Apa yang ditakutkan Alfa sepertinya akan menjadi kenyataan. Meski dari luar nenek dan Isabella tampak bisa menerima kehadiran Vellza, tapi instingnya berkata lain.
“Kenapa Tuan terlihat murung? Apakah karena kedatangan nenek lampir itu?”“Ck, kau tau sekali jalan pikiranku,” ucap Alfa spontan.Dia bahkan sedang membenarkan posisi duduknya. “Sebenarnya ketakutan itu bukan untukku, tapi untuk wanita itu!” Ucap Alfa sambil menunjuk kamera yang mengarah tepat ke bilik tempat Vellza bekerja.Meski saat ini Vellza terlihat biasa saja, tapi ketakutan Alfa cukup beralasan. Pasalnya dulu saat mereka merekayasa kematian Isabella, Alfa benar-benar masuk dalam perangkap nenek. Dia bahkan hampir depresi karena cinta pertamanya itu dikabarkan meninggal. Akan tetapi, semua hanyalah kebohongan karena ternyata itu hanyalah bagian dari skenario Nenek Alfa agar dapat membantu mewujudkan keinginan Isabella agar bisa menjadi model profesional. Isabella tidak sepolos penampilannya. Di luar terlihat tidak berdaya dan lemah, tetapi sesungguhnya dia penuh tipu muslihat.Di sisi lain, ada seseorang yang terluka di sini, bahkan nenek justru mengorbankan cucu semata wayangnya yaitu Alfa Mahendra.Devon cukup paham dengan ketakutan sahabatnya itu, karena dia pula yang berhasil membawa Alfa bangkit sampai menjadi dirinya sendiri dan sukses hingga saat ini. Maka dari itu, Devon cukup ahli membaca situasi.“Tuan, saya akan membuat perlindungan sendiri untuk mengamankan Nona Vellza. Tuan tidak perlu khawatir.”“Aku percayakan Vellza padamu. Jangan sampai ada yang berani melukainya, meski hanya seujung kuku.”“Siap, Tuan.”Hari itu pekerjaan kantor Vellza cukup padat. Sehingga dia sampai mengabaikan suaminya sendiri. Beruntung Alfa tidak ambil pusing. Selama Vellza sibuk secara otomatis dia tidak akan kepikiran tentang sang nenek.Sementara itu di sebuah apartemen mewah, kini Isabella sedang uring-uringan karena Alfa menolak panggilan telepon darinya.Nenek Alfa yang melihat cucu kesayangannya terluka tentu saja marah besar dan mencoba menenangkan Isabella.“Sayang, kamu tidak usah khawatir. Apapun keinginanmu maka akan terwujud. Lagipula gadis ingusan seperti Vellza bukanlah tandinganmu.”Isabella tampak tersenyum senang dan bergelayut manja di lengan sang nenek, “Nenek, nenek kan tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpa Alfa, jadi rasanya sangat sesak jika melihatnya bermesraan dengan wanita lain.”“Sudahlah, percayalah. Cepat atau lambat akan aku buat Alfa kembali bertekuk lutut padamu.”“Terima kasih, nenek.”Meskipun Vellza sedang sibuk, tapi pikirannya sedikit terganggu dengan pesan masuk yang baru saja diterima olehnya. Lagi dan lagi ibu tirinya kehabisan uang dan meminta uang kembali dalam jumlah yang lumayan besar.Raut cemas jelas terlihat di kelopak matanya. Rasanya ia ingin pergi ke dasar bumi agar ibunya tidak lagi menemukan keberadaannya.Saat Vellza sedang sibuk bermonolog, rupanya Nenek Alfa datang. Akan tetapi, Isabella tidak terlihat di sana. Raut wajahnya angkuh dan sama sekali tidak menoleh ke bilik Vellza.