Olivia berlari sekuat tenaga. Dia tak boleh tertangkap sebelum mengetahui apa yang terjadi. Olivia tak tahu kenapa Silvia bisa terlibat dengan orang-orang mengerikan seperti itu.
Dia hanya bisa berlari. Tak bisa menghentikan sebuah taksi karena tak ada uang yang dia pegang. Ponsel dan dompetnya masih tertinggal di loker tempatnya bekerja.
Dalam hati dia berjanji akan kembali dan menemui pria yang terluka dibuatnya untuk meminta maaf. Serta menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Seperti yang dia pikirkan, ini hanya kesalahpahaman. Asal Silvia bisa menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya, semua akan selesai. Dan Olivia akan kembali hidup normal tanpa teror seperti ini.
Olivia juga akan meminta maaf pada Ronan, bila mungkin akan memberikan kompensasi meski dengan mencicil. Dengan begitu urusan mereka selesai dan tidak akan bertemu lagi di kemudian hari.
Olivia begitu terkejut saat melihat Kim berdiri di seberang jalan. Pria itu masih mengejarnya. Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menyeberang jalan. Olivia kembali berlari sebelum pria dengan ekspresi datar itu menangkapnya. Jika tertangkap sekarang, mungkin dia tidak akan punya kesempatan untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah.
"Behenti, kau!" Suara Kim terdengar dari arah belakang.
Olivia hanya mencibir. Pria itu memberi perintah seolah dia akan menuruti ucapannya.
Olivia berlari tak tentu arah. Sesekali dia menarik dan mengatur napas saat langkah Kim masih terlihat jauh. Meski berada jauh di depan, namun Kim masih bisa melihat Olivia dengan jelas.
Olivia semakin ketar-ketir. Hidungnya kembang kempis menahan sesak. Namun dia tetap harus meloloskan diri dari Kim.
Dalam kekalutan, Olivia mendengar suara dentuman di jalan raya. Dia melihat rombongan marching band sedang konvoi dengan barisan yang teramat panjang. Olivia baru menyadari, kalau hari ini adalah peringatan hari kemerdekaan.
Olivia langsung menuju ke arah rombongan. Melepas rompi berwarna merah maroon, hingga hanya meninggalkan kemeja putih dan celana panjang bahan. Dia membuang atribut seragam kerjanya itu asal dan masuk ke dalam barisan. Bergabung dengan rombongan agar berbaur dan tersamarkan dengan mereka.
Kim celingak-celinguk, seolah kehilangan jejak. Dia telah kehilangan jejak gadis yang berpakaian mencolok tadi. Dia menghentikan langkah, kepalanya berputar mengelilingi area.
'Gadis itu licin juga.' Kim kembali mengumpat dalam hati.
Pria itu juga mengatur napas yang terengah-engah, lalu menghubungi seseorang dengan ponselnya.
Sementara Olivia cukup merasa tenang karena tak melihat lagi sesosok pria yang mengejarnya. Dalam hati dia mengucap syukur. Selain pada Tuhannya, juga pada para pahlawan. Bukan hanya menyelamatkan negara dari penjajah, tapi juga menyelamatkannya dari pria suruhan si hidung belang.
*
Olivia tak punya pilihan lain selain berjalan kaki menuju kontrakan. Pikirannya hanya tertuju pada Silvia. Temannya sejak kecil sejak dari panti asuhan. Mereka tumbuh bersama bagai saudara. Olivia benar-benar akan menuntut penjelasan.
Namun sepertinya hal itu tidak akan mudah. Ada beberapa mobil yang sedang parkir di halaman rumahnya. Beberapa warga juga menonton para pria berpakaian seperti pria yang mengejarnya sedang berkeliaran di sekitar rumah.
Beberapa dari mereka bahkan memasuki rumah dan berjaga di sana. Apa Silvia sedang bersama mereka? Bagaimana jika saudaranya itu juga tertangkap? Olivia ingin berlari dan menerobos ke sana untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Dia bisa mati konyol di tangan orang-orang mengerikan itu. Atau apakah dia harus menyerahkan diri dan bicara baik-baik dengan bos mereka? Silvia mungkin juga ikut dijebak, sama sepertinya. Dan dia harus menjelaskan agar urusan ini tidak berlarut-larut dan menjadikan dia layaknya buronan seperti ini.
Tapi lagi-lagi Olivia ragu. Dia tampak ketakutan. Dan seketika rencananya tadi terasa buyar. Dia yang hanya bisa bersembunyi dari balik pohon akasia, yang cukup jauh agar bisa mengintai. Tak ada tanda-tanda Silvia keluar, atau dibawa paksa dari sana.
Sepertinya orang-orang itu sedang menunggu dan sengaja menanti kepulangannya.
