Di dalam Ruangan pribadinya yang dibuat khusus untuk menerima tamu seorang Sultan, Mami Siska menatap Pria di hadapannya dengan tanpa berkedip.
Pria yang duduk tanpa ekspresi itu menatap jengah Mami Siska yang melihatnya tanpa berkedip itu. Setelan jas mewah merk ternama yang Pria itu kenakan jelas menunjukkan status sosialnya yang tinggi. Rahang kuat dan rambut yang selalu rapih dan klimis membuat aura ketampanannya semakin mempesona. Jambang serta tubuhnya yang kekar altetis menggambarkan betapa jantan dan gagahnya seorang William Massimmo. "Eh... Suatu kehormatan bagi saya, karena kedatangan tamu Sultan ke kediaman saya." celetuk Mami Siska setelah beberapa saat hanya saling tatap. "Saya kemari hanya ingin mengambil milik saya yang sudah kamu curi!" Suara bariton yang terdengar dingin itu sebenernya membuat bulu kuduk Mami Siska merinding. Aura kekejaman jelas kentara dalam suara bariton itu. "Sa..saya mencuri? Maaf, walaupun saya bekerja seperti ini tapi saya bukan seorang pencuri." Braakkk... William menggebrak meja dengan keras, jawaban santai dan arogan dari Mami Siska membuatnya muak. "Wanita itu!" William mengepalkan tangan kanannya dan menggeram. "Wanita yang kalian culik semalam, cepat berikan dia padaku!" Seolah tidak takut, Mami Siska justru menyulut rokoknya dan menyesapnya, lalu menghembuskan asapnya. "Barang baru yang anak buah saya dapat semalam itu barang yang sangat bagus!" Mami Siska lanjut menghirup puntung rokoknya. "Tentu ada harga yang sangat mahal untuk itu!" "Berapa?" Tanpa memikirkan terlebih dahulu, William langsung ke inti permasalahannya agar masalah segera selesei. "Cepat katakan! Berapa yang kamu inginkan?" Tegas William dengan sengit. "1 milyar, lalu kamu bebas bawa wanita itu sekarang juga!" William menarik nafas dengan dalam, lalu menyuruh asisten pribadinya Arnold untuk membuatkan sebuah cek senilai 1 milyar untuk Mami Siska. Merasa menang, mata Mami Siska terlihat begitu berbinar karena menerima Cek senilai 1 milyar. Ceklek.. pintu terbuka, Diva datang bersama dengan Selena. Kedua mata Selena di tutup oleh sebuah kain berwarna hitam. Kedua tangannya di ikat, namun kecantikannya masih terlihat. Sejenak William menatap wanita muda itu dengan tatapan datar. "Bawalah wanita itu, kini dia menjadi milikmu." Seloroh Mami Siska tanpa memalingkan wajahnya dari Cek yang baru dia terima. Selena mencoba menatap seseorang yang terdengar langkah kakinya mendekatinya. Pandangannya samar dan tidak jelas. Pria itu berjalan melewatinya begitu saja, namun aroma parfum mewahnya yang wangi menusuk indra penciuman Selena. "Hai Nona Selena, Saya Arnold, asisten pribadi dari Tuan William," Arnold segera memegang lengan Selena lalu berbisik. "Sekarang Anda bisa pergi dari tempat ini dan ikut dengan kami." Selena mengikuti langkah Pria yang menariknya. Tanpa ada dialog apapun. Tiba-tiba Selena menghentikan langkah kakinya, tentu Arnold juga terpaksa harus berhenti juga. "Anda akan membawa saya kemana?" Cicit Selena mulai takut. Semalam dia tiba-tiba di culik oleh mucikari, sekarang dia entah akan di bawa oleh siapa dan kemana. "Tenanglah Nona, saat ini Anda sudah aman." Mendengar jawaban itu, Selena menjadi sedikit lebih tenang. "Tapi tolong lepaskan ikatan tangan saya dan juga lepaskan penutup mata saya, Pak." "Untuk hal itu, saya tidak bisa. Bos yang memintanya." "Kenapa? Saya tidak akan kabur." Arnold kembali mengatakan kepada Selena dengan hormat. "Saran saya, ikuti saja saya dan jangan banyak bertanya. Nona nanti akan tahu sendiri." Seolah paham maksud dari ucapan Arnold, Selena kembali berjalan mengikuti Arnold. Memasuki sebuah mobil berwarna hitam yang sudah menunggu mereka. Kali ini, Selena di biarkan duduk di kursi depan, aroma parfum maskulin yang dia cium di dalam ruangan tadi kembali ia cium. Pria itu sepertinya duduk tepat di kursi belakang Selena. Hening tidak ada percakapan apapun. Sampai beberapa waktu mobil itu memasuki sebuah gedung Apartemen yang cukup mewah. Ketika Arnold selesei memarkirkan mobilnya, Selena mencoba kembali untuk berbicara pada Arnold. "Pak Arnold, bisakah kau melepaskan ikatan di tangan dan penutup mataku?" "Tidak!" Suara bariton itu terdengar dari belakang Selena. "Tetap gunakan itu sampai saya perintahkan untuk melepasnya!" Merasa takut dengan suara tegas itu, Selena menjawab dengan