LOGINEvelyn masih diam di tempatnya saat Moskov menyuruhnya untuk kembali ke mansion.
"Ck! Apa kau tuli?" Evelyn yang kembali mendengar suara berat Moskov sedikit berjingkat. Dia lalu menundukkan kepalanya dan ingin melangkah pergi dari ruangan itu. "Ronald, awasi wanita sialan itu. Jangan sampai dia membuat ulah!" Ronald masih sedikit bingung, wanita yang mana yang dimaksud oleh tuannya. "Ehm, anu, Tuan Muda. Wanita mana yang Tuan maksud?" tanya Ronald takut. Brak! Moskov menendang kursi yang ada di depannya sampai kuris itu melayang mengenai dinding yang ada di sebelah Ronald. Ronald meneguk ludahnya kasar melihat tuannya murka seperti itu. "Rose," kata pria itu kemudian. "Apa kau buta sampai tak bisa melihat dia lancang seperti itu? Apa gunanya kau jadi asistenku sampai tak bisa menahan wanita gila itu berbuat seenaknya di perusahaanku?" Moskov benar-benar marah kepada Ronald, sedangkan Ronald tak berani menyela sedikit pun semua omongan sang tuan. "Pergi dari sini. Gajimu aku potong dua bulan!" Mulut Ronald menganga, bahunya lemas seketika. Dia memilih segera berbalik dan pergi dari ruangan Moskov. "Tunggu...." Suara Moskov menghentikan langkah kaki Ronald, mata Ronald berbinar karena dia berpikir jika Moskov akan menarik hukuman untuknya. "Awasi Evelyn, pastikan dia baik baik saja saat sampai di mansion!" Senyum yang tadi muncul di wajah Ronald langsung pudar seketika. Dia mengangguk patuh dan pergi dari ruangan Moskov karena tak ingin membuat Moskov kembali mengamuk dan menambah hukumannya. "Hah, sial sekali. Gaji dua bulan di potong, aku bahkan ingin beli mobil terbaru." gumam Ronald lemas. Ronald segera menjalani perintah Moskov dengan baik. Dia juga sudah menyuruh anak buahnya untuk mengawasi apa yang di lakukan Rose setelah insiden di kantor Moskov tadi. Ronald juga sudah memastikan Evelyn kembali dengan selamat sampai mansion. Moskov sendiri yang masih menahan rasa kesal dan marahnya memilih menyalakan sebatang rokok untuk meredam semua emosinya. "Dia benar benar gadis yang bodoh. Membiarkan orang lain terus melukainya tanpa ingin memberikan perlawanan. Pantas saja dia selalu di siksa!" gumam Moskov. # Sedangkan di satu sisi, Rose yang sudah di usir pergi dari perusahaan Moskov mengamuk di kediamannya. Dia menghancurkan seluruh isi kamarnya. "Nggak, nggak bisa di biarin. Wanita itu atau siapapun nggak boleh dekat sama Moskov. Cuma aku yang bisa dekat dengan Moskov!" Rose terus berbicara sendiri, dia mondar mandir di kamarnya untuk menyusun rencana membalas sakit hatinya pada Evelyn. Rose yang lebih dulu dekat dengan Moskov, jadi hanya dia yang pantas ada di sisi Moskov. Bukan wanita lain. Rose mencoba menghubungi seseorang untuk meminta bantuan menyingkirkan Evelyn. Dia akan membuat Evelyn pergi dari hidup Moskov agar dia bisa kembali mendekati Moskov. "Kalau kalian bisa menghabisi wanita sialan itu, aku akan memberikan apapun yang kalian mau!" Rose menyeringai saat semua rencanahya tersusun rapi. # Evelyn sudah sampai di mansion Moskov. Tapi sejak dalam perjalanan dia hanya diam tak mengeluarkan suara apapun. Hanya helaan napas berkali kali yang terdengar. "Evelyn, bertahanlah. Semua demi adikmu!" batin Evelyn. "Sudah sampai nona." Lamunan Evelyn buyar saat sang sopir memberitahunya jika mereka sudah sampai di mansion. "Terima kasih, paman." ucap Evelyn sopan. Dia lalu masuk ke dalam mansion dengan perasaan yang tak menentu. Evelyn berjalan tanpa melihat ke sekeliling dan ternyata langkah kakinya membawanya sampai ke dapur. Di sana dia duduk merenung dan memegang pipinya bekas tamparan dari Rose. "Astaga, nona apa yang terjadi dengan mu?" Bibi pelayan segera menghampiri Evelyn dan melihat pipi Evelyn yang bengkak. "Tidak apa apa bibi, tadi nggak sengaja jatuh." jawab Evelyn berbohong. Tapi bibi pelayan itu tak serta merta langsung percaya. Dia mengambil kompres air hangat