Share

Part 2

Olivia meringkuk dan menangis di sel. Dia kini berada di kantor polisi. Petugas mendapat perintah untuk mengurungnya saja tanpa menyelesaikan laporan. Menunggu Ronan sadar dan memberikan keputusan apa yang akan dilakukan pada gadis itu.

Entah dihukum sesuai undang-undang yang berlaku, atau korban sendiri yang akan melenyapkan nyawanya.

Ronan mulai sadar dan mendapati dirinya terbaring di brangkar rumah sakit. Memegangi kepalanya yang berdenyut dan berbalut perban.

"Pak, anda sudah bangun?" Pria di hotel bergegas 

membantu atasannya yang ingin bangkit.

"Berapa lama aku pingsan?" 

"Satu hari, Pak."

"Gadis itu?"

"Aku mengirimnya ke kantor polisi."

Ronan menyipit pada bawahannya.

"Kim? Kau ingin mencemarkan nama baikku?"

Pria yang dipanggil Kim itu langsung menunduk dan merasa bersalah.

"Maafkan aku, Pak. Aku melakukan kesalahan." Cepat dia mengakui perbuatannya.

Tentu gadis itu akan mengoceh jika polisi sampai menginterogasinya. Menceritakan kronologi kejadian, bahwa dia datang ke hotel karena Ronan membayarnya dari seorang mucikari. Dan tentu saja itu akan membuat rumor tak sedap di kalangan pebisnis.

Ronan adalah anak dari pemilik perusahaan raksasa di negeri ini. Bahkan salah satu yang terbesar di Asia. Hingga apa pun yang mereka lakukan akan selalu menjadi sorotan publik.

"Tunggu apa lagi? Bawa dia ke hadapanku!"

Kim tampak ingin bicara, tapi ragu-ragu.

"Katakan!" Ronan bisa membaca gelagat bawahan yang sudah sejak lama ikut dengannya itu.

"Aku sudah memeriksanya, Pak. Dia bukan gadis yang kita cari."

Ronan memejam pelan. Ada gurat kekecewaan di sana.

"Satu lagi, Pak." 

Ronan meliriknya. Menunggu Kim melanjutkan ucapannya.

"Gadis itu ditukar. Roy menipu kita. Dia bukan gadis yang ada di foto."

Ronan lagi-lagi menelan kekecewaan. Namun kini ditambah ekspresi geram hingga wajahnya menegang. Ronan berpikir, berani sekali preman kecil seperti mereka mempermainkan macan Asia seperti dia. Pria itu bahkan melakukan negosiasi dengan membayar dua puluh lima juta hanya demi gadis itu.

Saat uang sudah dibayar dimuka, mereka semua menipunya. Lalu mengirim gadis bar-bar yang mereka pikir bisa membunuhnya.

Ronan menyeringai. Merasa kalau mereka semua salah orang untuk diajak bermain.

"Patahkan kaki kanan Roy. Buat dia cacat seumur hidup. Lalu bawa gadis pembuat onar itu di hadapanku. SEKARANG!" Tatapan Ronan seperti hendak membunuh. 

Kim langsung mengerjakan perintah atasannya. Pria itu tahu, Bos-nya tidak suka pekerjaan yang bertele-tele.

*

Olivia menelan ludah. Tenggorokannya kering kehausan. Tak mendapatkan air minum setetes pun dari malam tadi. Semua yang ada di sana mengabaikannya begitu saja. Dan dia pun takut mengeluarkan suara meski hanya meminta air pada mereka.

Membayangkan laki-laki bersimbah darah di hadapannya mati saja sudah membuat nyalinya menciut. Dan bayang-bayang penjara seumur hidup sudah menghantuinya di depan mata.

"Keluar! Kau boleh pulang." Ucapan petugas terdengar di depan jeruji. Suara gembok dibuka juga terdengar. Sebentar saja kerangkeng besi itu terbuka lebar.

Olivia menatap tak percaya. Masih meringkuk di sudut dinding.

"Apa pria itu mati?" Olivia mencoba memastikan.

"Pulanglah. Atau kau mau kembali bermalam di sini?"

Membayangkan akan haus dan kedinginan, Olivia langsung bangkit. Dia tak membutuhkan jawaban dari petugas itu. Kebebasan ini merupakan suatu keajaiban, dan dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Andaipun petugas ini melakukan kesalahan, setidaknya dia sudah terlepas dan tak berada di sini lagi.

Olivia melihat pria yang kemarin memukul dan menarik kancing bajunya berdiri di depan mobil hitam. Baru saja dia berusaha menghindari orang itu, Kim mendekat dan menghalangi jalannya.

"Ikut aku!"

Olivia ketakutan. Ini bukan sebuah pembebasan. Tapi hukuman mati untuknya. Dan pria yang dia perkirakan masih hidup itu pasti yang memerintahnya. Olivia tahu orang itu ingin memberi hukuman padanya dengan tangannya sendiri.

"Pak. Kenapa kalian tidak percaya padaku." Olivia berusaha menjelaskan. Berharap masih bisa bernegosiasi karena dirinya merasa tidak bersalah.

"Aku dijebak. Aku tidak pernah menjual diri sebelumnya. Aku sama sekali tidak mengenal mucikari itu. Dan aku tidak punya hutang apa pun untuk dibayar dengan tubuhku." Olivia berbicara dengan tegas. 

Kim mengerti apa yang sedang dibicarakan Olivia. Tapi perintah atasannya tidak mungkin diabaikan. Ronan menginginkan gadis itu menghadapnya sekarang juga. 

"Masuklah. Bos-ku tidak suka menunggu terlalu lama." Ekspresi datar Kim membuat Olivia sadar, mengoceh sampai berbusa pun laki-laki di hadapannya tak akan mau mendengarkan. 

Dia hanya seorang pesuruh yang harus mematuhi perintah mutlak atasannya. 

Olivia mencoba bersikap tenang. Mencoba membuat Kim berpikir dia akan menurut. Namun begitu melihat pria di hadapannya mulai lengah, secepat kilat Olivia berlari.

"Shit!" Kim mengumpat, merasa dipermainkan.

          ~~~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status