Share

Kecurigaan Tetangga

Tania menghela nafasnya, waktu itu dia juga sama seperti Marni saat ada senior baik yang akan meninggalkan dunia gelap ini untuk menikah. Ia paham betul apa yang dirasakan Marni saat ini. Tania memeluk Marni meyakinkan semuanya akan baik-baik saja. Kelak Marni juga akan menemukan seorang pangeran tampan yang akan mengeluarkannya dari lembah hitam ini.

"Marni tenanglah. Aku memang akan pergi dari sini. Kau masih bisa bertemu denganku karena aku masih tinggal di kota ini," ucap Tania menghibur Marni.

"Tapi kenapa hatiku menjadi resah ketika mendengar kau akan keluar dari lembah hitam ini?" ucap Marni.

Tania tersenyum karena Marni akan kehilangan sosok yang mampu membuatnya nyaman dan melindunginya sama seperti Tania waktu dulu.

"Suatu hari nanti akan ada giliranmu untuk meninggalkan tempat ini," ucap Tania.

"Tapi masih lama sekali Tania," jawab Marni.

"Sudah jangan memikirkan hal yang tidak-tidak karena hari ini kita gajian. Aku akan mengantarmu jalan-jalan sekaligus mengirim uang untuk ibumu di desa," ajak Tania.

Marni sampai lupa kalau hari ini tanggal gajian. Pantes sekali ponselnya dari tadi tidak berhenti berdering sama sekali. Pasti itu dari ibunya yang menanyakan sudah transfer uang belum. 

Maklumlah ibunya jarang sekali memegang uang banyak. Mungkin beliau di kampung sudah memesan barang dan membayarnya mengandalkan uang kiriman Marni.

"Ya ampun Tania aku sampai lupa. Pantas saja ponsel dari tadi berdering aku sengaja tak mengangkatnya sih," ucap Marni.

"Cepat mandi dan ganti baju aku tunggu kau di kamarku ya," balas Tania.

Marni menelpon ibunya sebelum berangkat mengirim uang. Cepat sekali ibunya mengangkat telepon lalu langsung to the point menanyakan uang transferan dari anaknya.

"Marni hari ini tanggal gajian kamu 'kan. Jangan dipakai foya-foya uangnya kirim ibu untuk beli beras dan memperbaiki rumah!" seru ibu Marni tanpa basa-basi.

"Iya bu memang Marni mau kirim kok buat ibu tapi tidak banyak ya. Marni juga butuh uang di sini buat kebutuhan sehari-hari. Bayar kontrakan, kalau nggak ada uang di kota besar ini mau minta sama siapa?" tanya Marni pada ibunya.

Marni memang tinggal di asrama tidak memikirkan biaya sewa tempat, listrik juga makanan sehari-hari. Tapi ibunya sungguh keterlaluan beberapa bulan ini sering menelpon pas tanggal gajian Marni.

Memangnya hidup di kota besar bisa selalu enak seperti yang mereka bayangkan. Jika nanti Marni mengirmkan uang yang banyak terus pada ibunya bagaimana bisa ia menabung sendiri.

"Tapi ibu sudah pesan kulkas di toko elektronik depan sekolahan itu loh Marni. Masa kamu tega biarin ibu malu di kampung. Sudah di telpon dari pagi kamu nggak angkat-angkat kemana sih Marni," jawab ibunya.

"Beli kulkas yang murah saja. Yang satu jutaan saja. Marni hanya mampu mengirim uang ibu sejumlah itu. Tidak bisa lebih." sahut Marni kesal.

"Jangan buat ibu malu Marni. Ibu sudah janji hari ini mau bayar!" seru ibunya Marni.

"Salah ibu sendiri pesan kulkas tapi tidan tahu kemampyan keuangan sendiri. Marni hanya mampu kirim satu juta saja. Tidak bisa menambahi karena Marni juga butuh hidup di sini bu," jawab Marni.

Marni mematikan telepon dia tidak akan pernah memberikan uang lebih sekarang pada ibunya. Karena selama beberapa bulan Marni bekerja ibunya tak pernah bertanya kabar tapi malah selalu meminta uang. 

Apakah ibunya pikir Marni banyak uang dengan tinggal di kota. Kesal juga Marni dengan sikap ibunya yang tidak masuk akal itu. Sekarang Marni harus tega pada ibunya. Dia juga harus punya tabungan untuk masa depannya.