anggukan. William lantas turun dari mobil dan menuju ke lift khusus penghuni apartemen. "Mari Nona, saya bantu," Arnold mencoba membantu Selena untuk berjalan. Lift membawa mereka ke lantai 7 gedung itu. Ting.. mereka sampai di lantai tujuan. "Arnold, pulanglah, sampai ketemu di kantor besok!" titah William tanpa basa-basi dan langsung di patuhi oleh Arnold. Kini tinggallah William dan Selena berdua, mereka berjalan menyusuri koridor apartemen, Selena dengan susah payah dan perlahan mengikuti William. Mereka berdua lalu memasuki Apartemen yang yang cukup mewah itu. Tiba-tiba William mencengkram kuat lengan Selena dan menghempaskannya ke sofa berwarna ivory. "Aww..." Selena meringis karena kakinya terbentur kaki meja. William mendekati Selena lalu menarik penutup matanya. Pandangan Selena sudah jelas, Pria tampan dan matang namun tanpa senyuman itu tengah berdiri di hadapannya. "Kamu wanita itu?" tanya Wiliam datar. Sementara Selena mencerna apa maksud dari William lalu menganggukkan kepala. "Kamu tentu sudah tahu siapa Saya dari teman kamu itu!" William berjalan lalu duduk di sofa berhadapan dengan Selena. "Satu tahun. Aku butuh jasamu selama satu tahun." Tanpa basa basi apapun, William langsung mengatakan tujuannya. "Satu tahun, bagaimana Pak?" Sejurus kemudian, William mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. "Bacalah ini, disana ada sebuah perjanjian yang akan saling menguntungkan bagi kita." Selena memberikan kode, dia tidak bisa mengambil kertas itu karena tangannya masih terikat. William dengan berdecak kesal membantu Selena melepaskan ikatan tali itu. Kertas itu Selana ambil lalu ia baca dengan seksama. Disana tertulis sebuah perjanjian, jika Selena harus bisa melahirkan anak untuk William dalam waktu satu tahun. Kedua mata Selena membelalak, bagaimana tidak, temannya Lily hanya bilang dia akan menjadi Sugar Baby untuk seseorang, bukannya melahirkan anak. "i...ini apa maksudnya? Melahirkan anak?" seru Selena tergagap. "Apa kamu bo doh! Sudah jelas disana kamu harus melahirkan anak untukku dalam waktu satu tahun." "Bukahkah Aku hanya akan menjadi Sugar Baby saja? Itu yang temanku katakan." Kedua mata elang William menatap Selena dengan tajam seolah menghakiminya. "Jika kamu menolak, maka pergi dari sini!" Bukan William jika harus menghiba atau memohon pada seseorang. Jika orang tersebut tidak mau, maka dia boleh pergi. Selena mulai bimbang, dirinya belum siap jika harus mengandung. Tapi di sisi lain, dalam kontrak tersebut di sebutkan jika pihak kedua yaitu Selena berhak meminta uang dalam jumlah berapapun yang dia inginkan. 10 milyar harus dia dapatkan segera untuk melunasi hutang-hutang kepada rentenir itu. "Baiklah, Aku setuju dengan perjanjian kontrak ini."William datang dengan terpaksa ke rumah yang sudah di sediakan oleh Mark untuk menjadi tempat tinggal Brenda dan juga dirinya.Awalnya memang William tidak ingin bersama Brenda tetapi Charles terus mendesaknya hingga akhirnya terpaksa William datang. "Aku disini sekarang! Kamu ingin aku melakukan apa lagi, hah?" tanya William. "Apakah kamu harus melaporkan kepada Ayahku jika ingin melakukan malam pertama bersamaku?" Brenda tetap bersikap tenang dengan duduk di sofanya. "Bukankah seharusnya pengantin baru menghabiskan malam pengantinnya bersama? Lagipula kamu sudah bilang kepada Selena akan pergi ke luar kota selama 7 hari." "Tapi aku tidak sanggup walau sehari saja bersamamu, Brenda!" "It's okay. Lama-lama kamu akan terbiasa bersama dengan diriku, Wil." Brenda beranjak berniat untuk mendekati William dengan langkah dan liukan tubuh yang menggoda. Brenda berusaha merayu William dengan membuka kancing baju bagian atasnya. Tetapi William tetap saja datar menatapnya. "Bukankah mala
Seminggu sudah dengan cepat berlalu, kini pernikahan William dan Brendan yang telah di rencanakan oleh keluarga William maupun Brenda akan segera berlangsung. Pernikahan diam-diam tanpa sepengetahuan dari Selena, hati William sebenarnya sangat sakit ketika harus membohongi istrinya seperti ini. Brenda positif hamil, setelah memastikan kehamilannya dengan menggunakan alat tes kehamilan ataupun pemeriksaan kandungan. William tidak bisa mengelak lagi selain menuruti kemauan Brenda untuk menikahinya, desakan orangtuanya pun turut andil dalam keputusan besar ini. "Kamu sudah siap bukan dengan segala konsekuensi menjadi istri kedua! Jangan sekali-kali kamu mengungkapkan hubungan kita kepada istriku, Selena!" Bisikan lirih William di telinga Brenda nampak seperti sebuah ancaman, Brenda tersenyum getir, sedetik yang lalu dia sangat merasakan bahagia karena bisa menikah dengan William.Tetapi pria itu merusak kebahagiaan dengan mengingatkan status yang kan di sandangnya nanti, istri kedua