“Ah, kenapa aku jadi memikirkan Isabella? Tunggu dulu, bukankah Isabella itu adalah wanita yang tempo hari fotonya aku temukan di laci kerja Alfa? Jangan-jangan mereka ….”Vellza lantas menutup mulutnya rapat-rapat. Kini dia menyadari jika Alfa mungkin saja akan segera meninggalkan dirinya dan kembali pada Isabella. Lantas, setelah itu dia tidak akan merepotkannya kembali.Vellza berpikir jika Isabella telah kembali, maka dia tidak perlu melanjutkan pernikahannya dengan Alfa. Baru setelah itu meminta perceraian dan bekerja keras untuk membayar hutangnya nanti pada Alfa. Merasa jika idenya cemerlang, Vellza menjadi senyum-senyum sendiri. Devon yang kebetulan melewati bilik Vellza terpaksa berhenti dan menegurnya, “Nona, apakah Anda baru menang lotre? Kenapa sedari tadi terlihat senang sekali?”“Ha-ah, tentu saja tidak. Tuan Devon kebanyakan main Tip Top kali?”“Enggak, cuma menebak aja. Kalau pun salah itu artinya hanya kebetulan belaka.”Setelah memastikan Nyonya mudanya baik-baik saja, kini Devon memilih pergi. Di sisi lain, Vellza akan melanjutkan rencananya mendekatkan Alfa dan Isabella. Meski sejujurnya ia tidak sadar hal itu akan membuat Alfa semakin marah.Isabella merasa cemas karena neneknya belum juga kembali dan memberikan kabar padanya. Rasanya tangannya terlalu gatal dan ingin segera mencari keberadaan Alfa, tetapi ia sudah berjanji tidak akan bertindak secara gegabah.“Apakah rencana nenek akan berhasil?”Isabella tampak menggigit bibir bawahnya.Kedatangannya kembali pada kehidupan Alfa memang hanya untuk membalaskan sakit hatinya karena sang kekasih yang diperjuangkan justru membuangnya. Bahkan membuat Isabella kehilangan pekerjaannya. Hidupnya terlalu penuh skandal dan konflik sehingga terkadang membuat Alfa jengah. Hal itu sudah lama diselidiki olehnya, maka dari itu Alfa menolak tegas kehadiran Isabella.Di sisi lain lebih tepatnya di ruang CEO, nenek bersama Alfa sedang berdebat sengit. Keduanya saling mempertahankan egonya, sehingga sama sekali tidak menemukan titik temu.“Jika nenek hanya kembali untuk meminta hal itu, aku minta maaf karena tidak bisa memenuhi keinginan nenek.”“Alfa, apa yang kamu katakan! Bisa-bisanya kamu mengabaikan permintaan mendiang kakek Isabella. Kita sudah berhutang banyak pada keluarganya, masa menikahi cucunya saja kamu tidak mampu!”“Nek, aku sudah menikah dan aku tidak suka poligami!”“Kata siapa kamu nenek suruh poligami? Nenek hanya meminta kamu menikah dengan Isabella sesaat setelah akta perceraian kamu dengan Vellza keluar!”“Tidak akan pernah ada kata cerai di dalam kamus hidupku! Sekali menikah, maka itulah pasangan seumur hidupku!”“Alfa! Jaga sikapmu! Jangan menjadi kacang yang lupa akan kulitnya!”Alfa tampak menghela nafas. Mencoba mengatur pemikirannya agar tidak terlalu terpancing akan umpan yang diberikan oleh neneknya. Akan tetapi, tindakan neneknya sudah terlalu jauh.‘Seharusnya aku mengirimnya ke benua antartika agar tidak bisa kembali. Sekali kembali justru membawa masalah. Dasar nenek lampir tidak berguna!’ Bisik Alfa di dalam hatinya.Vellza yang kebetulan hendak mengantarkan dokumen ke ruangan Alfa, seketika mematung di depan pintu. Rasanya Vellza tak mampu mendapatkan cerita yang sebenarnya begitu menyiksa batin. “Kenapa Alfa bisa mencintaiku sedalam ini? Bukankah melupakan cinta pertama itu sangat sulit?”Perasaan Vellza semakin campur aduk, bahkan ia hampir saja menyenggol vas guci yang bernilai sangat fantastis. Lalu dengan cepat Vellza segera pergi ke balkon untuk menghirup udara segar sementara waktu.“Apakah ini yang dinamakan kebetulan?”