Share

Bab 7 : Desah Rindu Valerie

Setelah kejadian di Beacon Park, Edward tak mau menemui Kevin sama sekali. Kevin yang mengundangnya untuk datang ke resital piano tunggal miliknya di hari Sabtu ditolak oleh Edward mentah-mentah. Dia memilih sibuk dengan urusannya sendiri.

“Jadi, Valerie kembali dari Jepang?” tanya Mark.

“Ya, dia juga akan datang sebentar lagi menghadiri resital piano, berikan dia tempat khusus,” jawab Kevin lalu berlalu menuju ke belakang panggung.

“Permisi, hai Mark, Van, maaf aku datang terlambat.” Seorang perempuan cantik, dengan rambut panjang berwarna hitam yang dibiarkan tergerai bebas, mengenakan gaun panjang berwarna merah maroon, mengambil tempat duduk kosong—yang memang sudah disediakan—di tengah ke dua pemuda itu.

“Kau terlambat lima belas menit, Valerie,” ujar Vanes yang duduk di samping Valerie tanpa menoleh. Perempuan itu adalah seseorang yang selalu dipuja-puja Kevin, dia adalah guru piano Kevin, seorang pianis muda terkenal yang namanya selalu terpampang di majalah New York NEWS di halaman paling dan menjadi brand ambassador sebuah produk kecantikan terbesar di dunia. Valerie John, perempuan yang selalu mengisi hati Kevin dalam diamnya, Kevin tak pernah mampu mengungkapkan apa yang dirasakannya.

Vanes mengeluarkan ponsel yang berada di dalam saku jaket yang dikenakannya, ada beberapa panggilan masuk yang tak diangkat, dan dia tau semua itu pasti panggilan penting. Vanes beranjak berdiri dari kursi, Mark yang melihatnya bertanya, “Kau mau ke mana, Van?”

“Ada klien yang menelepon dan aku tak mengangkatnya, aku takut yang ingin dibicarakannya adalah tender besar yang sedang kami rencanakan. Aku permisi dulu.”

Benar saja, ketika Vanes menelepon kembali, mereka sudah membahas ini dan itu masalah tender, dan menentukan tempat di mana mereka bisa bertemu, sepertinya mereka ingin meeting di luar ketimbang di kantor, mungkin terasa lebih rileks.

Ketika pertunjukan resital piano Kevin berakhir, ketiganya memisahkan diri. Mark pergi bersama seorang perempuan yang baru saja dia temui di acara tersebut, kalian pasti bisa menebak ke mana arah mereka pergi, ya betul ... hotel!

Vanes lebih memilih pergi ke klub malam untuk bersenang-senang sendirian di sana, menghilangkan penat setelah menghadapi kepusingan selama berhari-hari di kantor. Sedangkan Kevin dan Valerie memiliki acaranya sendiri.

Di dalam mobil, keduanya terlihat sangat kaku, tak ada yang berbicara. Kevin menyalakan youtube dan memutar lagu, alunan lagu romantis mencairkan suasana. “Sudah berapa hari kautiba di Michigan?” tanya Kevin pelan.

“Baru kemarin, kenapa kau tak menghubungiku, Kevin?”

“Aku tak tahu apa yang harus kubicarakan, kautahu aku seperti apa.”

“Apa kau tak rindu padaku?”

Kevin memperlambat laju mobil dan menepi. “Apa kaubilang?”

“Apa ... kau tak rindu padaku?” tanya Valerie mengulang pertanyaan yang sama.

“Tak rindu? Menunggumu selama dua tahun tanpa berkencan dengan gadis lain, apa itu menurutmu?” tanya Kevin membuat Valerie tertawa ringan.

Valerie menatap Kevin berlama-lama, kemudian memajukan sedikit tubuhnya ke arah Kevin, “Kalau kau rindu, kenapa mengantarku pulang?”

“Kaukira aku mau mengantarmu pulang, seperti itukah?”

“Lalu?”

Kevin memutar bola matanya ke atas, senyuman licik kali ini terlihat di wajahnya, “Tentu saja menghabisimu, Val.” Ya, tentu saja dia tak akan membawa Valerie pulang, karena dia sudah merindukan gadis itu sampai ke ubun-ubun, menahan hasrat terpendam selama dua tahun ditinggal Valerie ke Jepang untuk menuntaskan S2-nya, benar-benar membuat Kevin tersiksa.

