"Jadi kamu tidak melihat jelas bagaimana wajah Pria itu?" Selena sudah menceritakan semua hal tentang terjadinya penculikan itu sampai dia bisa terbebas. Selena mengangguk. "Saat itu aku pikir dia sudah terluka parah dan tidak berdaya, jadi Aku memilih untuk meminta bantuan, tapi saat Aku kembali bersama warga, pria itu sudah tidak ada di sana." "Mobilnya, bagaimana dengan mobilnya?" William berharap jika Mobil itu nanti akan memberikannya sebuah petunjuk. "Mobil itu hancur di bagian depannya karna menghantam pohon, pihak kepolisian sudah mengamankan Mobil tersebut." "Baiklah, kamu sudah melakukannya dengan baik," William kembali memeluk Selena. "Sekarang Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian." "Lalu pekerjaan Bapak, Bagaimana?" "Tinggal dua hari lagi pertemuan bisnis ini berakhir, biar Arnold yang akan menghandlenya." Selena memeluk William dengan erat, sedangkan William telah memikirkan banyak hal dalam otaknya. "Yang mengetahui pernikahanku dengan Selena
Bug... William memukul meja yang berasa di balkonnya. "Saya tidak mau tahu, kamu harus segera mendapatkan informasi siapa dalang di balik penculikan Selena!" William segera mematikan ponselnya dengan kesal, dan memaksa Arnold untuk terus mencari siapa pria misterius itu. William tengah bertelepon dengan Arnold, asisten terpercayanya, kemarin William sudah meminta Arnold untuk segera mencari dalang di balik penculikan istri mudanya itu.Akan tetapi kali ini kinerja Arnold membuat William kecewa, tidak biasanya asisten pribadinya yang memiliki kinerja sangat bagus dan cekatan itu tidak bisa mengorek informasi tentang penculikan yang terjadi pada Selena. Arnold beralasan jika Mobil yang tengah berada di kantor kepolisian itu adalah mobil sewaaan yang tidak di ketahui siapa penyewanya. Karna menggunakan nama lain saat menyewa mobil tersebut. "Pak Wil," Selena mencari William karna saat dia terbangun pria itu tidak ada di sisinya. Wajah William langsung berubah menjadi tersenyum pa
"Bagaimana penampilanku?" Selena bertanya kepada William sambil memutar tubuhnya. "Bukankah sudah ku bilang, jika Aku tidak cocok memakai gaun ini?" Selena memakai gaun berwarna hitam dengan lengan you can see dan panjang selutut, setelah perjalanan dari puncak William sengaja mampir ke sebuah butik ternama di kota hanya untuk membelikan Selena gaun. "Gaun itu sangat cocok denganmu," Jawab William sembari tatapannya tidak lepas dari Selena. "Tapi ini bukan gayaku," Selena terlihat tidak betah memakai gaun yang cukup memperlihatkan lekuk tubuhnya. "Selena Eveline, jika Aku bilang kamu pantas memakai ini itu berarti kamu sangat cantik." Selena tersenyum lalu pipinya kembali memerah. "Benarkah?" lirihnya malu-malu. Sebenarnya William sangat gemas saat melihat istri mudanya itu terlihat malu-malu dan pipinya menjadi merona merah. Tetapi Wiliam sangat senang menggoda Selena, seperti sebuah kebiasaan yang sangat menyenangkan saat ini. "Benar, kamu sangat cantik dan... s
"Huhh..." William menghembuskan nafas kasar saat dia tengah mengepas setelan jasnya di depan cermin. "Setelah memikirkan baik-baik, memang keputusan terbaik untuk mengumumkan status Selena yang sebenarnya." Setelah di rasa cukup rapih, William lantas beranjak untuk menghadiri pesta ulang tahun Kakeknya yang ke 80 Tahun. Mungkin nanti akan ada pertentangan dengan Kakeknya saat dia katakan telah menikahi Selena, tapi William yakin akan bisa mengatasinya, dengan memberikan penjelasan agar kakeknya bisa mengerti atas istri pilihannya itu. Sedangkan di parkiran, Selena belum berniat untuk turun dari mobilnya, sudah beberapa saat yang lalu dia dan Arnold sampai di Rumah Palm Royal, tapi sampai detik ini Selena seolah masih menimbang untuk datang ke pesta atau tidak. "Kita sudah sampai, Bu. Pak William pasti sudah menunggu di dalam." ucap Arnold mengingatkan Selena yang masih tampak ragu. "Ini kali pertamaku datang ke pesta orang-orang kaya, jujur saat ini Aku sedang merasakan
Saat Brenda hendak memberitahukan siapa pria yang akan bertunangan dengannya, William datang mendekati Mereka berdua. "Brenda? Selena? sedang apa kalian?" Suara bariton William membuat dua wanita cantik itu sontak menengok bersamaan. Brenda nampak terkejut saat William tahu nama Selena, pria dingin yang sangat setia pada satu wanita itu jarang sekali ingin berkenalan dengan wanita lain jika sudah memiliki pasangan. "Kamu.. kamu kenal dengan Selena, Wil?" Brenda bertanya untuk memastikan kecurigaannya. "Benar, Aku kenal dengan Selena." William tanpa ragu lalu memegang tangan Selena di hadapan Brenda dan membawanya pergi begitu saja. Seolah tidak memberikan kesempatan Brenda untuk bertanya lebih banyak tentang Selena. Hal itu cukup membuat Brenda tercenung dan Selena juga bingung dengan situasi saat itu.