untuk mengobati luka memar di pipi Evelyn. "Nona, jika ada yang berbuat jahat nona harus membalasnya. Jangan hanya diam saja. Jika nona terus diam saat di tindas, nona akan terus menderita." Evelyn mendengarkan bibi pelayan itu berbicara tanpa berniat menyelanya. "Aku hanya tidak tahu caranya membalas bibi. Selama ini aku selalu di suruh patuh, karena jika aku melawan mereka semua akan semakin menyiksaku." jawab Evelyn pelan. Bibi pelayan itu berhenti mengobati Evelyn. Dia ikut merasakan kesedihan yang Evelyn rasakan. "Mulai sekarang cobalah untuk melawan siapa saja yang menyakitmu nona." "Jika terus seperti ini, bagimana nona bisa menjaga adik nona? Bukankah nona hanya punya dia di dunia ini?" Evelyn tertegun dengan semua yang di katakan Bibi pelayan itu. "Bagaimana bibi bisa tahu?" "Aku tahu darimana itu tidak penting, yang terpenting mulai saat ini jangan biarkan orang lain melukaimu!" to be continuedEvelyn masih menunggu penjelasan dari Moskov. Feeling nya mengatakan jika baru saja terjadi sesuatu pada Moskov. Moskov akhirnya menyerah. Dia menarik lembut tangan Evelyn lalu memindahkan tubuh Evelyn di pangkuannya. "Aku ceritakan, tapi kau tak boleh menyela sama sekali." Evelyn mengangguk patuh, setelahnya dia mendengar semua cerita Moskov tanpa ada yang terlewat. Evelyn hanya diam tanpa ingin menyahut. Tapi terlihat sekali jika Evelyn kesal. "Kau marah?" tanya Moskov lembut. Evelyn menggeleng, dia menarik kerah baju Moskov lalu mencium bibir Moskov. Belum sempat Moskov menikmatinya, Evelyn sudah melepaskannya dengan cepat. "Sayang, kenapa cepat sekali? Aku bahkan belum menikmatinya." protes Moskov. Tapi bukannya kembali mencium Moskov, Evelyn malah turun dari pangkuan Moskov dan kembali naik ke ranjang. Dia kembali mengambil tab milik Moskov lalu mencari drama kesukaannya. Moskov yang melihat tingkah Evelyn tentu saja bingung. Dia ingin menyusul Evelyn
Gadis penjual bunga itu terisak, sampai seseorang temannya datang kesana. Dia terkejut melihat temannya itu terduduk di sudut toko dengan keadaan toko yang berantakan. "Saskia, apa yang terjadi? Kenapa kau terluka seperti ini?" "Cara aku di lecehkan oleh seseorang." jawab Saskia pelan. Mata Cara membola mendengar itu, dia membantu Saskia untuk bangun. Dia tak mengatakan apa apa tapi dia tetap menolong Saskia dan membawanya ke belakang. Tapi sebelum itu dia menutup pintu toko bunga itu terlebih dahulu agar tak ada pembeli yang masuk ke dalam. "Katakan pada ku apa yang terjadi sebenarnya dan bagaimana kau bisa sampai di lecehkan seseorang?" tanya Carra ingin tahu. Saskia menggigit bibir bawahnya, bingung harus bercerita seperti apa. Tapi dia menginginkan Moskov saat ini. Dia tak pernah merasakan ketertarikan secara langsung pada laki laki. Dan baru ini dia merasakan hal yang tak bisa di cegahnya. Carra yang melihat itu merasa curiga, tapi dia masih ingin mendengar kan cer
Semua sudah selesai, Tanu juga sudah di habisi oleh Max. Saat ini Moskov berada di kamar nya yang ada di markas. Segelas anggur merah berada di tangannya. Berkali kali dia menghela napas panjang. Entah apa yang dia pikirkan saat ini. Tapi rasanya dia sudah muak, semua orang orang terdekatnya tewas dengan cara yang mengenaskan. Tapi memang dia tak akan bisa menghindari semuanya. "Kau tak pulang? Apa istrimu tak menunggumu?" Moskov masih diam di tempatnya. Gerald mendekat, dia langsung mengambil gelas anggur dari tangan Moskov. "Kalau kau mau marah, marah saja. Aku tak peduli. Tapi aku lebih peduli sama kakak iparku yang jelas sedang menunggumu di kastil. Bukan kah kau berjanji untuk kembali pulang secepatnya?" Moskov berpindah tempat dan duduk tak jauh dari Gerald. Gerald yang kesal pun, mulai menggoda Moskov dengan semua kalimat yang akan membuat Moskov marah kali ini. "Kalau kau tak mau pulang, biar aku yang temani kakak ipar. Aku dengar dia semakin cantik sekarang!"
