Setelah mengobati luka Moskov, Evelyn memilih kembali ke dalam kamarnya dan membersihkan dirinya sendiri.
Setelah mandi, dia mencoba membuka lemari yang ada di sana. Sepasang matanya membola saat melihat beberapa pakaian sederhana yang berjejer rapi di dalam lemari itu. "Baju milik siapa? Apa boleh aku pakai?" gumam Evelyn. Dia lantas mengambil salah satu baju yang paling tertutup, yang ternyata pas di tubuh mungilnya. Beberapa luka di badannya mulai mengering meskipun masih terasa perih, tapi Evelyn tak peduli dengan itu. Tepat saat selesai berganti pakaian, Evelyn mendengar suara ketukan pada pintu kamarnya. "Nona Evelyn?" Evelyn membuka pintu dan melihat seorang pelayan berdiri di hadapannya. "Maaf, Bibi... kenapa Bibi memanggilku dengan panggilan nona? Aku sama dengan kalian," ucap Evelyn sopan. Evelyn menunduk karena takut jika pelayan itu akan marah kepadanya karena terlalu lancang memakai pakaian yang ada di kamar itu. "Tidak apa-apa, Nona, aku ke sini hanya ingin menyampaikan pesan Tuan Muda." Evelyn meremas kedua tangannya, takut jika Moskov memberi perintah pada bibi itu untuk memberinya hukuman. "Ini, Tuan Muda menyuruh Nona untuk mengantarkan berkas ini kepadanya. Tadi Tuan berangkat terburu-buru dan melupakan berkas ini." Bibi pelayan itu memberikan berkas coklat kepada Evelyn yang menerimanya dengan ragu-ragu. "Lebih baik Nona segera pergi atau Tuan Muda akan marah. Sopir mansion akan mengantar Nona ke kantor." Evelyn mengangguk, membiarkan bibi pelayan itu berlalu dari sana. Evelyn juga langsung bergegas diantar oleh sopir. Dalam perjalanan hanya terjadi keheningan yang membuat Evelyn semakin gelisah. Dia takut melakukan kesalahan dan membuat Moskov marah dan menghukumnya, seperti yang dilakukan oleh ayah tirinya selama ini. Namun, yang paling ditakutkan oleh Evelyn adalah adiknya. Dia takut pria itu menyakiti adiknya yang saat ini masih berjuang melawan kanker. "Silahkan, Nona, kita sudah sampai." Evelyn sampai tak sadar jika sopir itu sudah membukakan pintu mobil itu untuknya. "Terima kasih, Tuan," jawab Evelyn sopan. Dia menggenggam erat berkas yang dia bawa lalu berjalan memasuki gedung tinggi itu dan pergi ke resepsionis. "Ma-maaf, Nona, bisakah aku bertanya?" Evelyn bertanya pada dua resepsionis itu dengan nada takut. Dua resepsionis itu saling pandang dan memindai penampilan Evelyn. "Ada apa?" sahut salah satu resepsionis dengan ketus. "Aku diminta mengantar berkas untuk Tuan Moskov. Apa aku boleh tahu di mana ruangannya?" Evelyn masih menunduk, merasa takut karena tak pernah berhadapan dengan orang-orang seperti mereka. Kedua resepsionis itu saling pandang kemudian mengangguk. Wajah mereka yang tadinya datar, kini tersenyum dengan ramah, meski tampak dipaksakan. "Silahkan naik lift itu, Nona. Ruangan CEO ada di lantai paling atas," jawab salah satu resepsionis. Evelyn mendongak. Ia mengangguk dan mengucapkan banyak terima kasih, lalu bergegas ke arah yang ditunjukkan. Setibanya di lantai paling atas gedung pencakar langit itu, Evelyn melihat asisten tuannya sudah menunggu di dekat lift. "Silahkan masuk, Tuan Muda menunggumu di dalam," ucap Ronald—sang asisten—dengan wajah datarnya. Evelyn masuk dengan langkah ragu. "Mana berkasnya?" tanya Moskov langsung. Evelyn segera memberikan berkas itu dan langsung ingin kembali pulang. Tapi suara bariton Moskov menghentikan langkah Evelyn. "Siapa yang menyuruhmu pergi? Tetap di sini dan buatkan aku kopi!" Evelyn mengangguk cepat, lalu segera membuatkan kopi di pantry mini yang ada di ruangan itu. Tak lama setelah kopi itu siap, pintu ruang kerja Moskov dibuka dengan kasar dari luar. Moskov sudah menggeram marah, tapi orang yang baru saja masuk itu terlihat lebih marah. Dia melihat Evelyn sedang memberikan kopi untuk Moskov dan berdiri dekat dengan Moskov. "Moskov, siapa dia?" tanya wanita itu. "Apa kau tak punya sopan santun?" sahut Moskov dengan nada tajam. Evelyn sedikit berjingkat karena kaget dengan suara Moskov. Dia kembali meringis karena kopi yang masih panas itu sedikit mengenai tangannya. "Ck, kenapa kau ceroboh sekali?" ujar Moskov dengan nada sinis. Namun, Evelyn tak menyangka saat pria itu tiba-tiba menarik tangannya ke arah wastafel dan mengguyur tangannya dengan air dingin. Rose