"Kenapa baru sampai selarut ini?" Ronan mencegat Olivia saat wanita itu ingin masuk ke kamarnya.Ronan memerintahkan Kim untuk menjemput istrinya pulang dari bekerja. Namun perjalanan yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi lebih dari satu jam, hingga Kim terlambat membawa istri majikannya kembali ke rumah sesuai perintah Ronan."Maaf, aku mengantar temanku dulu ke rumahnya." Olivia sedikit merasa sungkan.Setelah insiden Ronan memanggil kata 'sayang' terhadap Olivia malam itu, Olivia terpaksa mengakui semuanya. Dia dan Ronan sudah menikah. Ketiganya terperanjat heran. Seperti tak percaya.Olivia memohon agar mereka merahasiakannya. Mau tak mau mereka menuruti permintaan wanita itu. Lagipula kini mereka sudah tahu bahwa suami Olivia adalah seseorang yang berpengaruh. Tentu saja mereka harus menurut jika tidak ingin berurusan dengan Ronan Ellyas. Mereka bahkan telah menyaksikan sendiri bagaimana cara pria itu menghukum orang-orang yang telah berani mengganggu istrinya.La
"Kau memberitahu suamiku bahwa sepupu-sepupunya mengerjaiku?" Olivia merasa tak percaya."Tentu saja, Oliv. Siapa lagi yang menyelamatkanmu selain aku, hah?" Silvia membanggakan dirinya.Malam itu Silvia sedang melihat-lihat akun sosial media miliknya. Dia yang kini mulai berteman dengan para kaum bangsawan di sosial media melihat rekaman siaran langsung yang dibuat oleh Elsa. Silvia tersenyum jahat menyaksikan adegan itu. Dia begitu menikmati gadis yang dia benci menjadi bulan-bulanan semua orang di dunia maya. Olivia pasti akan merasa malu sekali jika semua kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Ellyas sampai mengetahui latar belakang Olivia yang sebenarnya.Dengan begitu Olivia akan mendapatkan penolakan dan intimidasi hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Ronan dan keluarganya.Namun tiba-tiba Silvia teringat. Ronan selalu saja punya cara untuk menyelamatkan istrinya. Bahkan menghukum siapa saja yang berani menyentuh Olivia. Silvia kemudian berbalik arah. Cepa
Olivia merasa takjub menatap bangunan besar dan lebar yang baru saja dia masuki. Deru mesin-mesin raksasa membuatnya berdecak kagum dengan produksi massal bahan baku tekstil dengan beraneka macam warna. Kepala Olivia bahkan berputar dan kakinya sampai berjalan mundur demi bisa memperhatikan keadaan sekeliling di pabrik tersebut.Laura tersenyum getir. Namun dia bisa melihat bahwa Olivia tampak peduli dan lebih antusias dibanding Silvia yang hanya bersikap angkuh dengan memamerkan bahwa gadis itu adalah putri pemilik pabrik demi mendapatkan pengakuan dari semua orang.Kemudian Laura menambah sedikit lagi waktu pengawasan agar Olivia bisa melihat-lihat lebih lama bagian produksi sebelum akhirnya memasuki ruangan kantor."Masuklah!" Laura meminta pada Olivia melewati pintu yang baru saja dibukakan oleh Armaya. Tanpa ragu Olivia melewati Laura dan menurut untuk masuk lebih dulu. Namun tiba-tiba Olivia tercengang saat melihat beberapa orang berpakaian rapi sudah duduk seperti menyambut k
Mau tak mau Olivia harus menuruti keinginan suaminya. Wanita itu sampai di depan bangunan pabrik milik keluarga Ellyas setelah diantar oleh Kim yang kembali menjemputnya sesudah mengantar Ronan ke kantor pusat perusahaan.Seperti instruksi Ronan, Olivia telah sampai lebih dulu hingga saat dia berdiri di depan gerbang, mobil hitam Laura berhenti di tempatnya menunggu."Selamat pagi, Bu." Olivia langsung menyapa ibu mertuanya begitu wanita itu turun dari kendaraannya.Laura menatapnya dengan dingin. Merasa bahwa dia tak memiliki janji untuk bertemu dengan menantunya itu."Apa yang kau lakukan di sini?""Hum... itu... aku...." Olivia tampak gugup. Dia tahu wanita paruh baya itu tak menyukainya. Namun dia bisa merasakan bahwa Laura tak pernah punya niat untuk berbuat jahat padanya."Ronan yang memintamu datang?" Laura seperti bisa membaca raut wajah gadis itu."Aku... ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, Bu. Aku... bersikap lancang dengan meninggalkan meja makan begitu saja."Laura
Ronan menarik sudut bibir. Kemudian memberikan kode pada asisten pribadinya. Kim mengerti, lalu mematuhi semua perintah majikannya."Pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi!" Ronan memberi titah dengan tegas.Gadis-gadis itu tampak ketakutan, lalu bergegas hendak keluar."Satu lagi!" Langkah mereka kemudian terhenti mendengar suara dingin itu dari Ronan. "Ucapkan terima kasih di masing-masing akun kalian atas makanan gratis yang kalian makan!"Ketiganya mengangguk dengan cepat. Lalu saling mendorong agar bisa keluar dari tempat itu dengan segera.Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya, lalu melirik ke arah istrinya."Selesaikan pekerjaanmu, Sayang. Aku tunggu di luar!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Sengaja membiarkan Olivia menjelaskan sendiri pada ke tiga rekannya semua tentang semua yang terjadi."Wanita itu tidak bisa menyangkal lagi bahwa aku ini suaminya, bukan?" Ronan tersenyum penuh percaya diri dari kursi penumpang di mobil mewahnya."Benar, Pak.
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku