakan pada Evelyn nanti ketika tahu keadaan Gery. Semua pengawal yang juga gagal pun sudah berlutut di depan Moskov. "Tuan bisa menghabisi nyawa kami karena gagal dalam menjalankan tugas kami." Moskov tak menjawab karena perhatiannya teralihkan saat para dokter dan tim medis itu keluar dengan kepala yang menunduk. Mereka sungguh sangat takut saat ingin mengatakan apa yang terjadi pada Gery. Apalagi wajah Moskov benar benar ingin membunuh mereka semua. Akhirnya dokter yang paling senior dan paling lama menangani Gery memberanikan diri untuk menyampaikan apa yang memang harus di sampaikan kepada Moskov. "Katakan!" "Tuan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin . Tapi kondisi tuan Gery tak bisa di selamatkan. Berbeda fungsi organ dalamnya juga sudah berhenti. Dan sebenarnya sebelum kejadian ini al
Para pengawal pun terkejut saat para dokter masuk ke dalam. "Ada apa?" tanya mereka panik. "Ada penyusup, apa kalian tak tahu?" "Apa???" "Sial, hubungi tuan Ronald!!!" Mereka segera mencari siapa yang melakukan itu pada Gery. Melacak CCTV lalu melihat orang yang mencurigakan itu masuk ke dalam ruangan Gery. "Sial, wanita yang mengaku dokter itu!!" "Cari sampai dapat!!" Para pengawal itu bergerak cepat mencari dimana keberadaan Mariam. Semua di kerahkan demi menangkap Mariam yang tengah kabur. Beberapa tetap memantau CCTV rumah sakit untuk terus mencari keberadaan Mariam saat ini. Sedangkan Mariam sendiri yang panik memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu. "Aku harus bisa kabur dari sini, jangan sampai mereka menangkap ku!!" Mariam masih diam di tempatnya untuk mengecoh pengawal Moskov yang terus mencarinya. Sementara itu, tim dokter terus berusaha menangani Gery yang mulai kejang dan napasnya semakin tak beraturan. # "Apa yang kalian katakan?"
Tubuh pelayan itu menegang saat mendengar suara yang sangat dia kenali. Para pengawal menunduk tak berani melihat ke arah Moskov yang tiba tiba kembali ke dalam mansion. Evelyn mundur selangkah, tapi Moskov menarik tangannya lembut. Membuka telapak tangan Evelyn yang menutup pipinya yang baru saja di tampar pelayannya. Rahangnya tentu saja langsung mengeras saat melihat pipi Evelyn merah. "Kenapa diam saja? Kenapa tak membalasnya?" tanya Moskov datar. Pelayan yang baru saja menampar Evelyn sontak membelalakkan matanya mendengar kata kata Moskov. Para pelayan di mansion utama memang tak mengenal siapa Evelyn. Pelayan yang memang sudah lama ada di mansion itu tentu saja tak terima saat melihat Moskov membela Evelyn dan bersikap lembut kepadanya. Selama ini dia mengurus mansion utama, menyiapkan semuanya. Dan hanya karena kedatangan Evelyn membuat Moskov memandang nya lain. "Tuan, tapi dia hanya budak sama seperti yang lain. Kenapa dia harus memasak untuk tuan secara khu