yang melihat itu mengepalkan kedua tangannya marah. Pasalnya selama ini tak pernah ada wanita yang bisa dekat dengan Moskov. Dia yang selalu mengejar Moskov bahkan tak pernah bisa bersentuhan dengan pria itu. Tapi mengapa gadis kampungan di hadapannya ini bisa semudah itu dekat dengan Moskov?! "Ma-maafkan aku, Tuan," cicit Evelyn takut. Rose yang geram dengan pemandangan itu tanpa pikir panjang langsung menarik tubuh Evelyn dan menamparnya keras. Plak! "Berani sekali kamu menggoda Moskov!" bentak Rose keras. Moskov yang merasa jengah tiba-tiba mencengkeram leher Rose dengan kuat. Mata wanita itu melotot merasakan kuatnya tangan Moskov yang ada di lehernya. "Siapa kau sampai berani menampar orangku?" Suara Moskov terdengar datar dan dingin. Evelyn yang tengah memegangi pipinya mundur selangkah karena takut dengan apa yang dilihatnya saat ini. Evelyn melihat wanita itu memukul tangan Moskov yang ada di lehernya. Dia tampak mulai kehabisan napas. "M-Moskov le-lepas …." Namun, Moskov semakin mengeratkan cengkeraman itu pada leher Rose. Tak lama, dia melepas tubuh Rose hingga jatuh lemas ke lantai. Ronald yang baru saja masuk ke dalam ruangan Moskov, langsung membelalak melihat keadaan Rose. Rose sendiri berusaha mengatur napas, berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. "Aku hanya membantumu menyingkirkan perempuan jalang itu. Dia mencari perhatianmu!" pekik Rose marah. "Dia menggodaku atau tidak itu bukan urusanmu. Kau ini siapa, berani sekali menerobos masuk ke dalam ruanganku dan membuat keributan di sini?" kata Moskov, masih sama dinginnya. Rose berusaha bangun dengan tertatih, badannya terasa sakit. "Moskov, aku ini calon istrimu. Aku tak terima jika ada perempuan lain yang mendekatimu!" teriak Rose marah. Ronald menatap bingung pada Rose karena tiba-tiba mengatakan calon istri. Sementara selama ini Moskov tak pernah dekat dengan wanita manapun. "Ronald, usir wanita gila ini dan jangan biarkan dia masuk ke perusahaan. Jika dia masih memaksa, kau bisa langsung menghabisinya!" Mata Rose membola, tak menyangka jika Moskov akan mengatakan itu. Rose lantas menatap nyalang ke arah Evelyn yang sejak tadi hanya diam. Dia benar-benar tak terima. Dia akan membalas apa yang sudah terjadi padanya hari ini! "Wanita sialan, tunggu saja pembalasanku!" Setelah mengatakan itu, Rose pergi dari sana dengan perasaan marah. Sedangkan Evelyn hanya diam tak berkutik. Moskov bisa melihat takut di wajahnya yang memucat. Moskov menghela napas, lalu berkata, "Pulang ke mansion dan obati lukamu!" to be continuedEvelyn mulai terbangun, tapi dia merasa tubuhnya bertambah berat dan baru tersadar jika Moskov sedang memeluknya erat. Lalu dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya, melihat pergelangan tangannya yang di perban. Tak hanya itu, Evelyn juga mengingat kembali kematian Gery adiknya. Air matanya kembali luruh, tapi dia langsung mengusapnya cepat. Dia tak mau Moskov terusik dengan nya lalu terbangun. Perlahan Evelyn mengangkat tangan Moskov agar dia bisa pergi dari sana. Tapi suara Moskov yang sedang langsung menghentikannya "Mau kemana kau?" Evelyn melihat Moskov yang ternyata masih memejamkan matanya tapi bisa tahu jika Evelyn akan pergi. Moskov membuka matanya dan matanya langsung bersitubruk dengan mata Evelyn yang bengkak. Sejak kemarin Evelyn menangis karena gagal menjaga sang adik. Dia nekad bunuh diri dengan melukai tangannya. "Aku mau ke kamar mandi." jawab Evelyn lirih. "Dan melakukan perbuatan konyol lagi seperti kemari?" Evelyn menunduk, meremas selimut
Sepeninggalan Bibi pelayan dan yang lain, Moskov menghampiri Evelyn yang masih memejamkan matanya. Moskov mengusap rambut Evelyn pelan, di wajahnya masih ada sisa air mata yang belum kering. "Apa setelah ini kau akan menyerah? Alasanmu untuk tetap disini sudah tak ada. Dan apa yang harus aku lakukan agar tetap menahan mu disini? " Moskov memperhatikan Evelyn yang dalam tidurnya pun tak tenang. Tak lama dari itu, ponsel Moskov berbunyi. Ronald menelfonya untuk memberi tahu jika Mariam sudah sampai di markas. Ronald juga bertanya tentang apa yang akan di lakukan Moskov pada Mariam. "Kau bisa memberinya salam pembuka terlebih dahulu. Aku akan kesana setelah memastikan Evelyn baik baik saja!" Setelah itu, Moskov kembali menatap Evelyn dengan tatapan yang sendu. Gadis itu, gadis yang dulu menolongnya dan terlihat ceria ternyata hidupnya tak lebih baik dari Moskov. Bedanya Moskov tak pernah kekurangan apapun. Sedangkan Evelyn tak mempunyai apa apa sama sekali. Dan saat ini,