“Di saat aku terpuruk, Alfa justru memberikan kenyamanan.”Vellza menatap langit-langit dari atas sana. Mencoba mencerna takdirnya. Hembusan nafas semakin terdengar tidak beraturan. Teriknya sinar matahari tak mengurangi keinginan Vellza untuk berlama-lama di sana.Kedatangan nenek Alfa memang untuk menghancurkan hubungan yang telah apa bangun dengan Vellza. Akan tetapi, ia tidak bisa mengetahui jika Alfa benar-benar mencintai istrinya saat ini.Vellza berdiri di balkon, menikmati udara segar sambil mencoba meredakan perasaannya yang campur aduk. Ia tak bisa tidak bertanya-tanya apakah ini semua hanya kebetulan belaka. Di saat Vellza sedang terpuruk, Alfa justru memberikan kenyamanan dan dukungan yang tak terduga. Ia menatap langit-langit, mencoba mencerna takdirnya. Nafasnya semakin tak beraturan, namun terik matahari tak mengurangi keinginannya untuk berlama-lama di sana.Kedatangan nenek Alfa seolah datang untuk menghancurkan hubungan yang telah terjalin antara Vellza dan Alfa. Namun, Vellza tak bisa memastikan apakah Alfa benar-benar mencintai istrinya saat ini. Ketidakpastian itu memberatkan hati Vellza, membuatnya terombang-ambing antara bertahan atau melepaskan.Saat angin lembut menyapu wajahnya, Vellza membuat keputusan. Ia akan menghadapi Alfa dan mencari kebenaran, meski mungkin itu akan menyakitkan. Percakapan yang akan datang akan menentukan arah hubungan mereka dan kebahagiaan Vellza sendiri.Dengan pandangan yang penuh tekad, Vellza melangkah kembali ke dalam ruangan, siap menghadapi apa pun yang menantinya. Tanpa ia sadari, seseorang telah memperhatikan sejak lama. Namun, Vellza sama sekali tidak terusik. Mungkin saja Vellza hanya fokus pada kelanjutan pernikahannya tanpa tahu jika sebenarnya keberadaannya saat ini mungkin saja terancam.“Kurang ajar! Berani sekali dia mengacaukan hubungan yang sudah lama tertulis jelas! Seharusnya dia sadar diri dan tidak membuat onar!”Pria itu menoleh pada pengawal di belakangnya, “Bereskan masalah ini secapatnya!”“Baik, Tuan. Dengan senang hati!”Ternyata orang itu adalah Kakek Alfa. Dia sengaja bersembunyi dan selalu mengawasi Alfa dari kejauhan. Akan tetapi, dia pula yang memilihkan Vellza sebagai calon istri Alfa tanpa sepengetahuan dirinya.Hal ini dilakukan untuk menjaga semua aset yang akan menjadi milik Alfa pada akhirnya. Dia begitu senang melihat perubahan signifikan yang ditujukan pada Vellza. Ternyata, diam-diam Alfa mulai perhatian pada Vellza.Saat ini, Kakek Alfa sangat tahu jika Vellza tidak akan mungkin bisa menyelesaikan masa lalu Alfa bersama Isabella. Maka dari itu dia memutuskan untuk ikut campur.“Kenapa lama sekali?” ucap sang kakek pada asistennya itu.“Maaf, Tuan. Tadi Tuan Alfa memberikannya banyak pekerjaan di kantor sehingga cukup sulit untuk membawanya kemari!”Vellza yang tidak paham dengan kondisi saat itu hanya bisa mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk karena ia takut salah dalam bersikap. Apalagi di perjalanan tadi Vellza sudah cukup banyak mendapatkan penjelasan dari a
Vellza yang ketakutan benar-benar menutup kedua matanya dengan rapat. Terlihat dia sangat ketakutan, tapi aroma mint yang ia hirup menyadarkan dirinya jika yang barusan ditabrak adalah Alfa."Astaga, maafkan aku, Alfa. Tadi aku ketakutan dan tidak tau harus bersikap apa ....”DegRupanya Alfa mengecup bibir Vellza yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Sorot mata tajam Alfa mampu menghipnotis Vellza dalam beberapa detik.“Bernafas bodoh!”Ucapan Alfa menyadarkan dia untuk tetap bernafas. Dengan bodohnya, Vellza menghirup udara sebanyak-banyaknya seolah takut kehilangan oksigen.‘Gadis nakal, rupanya kamu belum pernah ciuman? Seperti ini saja sudah tidak bernafas.’Dengan tanpa rasa bersalah, Alfa justru meninggalkan Vellza yang masih terbengong. Vellza merutuki sikapnya yang membiarkan Alfa mencuri ciuman pertamanya. Sialnya, Vellza justru mengusap bekas bibir Alfa yang tertinggal di bibirnya.‘Rasanya manis, apakah begini rasanya ciuman?’Sejena