Victor terdiam, dia menatap geram kepada Gerald. Apalagi sekarang Barra juga sudah tewas, jadi penyokong utama Victor pun sudah menghilang. "Argh..... sakit.... bunuh saja aku...." Terdengar kembali teriakan dari Tanu. Perempuan itu benar benar di siksa oleh Max dan anak buah Moskov. Victor menggeram marah. "Lepaskan Tanu!" Bugh... Gerald menghantam wajah Victor dengan keras yang membuat dirinya juga meringis kesakitan. "Sial, wajahnya keras sekali!" umpat Gerald. Moskov menggeleng, dia enggan menyentuh Victor meskipun dia sudah menghabisi Bibi pelayan yang mengurusnya. Rasanya hati Moskov bahkan sudah tak ingin berurusan dengan mereka lagi. "Gerald, terserah kau ingin melakukan apa kepada mereka. Aku hanya ingin melihat," ucap Moskov. Gerald merasa aneh dengan Moskov, terlihat sekali jika Moskov enggan bertindak. Tapi Gerald tak tahu apa yang terjadi dengan Moskov kali ini. "Kau kenapa?" Mereka berdua bahkan dengan santai mengobrol, mengabaikan Victor
Victor terdiam, Victor lupa karena mengatakan hal yang membuat Moskov kembali mengingat apa yang sudah mereka semua lakukan pada orang tua Moskov. Victor menundukkan kepalanya, dia sebenarnya menyesal melakukan semua itu kepada Moskov. Tapi karena ambisi dan juga bisikan dari banyak musuh Moskov membuat Victor gelap mata.. Victor mendongak saat terdengar suara teriakan keras dari arah ruangan Tanu. Ternyata disana Tanu baru saja di siram dengan air dingin agar dia kembali bangun. "Papa, tolong Tanu papa!!" teriak Tanu saat pertama kali Tanu tersadar. Victor menggeleng, tanpa disadari air mata Victor keluar dengan sendirinya. Tanu yang sejak tadi sudah ketakutan terbelalak saat melihat Moskov ada disana. "Moskov, apa ini ulahmu?" tanya Tanu lirih. Tanu tak percaya jika Moskov melakukan ini semua kepadanya dan juga sang papa. "Iya, memang aku pelakunya. Dan bagaimana? Apa kau menikmati semua siksaan ini?" Tanu menggelengkan kepalanya tak percaya, dia masih tak
Victor yang sudah ketakutan bersembunyi di salah satu bilik kumuh. Dia tak bisa keluar karena merasa banyak orang yang mengawasinya. Tapi bukan Moskov namanya jika dia tak bisa membuat Victor keluar. Anak buah Moskov sudah memberi informasi jika putri kesayangan Victor berhasil di bawa ke markas. Dan itu menjadi sebuah kemenangan untuk Moskov. Pyar .... Victor melindungi kepalanya dari pecahan kaca. Seseorang melemparkan sebuah benda ke dalam rumah yang dia tempati. Tapi saat Victor melihat keluar tak ada siapa siapa disana. Lalu pandangan nya beralih pada benda yang baru saja melesat masuk ke dalam rumah itu. Dia yang penasaran mengambilnya dan matanya melotot saat di dalam nya ada sebuah Video dimana putrinya di seret paksa oleh beberapa orang yang tak kelihatan wajahnya. "Papa, tolong aku!!" jerit Tanu keras. Terlihat juga dalam video itu, rumah persembunyian untuk anak dan istrinya sudah hancur tak tersisa. Bahkan sebelum terlihat rumahnya yang hancur di da