Mobil hitam itu melaju dengan begitu kencang saat William menginjakkan pedal gas jauh lebih dalam. Pikiran William benar-benar sangat kacau kali ini, situasi yang sama sekali tidak William harapkan ataupun terfikirkan, dia akan menduakan istri tercintanya. "Arrghhh..." pekik William dengan menambah lagi kecepatan laju mobilnya. Muka William memerah, rasanya dia hendak meledak namun harus tetap bertahan. Mobil yang William kendarai entah menuju kemana, tidak tahu arah yang dituju William hanya menuruti perasaannya. Jika bisa kabur, dia akan pergi jauh bersama Selena untuk hidup bahagia bersama hanya berdua saja. Tetapi tanggung jawabnya sebagai pewaris tunggal, membuat William berat mengambil jalan itu, ada nama baik keluarga yang harus dia jaga. Perlahan Mobil hitam Mercedes maybach itu William hentikan di pinggir jalan tol tempat rest area. Memukul kemudi untuk meluapkan kekesalannya dan juga kemarahannya. Masalah demi masalah yang menimpanya membuat hatinya tert
"Aku akan menjadi istri keduamu secara diam-diam tanpa Selena tahu, Wil." Ucapan Brenda yang tiba-tiba membuat semua orang di dalam ruangan itu terkejut dan menatap semua ke arah Brenda. "What? No!" seru Mark sangat tidak setuju dengan pemikiran putrinya. "Tidak! Pemikiran macam apa itu, Brenda?" Celetuk William tak kalah terkejut. "Pikirkan baik-baik Brenda, ini menyangkut masa depanmu," Charles mencoba untuk mengingatkan akan setiap resiko di waktu yang akan datang untuk setiap keputusan yang dia ambil. "Kamu masih menolakku Wil? Ketika aku bahkan meminta untuk menjadi istri simpananmu?" Brenda berkata dengan menatap penuh kesedihan kepada William. "Aku.." Chalres segera memegang tangan William agar tidak mengatakan apapun lagi. Melihat Brenda yang memiliki kelas sosial dan martabat tinggi sudah sangat merendahkan dirinya dengan mau menjadi istri simpanan. Cinta memang buta, akan melakukan apapun untuk mendapatkannya asal bisa bersama orang yang di cintai. "W
Dengan langkah tegap William menuju restoran japanese, tempat dimana dia memiliki janji dengan Brenda. "Tuan William, tamu Anda sudah menunggu di ruangan privat VVIP," sapa pelayan dengan sangat ramah."Baik, terimakasih."William segera masuk begitu pintu terbuka William pun terpaku ketika melihat yang datang ke acara pertemuan itu bukan hanya Brenda melainkan Charles dan juga Mark ada di sana."Ayah? Om Mark?" lirih William dengan keterkejutannya."Surprise!" teriak Brenda sembari merentangkan kedua tangannya.Segera William menutup pintu agar orang lain tidak mendengar percakapan mereka, ruangan itu khusus dan sangat privat, kedap suara sehingga orang dari luar tidak akan tahu apa yang mereka bicarkan."Apa-apaan ini, Brenda? Bukankah hanya kita yang akan bertemu!" cecar William."Kenapa Wil? Kamu tidak suka jika Om dan Ayahmu ada disini?" Mark berkata sinis. "Kamu jadi tidak bisa mengancam atau menekan Brenda seperti tempo hari, hah!"Mark terlihat sangat emosi setelah diceritaka
Selena masih tidak sadarkan diri dan William tetap setia menemani Selena. Radit sudah pergi sejak beberapa waktu yang lalu ketika William memintanya pergi, Ida pun sudah menyiapkan makanan serta minuman untuk Selena di atas nakas. William sangat khawatir, di pegangnya dengan lembut tangan Selena, lalu mengecup kening istrinya. "Bangunlah Baby, kamu harus kuat dalam situasi apapun." Di tengah ke khawatirannya, Ponsel William berdering, segera William ambil dan melihat panggilan dari Brenda. Fokus William menjadi terpecah, kini dia juga kembali mengingat permasalahannya dengan Brenda belum beres benar. Sengaja William membiarkan dering ponselnya berhenti sendiri, hingga panggilan dari Brenda juta berakhir tanpa di jawab. Tak berapa lama, Brenda malah mengiriminya sebuah pesan singkat. [Temui aku, jika tidak Aku akan memberitahukan kepada istrimu sendiri!]Tepatnya pesan ancaman yang mendesak William, kenapa Brenda ikut mendesaknya di situasi yang tidak tepat seperti ini?Tapi ak