Berbeda dengan Vellza yang merasa canggung, Alfa justru merasa tidak ada orang di dalam ruangan itu. Sehingga ia bebas melakukan apapun, seperti saat mandi yang mengharuskan seseorang tidak memakai pakaian meski sehelai benang. Di luar kamar Alfa, Isabella meraung-raung seperti orang gila. Posisinya masih berada di luar kamar Alfa. Dia merasa kedatangannya sama sekali tidak dihargai dan justru dihalangi oleh Devon sang asisten. Merasa kesal ia pun mencoba berteriak dan bersikap seolah-olah menjadi orang gila di sana. Tentu saja Alfa merasa tidak nyaman buru-buru menyelesaikan ritual mandinya. Sebelum keluar, salah satu tangan Alfa meraih jubah mandi lalu memakainya. Tidak lupa menyuruh Vellza untuk mandi di sana.“Cepatlah mandi! Aku tidak mau sekretarisku sampai telat datang kantor!”“Ck, bukankah kita sudah telat! Dasar bos omes!” Umpat Vellza kesal.Meskipun kesal, Vellza melakukan semua perintah suaminya itu. Lagipula saat ini ia sudah merasa nyaman, setida
“Asem!” Pekik Vellza tak tertahan.Bagaimanapun dia adalah wanita biasa yang punya jantung dan masih bernafas. Sehingga wajar jika Vellza kaget ketika Alfa tiba-tiba muncul di hadapannya. Alfa tergelak melihat mimik wajah Vellza yang sudah seperti bom atom siap meledak. Semerah kepiting rebus yang hendak disantap.“Bisa nggak sih, nggak usah ngagetin kayak gitu! Kayak setan aja!” Omel Vellza tak terkendali.“Wajah kamu lucu banget, tau!”Tanpa sadar Vellza menggembungkan pipinya dan sukses membuat Alfa tertawa lepas. Jika Alfa bahagia, hal yang sama juga dirasakan oleh Devon. Binar kebahagiaan terpancar jelas di wajah Alfa sehingga membuat Devon sangat bersyukur. Pada akhirnya sahabatnya bisa kembali seperti dulu dan memiliki kehidupan yang sewajarnya selayaknya manusia normal.Perubahan sikap dan perilaku Alfa terlihat jauh lebih baik setelah Alfa menikah dengan Vellza. Wanita pilihan sang kakek memang tidak pernah salah. Ditambah lagi latar belakang Vellza bukanlah dari keluarga ka
Saat Alfa dan Vellza melenggang masuk ke dalam perusahaan, mereka melihat neneknya yang murka. Namun, Alfa justru terlihat santai dan tenang dalam menghadapinya. Dia memahami bahwa neneknya mungkin masih merasa kesal dan tidak setuju dengan keputusannya untuk memperbaiki hubungan dengan Vellza.Devon yang berjalan mengekor di belakangnya hanya bisa terpaku, tetapi tidak mau bersikap sok tau sebelum Alfa memberikan perintah padanya. Devon pun mempercepat langkahnya agar tidak tertinggal sambil sesekali menoleh pada Nenek Alfa.Nenek Alfa mengepalkan tangannya, menunjukkan rasa kekesalannya, sementara Alfa tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh reaksi neneknya. Dia tahu bahwa ini adalah langkah yang dia yakini benar untuk dirinya dan Vellza. Dari dalam mobil yang terparkir di dekatnya, seorang lelaki tua tersenyum senang saat melihat kekesalan mantan istrinya. Dia merasa lega bahwa sang cucu tidak mewarisi kebodohan dan kesalahan di masa lalu mereka.