"Sudah siap Marni?" tanya Tania yang sudah rapi.

"Maaf aku baru saja selesai ganti baju. Biasalah tadi aku habis menelpon ibu dan ada sedikit perdebatan panjang di antara kami," jawab Marni.

"Ya sudah itu sudah biasa pasti ibumu mengira kau punya uang banyak ya. Yang punya uang banyak mah madam Gisel bukan kita," ucap Tania.

Mereka sudah siap dan berjalan keluar asrama untuk jalan-jalan mereka menuju sebuah pusat perbelanjaan di pusat ibu kota.

Marni asyik merefresh otaknya dengan jalan-jalan di mall. Sedangkan di desa ibunya menjadi bahan pergunjingan warga.

"Heh lihat ibunya Marni setiap bulan belanja barang mewah. Televisi, mesin cuci, aku dengar sekarang dia lagi beli kulkas baru," ucap tetangga Marni.

"Betul sekarang hutang-hutangnya sudah lunas di warung saya," balas tetangga yang satunya.

"Kerjanya apa sih itu Marni di ibu kota?" tanya tetangga satunya lagi.

Mereka asyik merumpi tak lama ibunya Marni sampai rumah dengan becak. Di belakangnya motor kurir pembawa kulkas kecil. Ibunya Marni senang mempunyai kulkas baru di rumahnya. 

Ibu-ibu itu mendekat dan langsung bertanya darimana ibunya Marni berbelanja kulkas.

"Beli kulkas baru nih bu. Kok kecil sih tanggung amat. Kenapa nggak beli yang gede sekalian?" tanya tetangga.

"Uangnya hanya cukup buat beli yang kecil bu. Nggak apa-apa sih yang penting 'kan kegunaannya ya," jawab ibunya Marni.

"Beli dari mana bu. Kok ada kulkas kecil imut begini?" tanya tetangga lagi.

"Di toko elektronik depan sekolahan itu loh bu," jawab ibunya Marni.

Para tetangga ibunya Marni sudah tak tahan ingin bergosip lebih lama lagi. Mereka langsung mencetuskan Marni itu kerja apa. Belum ada setahun tapi sudah mengirim uang banyak-banyak begini. 

Beli barang mewah kalau tinggal di desa kelihatannya. Mereka bahkan tidak percaya kalau Marni hanya bekerja sebagai penyanyi kafe.

"Aku mah nggak percaya kalau gaji penyanyi kafe itu besar," ucap tetangga Marni.

"Ibu percaya kalau Marni hanya jadi penyanyi kafe?" tanya tetangga Marni.

"Ibu-ibu pada kenapa sih. Dari dulu Marni kan hanya bisa bernyanyi. Ibu-ibu juga tahu Marni sudah menjadi penyanyu yang cukup populer di desa ini. Kenapa kalian curiga sekarang anak saya berbohong soal pekerjaannya?" tanya ibunya Marni.

Para tetangga Marni masih tak percaya kalau Marni hanya bekerja sebagai penyanyi Kafe saja. Menangnya di kota tidak butuh makan dan bayar sewa tempat tinggal bisa mengirim uang banyak setiap bulannya.

"Kamu tuh harusnya mikir kalau memang gaji besar. Biaya hidup di kota itu besar juga. Anakmu selalu mengirim uang dalam jumlah besar sampai bisa merenovasi rumah. Emang cukup uangnya di kota untuk sebulan?" tanya tetangga.

"Marni nggak pernah ngeluh kok bu saya minta uang berapa banyak pun. Mungkin ya cukup uangnya sampai gajian bulan depannya lagi," ucap ibunya Marni.

Kecurigaan tetangga Marni semakin menjadi-jadi dengan jawaban ibunya Marni yang seakan Marni ini mendapatkan uang secara tidak benar. Semua juga pernah kerja di kota besar pernah ngalami susahnya mengatur uang di kota besar tersebut. Jawaban ibu Marni yang mengatakan seolah Marni bekerja instan mendapatkan uang menimbukan banyak pertanyaan di kepala para tetangga.

"Yakin anak ibu hanya penyanyi kafe saja. Masa sih gaji penyanyi kafe banyak sekali?" tanya tetangga Marni.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status