Share

Part 7. CINTA DAN KESETIAAN

Apa yang ditakutkan Alfa sepertinya akan menjadi kenyataan. Meski dari luar nenek dan Isabella tampak bisa menerima kehadiran Vellza, tapi instingnya berkata lain.

“Kenapa Tuan terlihat murung? Apakah karena kedatangan nenek lampir itu?”

“Ck, kau tau sekali jalan pikiranku,” ucap Alfa spontan.

Dia bahkan sedang membenarkan posisi duduknya. “Sebenarnya ketakutan itu bukan untukku, tapi untuk wanita itu!” Ucap Alfa sambil menunjuk kamera yang mengarah tepat ke bilik tempat Vellza bekerja.

Meski saat ini Vellza terlihat biasa saja, tapi ketakutan Alfa cukup beralasan. Pasalnya dulu saat mereka merekayasa kematian Isabella, Alfa benar-benar masuk dalam perangkap nenek. Dia bahkan hampir depresi karena cinta pertamanya itu dikabarkan meninggal. Akan tetapi, semua hanyalah kebohongan karena ternyata itu hanyalah bagian dari skenario Nenek Alfa agar dapat membantu mewujudkan keinginan Isabella agar bisa menjadi model profesional. Isabella tidak sepolos penampilannya. Di luar terlihat tidak berdaya dan lemah, tetapi sesungguhnya dia penuh tipu muslihat.

Di sisi lain, ada seseorang yang terluka di sini, bahkan nenek justru mengorbankan cucu semata wayangnya yaitu Alfa Mahendra.

Devon cukup paham dengan ketakutan sahabatnya itu, karena dia pula yang berhasil membawa Alfa bangkit sampai menjadi dirinya sendiri dan sukses hingga saat ini. Maka dari itu, Devon cukup ahli membaca situasi.

“Tuan, saya akan membuat perlindungan sendiri untuk mengamankan Nona Vellza. Tuan tidak perlu khawatir.”

“Aku percayakan Vellza padamu. Jangan sampai ada yang berani melukainya, meski hanya seujung kuku.”

“Siap, Tuan.”

Hari itu pekerjaan kantor Vellza cukup padat. Sehingga dia sampai mengabaikan suaminya sendiri. Beruntung Alfa tidak ambil pusing. Selama Vellza sibuk secara otomatis dia tidak akan kepikiran tentang sang nenek.

Sementara itu di sebuah apartemen mewah, kini Isabella sedang uring-uringan karena Alfa menolak panggilan telepon darinya.

Nenek Alfa yang melihat cucu kesayangannya terluka tentu saja marah besar dan mencoba menenangkan Isabella.

“Sayang, kamu tidak usah khawatir. Apapun keinginanmu maka akan terwujud. Lagipula gadis ingusan seperti Vellza bukanlah tandinganmu.”

Isabella tampak tersenyum senang dan bergelayut manja di lengan sang nenek, “Nenek, nenek kan tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpa Alfa, jadi rasanya sangat sesak jika melihatnya bermesraan dengan wanita lain.”

“Sudahlah, percayalah. Cepat atau lambat akan aku buat Alfa kembali bertekuk lutut padamu.”

“Terima kasih, nenek.”

Meskipun Vellza sedang sibuk, tapi pikirannya sedikit terganggu dengan pesan masuk yang baru saja diterima olehnya. Lagi dan lagi ibu tirinya kehabisan uang dan meminta uang kembali dalam jumlah yang lumayan besar.

Raut cemas jelas terlihat di kelopak matanya. Rasanya ia ingin pergi ke dasar bumi agar ibunya tidak lagi menemukan keberadaannya.

Saat Vellza sedang sibuk bermonolog, rupanya Nenek Alfa datang. Akan tetapi, Isabella tidak terlihat di sana. Raut wajahnya angkuh dan sama sekali tidak menoleh ke bilik Vellza.

“Ah, kenapa aku jadi memikirkan Isabella? Tunggu dulu, bukankah Isabella itu adalah wanita yang tempo hari fotonya aku temukan di laci kerja Alfa? Jangan-jangan mereka ….”

Vellza lantas menutup mulutnya rapat-rapat. Kini dia menyadari jika Alfa mungkin saja akan segera meninggalkan dirinya dan kembali pada Isabella. Lantas, setelah itu dia tidak akan merepotkannya kembali.

Vellza berpikir jika Isabella telah kembali, maka dia tidak perlu melanjutkan pernikahannya dengan Alfa. Baru setelah itu meminta perceraian dan bekerja keras untuk membayar hutangnya nanti pada Alfa. Merasa jika idenya cemerlang, Vellza menjadi senyum-senyum sendiri. Devon yang kebetulan melewati bilik Vellza terpaksa berhenti dan menegurnya, “Nona, apakah Anda baru menang lotre? Kenapa sedari tadi terlihat senang sekali?”

“Ha-ah, tentu saja tidak. Tuan Devon kebanyakan main Tip Top kali?”

“Enggak, cuma menebak aja. Kalau pun salah itu artinya hanya kebetulan belaka.”

Setelah memastikan Nyonya mudanya baik-baik saja, kini Devon memilih pergi. Di sisi lain, Vellza akan melanjutkan rencananya mendekatkan Alfa dan Isabella. Meski sejujurnya ia tidak sadar hal itu akan membuat Alfa semakin marah.