Meskipun Vellza merasa tidak nyaman dengan pandangan orang-orang dan gosip pernikahan antara Alfa dan Isabella, dia tidak membiarkan hal itu merusak kepercayaan dirinya. Dia memilih untuk tetap tenang dan menjaga sikap yang baik.Setelah isu kedekatan antara Vellza dan Alfa, rupanya masih ada gosip terbaru yaitu berita pernikahan antara Alfa dan Isabella yang dibawa oleh neneknya. Vellza semakin merasa tidak nyaman dengan pandangan orang-orang.Alfa sebenarnya merasa geram, Devon pun juga, tapi mereka ingin melihat sampai dimana Nenek Alfa bersikap. Isabella yang kembali populer satu step di atas Vellza begitu senang karena akhirnya bisa menang.Sementara itu, Alfa dan Devon merasa geram dengan sikap nenek Alfa yang terus mempertegas isu pernikahan tersebut. Mereka berdua memutuskan untuk menghadapi situasi ini dengan sabar dan melihat sampai sejauh mana nenek Alfa akan bersikap.Kali ini Isabella meminta Vellza untuk bertemu dan makan siang bersama. Meskipun Vellza ada banyak keraguan
Meskipun Isabella sudah meminta maaf, entah mengapa masih ada yang mengganjal di dalam hati. Rasanya ada sesuatu yang sedang menantinya di depan sana.“Kenapa aku merasa jika Isabella tidak tulus dan masih merencanakan hal buruk lagi?” gumam Vellza sambil berjalan menuju kantin.Vellza yang merasa lapar lebih memilih untuk pergi ke kantin. Sementara Alfa dan neneknya masih berada di ruangan Isabella untuk menunggunya. Mereka masih merasa tidak bisa meninggalkan Isabella karena selama ia berada di Indonesia akan menjadi tanggung jawabnya.Entah mengapa ketika Vellza berada di ruangan Isabella hatinya terasa panas. Terlebih melihat Alfa sangat perhatian pada Isabella membuat jantungnya hampir meledak. Perasaannya menjadi cemas dan seperti ingin marah-marah saat melihat tangan Alfa bersentuhan dengan tangan Isabella. Meskipun begitu Vellza menampik perasaannya karena ia merasa jika itu hanya halusinasinya saja. Padahal kenyataannya Vellza memang cem
Setelah mengalami kecelakaan, dengan terpaksa Vellza harus dirawat di rumah sakit. Meskipun lukanya tidak seberapa, tetapi Alfa menginginkan pengobatan yang terbaik untuk Vellza dan bersikeras memaksanya tinggal.“Kalau sakit, kenapa justru ngotot untuk ceoat keluar dari rumah sakit?”‘Ya, suka-suka gue, lah. Memangnya kamu siapa gue?’ ucap Vellza di dalam hatinya.Sementara itu Alfa yang baru selesai rapat, masih terlihat mimik wajah serius di sana sedang menatapnya tajam.“Kenapa diam? Masih suka menyanggah dan keras kepala?”Tentu saja hati Vellza bersungut-sungut akan hal itu. Bukannya kata sayang atau ucapan perhatian, ia justru mendapatkan tekanan batin.Beruntung Devon datang tepat waktu dan bisa mencairkan suasana. Alfa sebenarnya sangat khawatir pada Vellza, sayang ia tidak bisa berucap halus padanya. Apalagi beban pikirannya terlalu dalam dan tidak ada tempat berbagi sama seperti di saat Vellza sehat.Jika Vellza merasa uring-uringan karena Alf