Evelyn masih menangis dalam pelukan Moskov. Mereka tak langsung pergi ke rumah sakit sebelum Evelyn benar benar tenang. Ronald yang berada di luar tak hanya diam. Dia terus berjaga dan membantu prosesi pemakaman Gery. Prosedur dari rumah sakit saat ada yang meninggal semua di kawal ketat oleh anak buah Moskov. "Kalau kau tak bisa tenang, aku tak akan mengantarmu ke tempat peristirahatan Gery yang terakhir. Kau harus tenang terlebih dahulu!!" Evelyn mengangguk, dia menurut pada Moskov meskipun dalam hatinya sudah tak mampu lagi. Setelah melihat Evelyn kembali tenang dalam pelukannya barulah Moskov memanggil Ronald untuk membawa mereka pergi ke rumah sakit. Evelyn menggigit bibirnya menahan air mata yang ingin keluar dari matanya. Dia tak ingin membuat Moskov membatalkan kepergian mereka hanya karena Evelyn menangis. "Gery, kenapa? Kenapa tinggalin kakak seperti ini!!!" batin Evelyn menangis. Moskov masih memeluk tubuh Evelyn erat, dia tak akan membiarkan Evelyn menghad
Bugh Bugh.... Berkali kali Moskov memukul tembok di sebelahnya. Tak ada yang berani mendekat ke arah Moskov saat ini. Dia merasa gagal menjaga Gery, apa yang harus dia katakan pada Evelyn nanti ketika tahu keadaan Gery. Semua pengawal yang juga gagal pun sudah berlutut di depan Moskov. "Tuan bisa menghabisi nyawa kami karena gagal dalam menjalankan tugas kami." Moskov tak menjawab karena perhatiannya teralihkan saat para dokter dan tim medis itu keluar dengan kepala yang menunduk. Mereka sungguh sangat takut saat ingin mengatakan apa yang terjadi pada Gery. Apalagi wajah Moskov benar benar ingin membunuh mereka semua. Akhirnya dokter yang paling senior dan paling lama menangani Gery memberanikan diri untuk menyampaikan apa yang memang harus di sampaikan kepada Moskov. "Katakan!" "Tuan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin . Tapi kondisi tuan Gery tak bisa di selamatkan. Berbeda fungsi organ dalamnya juga sudah berhenti. Dan sebenarnya sebelum kejadian ini al
Para pengawal pun terkejut saat para dokter masuk ke dalam. "Ada apa?" tanya mereka panik. "Ada penyusup, apa kalian tak tahu?" "Apa???" "Sial, hubungi tuan Ronald!!!" Mereka segera mencari siapa yang melakukan itu pada Gery. Melacak CCTV lalu melihat orang yang mencurigakan itu masuk ke dalam ruangan Gery. "Sial, wanita yang mengaku dokter itu!!" "Cari sampai dapat!!" Para pengawal itu bergerak cepat mencari dimana keberadaan Mariam. Semua di kerahkan demi menangkap Mariam yang tengah kabur. Beberapa tetap memantau CCTV rumah sakit untuk terus mencari keberadaan Mariam saat ini. Sedangkan Mariam sendiri yang panik memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu. "Aku harus bisa kabur dari sini, jangan sampai mereka menangkap ku!!" Mariam masih diam di tempatnya untuk mengecoh pengawal Moskov yang terus mencarinya. Sementara itu, tim dokter terus berusaha menangani Gery yang mulai kejang dan napasnya semakin tak beraturan. # "Apa yang kalian katakan?"
Tubuh pelayan itu menegang saat mendengar suara yang sangat dia kenali. Para pengawal menunduk tak berani melihat ke arah Moskov yang tiba tiba kembali ke dalam mansion. Evelyn mundur selangkah, tapi Moskov menarik tangannya lembut. Membuka telapak tangan Evelyn yang menutup pipinya yang baru saja di tampar pelayannya. Rahangnya tentu saja langsung mengeras saat melihat pipi Evelyn merah. "Kenapa diam saja? Kenapa tak membalasnya?" tanya Moskov datar. Pelayan yang baru saja menampar Evelyn sontak membelalakkan matanya mendengar kata kata Moskov. Para pelayan di mansion utama memang tak mengenal siapa Evelyn. Pelayan yang memang sudah lama ada di mansion itu tentu saja tak terima saat melihat Moskov membela Evelyn dan bersikap lembut kepadanya. Selama ini dia mengurus mansion utama, menyiapkan semuanya. Dan hanya karena kedatangan Evelyn membuat Moskov memandang nya lain. "Tuan, tapi dia hanya budak sama seperti yang lain. Kenapa dia harus memasak untuk tuan secara khu