Valerie menarik kepala Kevin, memintanya mendekat, dan memagut bibir itu tanpa rasa ragu. Ah, seandainya saja bukan di dalam mobil, mungkin Kevin tak segan melucuti semua pakaian Valerie, sayang saja saat itu mereka masih berada di dalam mobil, dan banyak kendaraan berlalu lalang.

*

Presidential suite, itu adalah kamar yang langsung dipesan oleh Kevin. Keduanya menuju ke sebuah hotel termahal yang ada di Michigan dan tanpa ragu memesan kamar terbaik tanpa banyak basa basi, Valerie menggelendot manja di bahu Kevin, sesekali menggoda Kevin dengan tatapannya, ya dia tahu sebentar lagi Kevin tak akan membiarkannya berbusana, dan itu sudah seperti ritual rutin saat mereka bertemu.

Tentu tak ada yang menyangka, pemuda pendiam berwajah tampan, dengan tubuh yang sempurna, dan garis wajah yang tegas itu bisa begitu ganas saat berada di atas ranjang, bahkan Valerie tak akan mampu mengimbanginya.

Kevin menempelkan kartu serupa kartu ATM ke arah pintu, seketika pintu terbuka.

“Apa kaulapar?” tanyanya pada Valerie yang sudah mengempaskan tubuhnya lebih dulu ke atas tempat tidur, gaun merah yang dikenakannya tersingkap, memerlihatkan dua jenjang kaki mulus milik Valerie.

“Pesankan aku sebotol wine,” pinta Valerie.

“Tentu saja, Princess. Apa pun yang kauminta.”

Kevin memesan sebotol wine, dua porsi beef stick, yang diantarkan ke dalam kamar keduanya. Valerie masih berada di dalam kamar mandi ketika pesanannya datang. Kevin tak bisa menunggu, kerinduannya memuncak, dia tahu Valerie tak pernah mengunci kamar mandi saat dia mandi, jadi dengan segera Kevin membukanya dan masuk kedalam kamar mandi dan menyaksikan pemandangan yang dua tahun terakhir tak pernah dilihatnya, sayangnya tak benar-benar full polos, karena Valerie sudah mengenakan handuk.

“Tanggalkan saja,” pinta Kevin dengan nada memelas, Valerie tak pernah bisa menolak saat tatapan sayu dari kedua mata Kevin memandangnya sambil meminta sebuah permintaan.

“Kau sudah melihatnya, lakukan apa yang ingin kaulakukan, Kev.”

Ah, dadanya benar-benar berdetak tak karuan, entah kenapa dia merasa seperti seorang pemuda yang baru saja ingin melepas keperjakaannya, bertahun-bertahun mengenal Valerie, Kevin masih saja mengagumi bentuk tubuh yang sudah telanjang bulat di hadapannya. Kevin menarik tangan Valerie, memintanya mendekat, dan mendekat, sampai tak ada jarak lagi di antara keduanya.

Valerie mengajak Kevin ke arah shower, dinyalakan dan dibiarkan tubuhnya kembali basah. “Aku ingin menghabisimu, Val, seperti yang sudah kukatakan tadi.” Kevin menarik pelan rambut panjang Valerie, digigitnya pelan dan pelan bibir Valerie, perlahan mengecup leher, terus membuat gerakan-gerakan yang disukai tubuh Valerie, ada perasaan geli dan nikmat yang dirasakan Valerie ketika Kevin mulai menyentuh bagian dadanya, dengan lembut diusapnya, seraya terus memagut bibir Valerie, pelan, pelan dan menjadi adegan panas yang sering ditontonnya, dan kini adegan itu dia yang memerankannya.

“Ehmmm, Kev,” Valerie terengah.

“Berbalik ke depan, ijinkan aku membuatmu bahagia malam ini,” ujar Kevin dan memutar tubuh Valerie ke arah depan, “bersuaralah, mendesahlah di bawahku, seperti kau selalu membutuhkanku, Val.”

Hentakan demi hentakan terus menyentak, mengempas tubuh Valerie, membuatnya mendesah dalam resah menunggu klimaks, dia bisa merasakan Kevin benar-benar ingin membuatnya merasakan puncak kenikmatan, meski bukan hanya malam itu saja dia merasakannya, ya, bukan hanya malam itu, dan Kevin tak pernah mengetahuinya.

Komen (13)
goodnovel comment avatar
Tia Harta
ahhhh mana lanjutannya
goodnovel comment avatar
Wiro Sableng
mantap tuntas sudah penantian 2 tahun
goodnovel comment avatar
Kikiw
Valerie berkhianat?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status