Isabella merasa cemas karena neneknya belum juga kembali dan memberikan kabar padanya. Rasanya tangannya terlalu gatal dan ingin segera mencari keberadaan Alfa, tetapi ia sudah berjanji tidak akan bertindak secara gegabah.

“Apakah rencana nenek akan berhasil?”

Isabella tampak menggigit bibir bawahnya.

Kedatangannya kembali pada kehidupan Alfa memang hanya untuk membalaskan sakit hatinya karena sang kekasih yang diperjuangkan justru membuangnya. Bahkan membuat Isabella kehilangan pekerjaannya. Hidupnya terlalu penuh skandal dan konflik sehingga terkadang membuat Alfa jengah. Hal itu sudah lama diselidiki olehnya, maka dari itu Alfa menolak tegas kehadiran Isabella.

Di sisi lain lebih tepatnya di ruang CEO, nenek bersama Alfa sedang berdebat sengit. Keduanya saling mempertahankan egonya, sehingga sama sekali tidak menemukan titik temu.

“Jika nenek hanya kembali untuk meminta hal itu, aku minta maaf karena tidak bisa memenuhi keinginan nenek.”

“Alfa, apa yang kamu katakan! Bisa-bisanya kamu mengabaikan permintaan mendiang kakek Isabella. Kita sudah berhutang banyak pada keluarganya, masa menikahi cucunya saja kamu tidak mampu!”

“Nek, aku sudah menikah dan aku tidak suka poligami!”

“Kata siapa kamu nenek suruh poligami? Nenek hanya meminta kamu menikah dengan Isabella sesaat setelah akta perceraian kamu dengan Vellza keluar!”

“Tidak akan pernah ada kata cerai di dalam kamus hidupku! Sekali menikah, maka itulah pasangan seumur hidupku!”

“Alfa! Jaga sikapmu! Jangan menjadi kacang yang lupa akan kulitnya!”

Alfa tampak menghela nafas. Mencoba mengatur pemikirannya agar tidak terlalu terpancing akan umpan yang diberikan oleh neneknya. Akan tetapi, tindakan neneknya sudah terlalu jauh.

‘Seharusnya aku mengirimnya ke benua antartika agar tidak bisa kembali. Sekali kembali justru membawa masalah. Dasar nenek lampir tidak berguna!’ Bisik Alfa di dalam hatinya.

Vellza yang kebetulan hendak mengantarkan dokumen ke ruangan Alfa, seketika mematung di depan pintu. Rasanya Vellza tak mampu mendapatkan cerita yang sebenarnya begitu menyiksa batin. “Kenapa Alfa bisa mencintaiku sedalam ini? Bukankah melupakan cinta pertama itu sangat sulit?”

Perasaan Vellza semakin campur aduk, bahkan ia hampir saja menyenggol vas guci yang bernilai sangat fantastis. Lalu dengan cepat Vellza segera pergi ke balkon untuk menghirup udara segar sementara waktu.

“Apakah ini yang dinamakan kebetulan?”

“Di saat aku terpuruk, Alfa justru memberikan kenyamanan.”

Vellza menatap langit-langit dari atas sana. Mencoba mencerna takdirnya. Hembusan nafas semakin terdengar tidak beraturan. Teriknya sinar matahari tak mengurangi keinginan Vellza untuk berlama-lama di sana.

Kedatangan nenek Alfa memang untuk menghancurkan hubungan yang telah apa bangun dengan Vellza. Akan tetapi, ia tidak bisa mengetahui jika Alfa benar-benar mencintai istrinya saat ini.

Vellza berdiri di balkon, menikmati udara segar sambil mencoba meredakan perasaannya yang campur aduk. Ia tak bisa tidak bertanya-tanya apakah ini semua hanya kebetulan belaka. Di saat Vellza sedang terpuruk, Alfa justru memberikan kenyamanan dan dukungan yang tak terduga. Ia menatap langit-langit, mencoba mencerna takdirnya. Nafasnya semakin tak beraturan, namun terik matahari tak mengurangi keinginannya untuk berlama-lama di sana.

Kedatangan nenek Alfa seolah datang untuk menghancurkan hubungan yang telah terjalin antara Vellza dan Alfa. Namun, Vellza tak bisa memastikan apakah Alfa benar-benar mencintai istrinya saat ini. Ketidakpastian itu memberatkan hati Vellza, membuatnya terombang-ambing antara bertahan atau melepaskan.

Saat angin lembut menyapu wajahnya, Vellza membuat keputusan. Ia akan menghadapi Alfa dan mencari kebenaran, meski mungkin itu akan menyakitkan. Percakapan yang akan datang akan menentukan arah hubungan mereka dan kebahagiaan Vellza sendiri.

Dengan pandangan yang penuh tekad, Vellza melangkah kembali ke dalam ruangan, siap menghadapi apa pun yang menantinya. Tanpa ia sadari, seseorang telah memperhatikan sejak lama. Namun, Vellza sama sekali tidak terusik. Mungkin saja Vellza hanya fokus pada kelanjutan pernikahannya tanpa tahu jika sebenarnya keberadaannya saat ini mungkin saja terancam.

“Kurang ajar! Berani sekali dia mengacaukan hubungan yang sudah lama tertulis jelas! Seharusnya dia sadar diri dan tidak membuat onar!”

Pria itu menoleh pada pengawal di belakangnya, “Bereskan masalah ini secapatnya!”

“Baik, Tuan. Dengan senang hati!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status