Selena dengan langkah cepat dan menggandeng tangan William. Di perlakukan seperti itu membuat William kesal, seumur hidupnya belum pernah ada wanita menarik tubuhnya seperti itu. Dengan sedikit kasar William mengibaskan tangan Selena dan menghentikan langkah mereka di lorong rumah yang sangat besar itu. "Lepaskan! Jaga sikapmu kepadaku Selena, jangan seenaknya seperti ini, mengerti!" Selena menatap tajam kepada William, pria di hadapannya itu seolah tidak mengerti maksudnya menarik William seperti itu. "Apa Mas tidak sadar telah membuat kesalahan, hah?" "Kesalahan apa Selena? Aku hanya ingin memberitahukan kepada Kakek tentang dirimu." Selena berdecak kesal. "Kenapa Mas tidak mendiskusikan terlebih dahulu kepadaku tentang hal ini? Kenapa langsung memutuskan sendiri dengan gegabah seperti ini!"
Situasi di pesta sudah begitu riuh karena William yang menggandeng Selena di tempat umum. Lebih tepatnya, semua tamu mengharapkan penjelasan tentang siapa wanita yang William gandeng serta statusnya di dalam keluarga Massimo. "Ayah, sebaiknya kita segera ke luar untuk menenangkan para tamu, mereka pasti ingin tahu siapa wanita yang di bawa oleh William," ucap Charles pada Robert yang masih berada di dalam ruangan kerjanya. Robert nampak sangat kesal. "Bodoh! Bagaimana kamu bisa memberikan usul seperti itu, hah!" Charles menunduk tidak berani menatap sang ayah mertua. "Saya.. saya hanya.." "Diamlah!" Robert segera menyela ucapan Charles yang belum selesei. "Biar Aku saja yang memikirkan jalan keluar untuk kekacauan yang dj buat oleh cucuku itu." Dengan berkacak pinggang, Robert memikirkan solusi, apa yang harus dia katakan kepada para koleganya tentang wanita asing yang William bawa tadi? Sedangkan Charles hanya terdiam tidak berani lagi untuk memberikan solusi pada A
Robert memerintahkan anak buahnya untuk membubarkan pesta yang bahkan belum di mulai dengan alasan kesehatannya yang menurun. Pria paruh baya itu melakukan hal itu karena belum siap jika semuanya tahu akan keberadaan Selena. Hatinya belum bisa menerima wanita asing yang tidak jelas asal usulnya. Semua kolega bisnis yang begitu menghormati Robert, tanpa mengeluh apapun mau menuruti untuk pergi dari pesta tanpa bertanya apapun walau mereka ingin tahu siapa wanita yang di bawa oleh pewaris W&M group itu. Bukan level mereka untuk menggunjing masalah pribadi seseorang, terlebih Keluarga Robert bukanlah keluarga biasa. Selama hal itu tidak mengganggu Bisnis mereka, hal itu bukan masalah besar bagi mereka, hanya sekedar cukup tahu dan tidak akan membocorkan kepada media. "Maaf Bapak dan Ibu yang kami Hormati, pesta ulang tahun Pak Robert harus di sudahi sampai di sini karena kesehatan beliau yang tiba-tiba menurun," jelas juru bicara Robert pada kolega bisnis yang hadir di pesta
Brenda segera mengambil pakaiannya dan memakainya, raut wajah Brenda terlihat biasa saja padahal baru saja dia melakukan hubungan intim yang cukup bergairah bersama Angga. "Istirahatlah dulu disini, kamu pasti lelah," Angga mencoba untuk membujuk Brenda dan memegang lengan Brenda. "Kita berdua bisa bermalam disini." Tanpa ragu Brenda segera menepis tangan Angga dengan begitu ketus. "Jangan sentuh Aku lagi!" Tentu Angga menjadi sangat heran dengan perubahan sikap Brenda yang drastis, padahal baru saja wanita itu menjerit penuh kenikmatan saat mereka berdua mencapai puncak klimaks bersama. "Ada apa denganmu, Brenda? Apa Aku melakukan kesalahan padamu?" Angga mencoba untuk mencaritahu perubahan sikap Brenda yang tiba-tiba seperti itu. Brenda menatap Angga dengan sangat tajam dan begitu terlihat sebuah kebencian di sana. "Jangan Kau pikir kita memiliki hubungan spesial hanya karena kita telah melakukan Sex!"Angga menggeleng karena tidak mengerti maksud Brenda. "Tapi kita melakukan
Ternyata Angga dan Brenda bukannya berangkat menuju restoran, mereka malah mengunjungi sebuah hotel bintang 5 yang mewah. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Brenda menghubungi Angga dan memintanya untuk tidur dengannya. "Angga, maukah kamu tidur denganku?" Saat mendengar itu, Angga tercenung, dia tidak tahu harus berkata apa? Tetapi 'jhonny' kecilnya tiba-tiba memberikan respon yang seirama dengan permintaan Brenda. "Kita melakukan ini hanya sekali, one night stand!" ucap Brenda lagi di ujung telepon.Angga kembali meneguk air liurnya dengan susah payah, membayangkan tubuh sexy Brenda yang selama ini menjadi fantasinya. "Baiklah, kita pergi ke hotel Permata di depan sana." "Oke," Brenda menutup teleponnya dan terus mengikuti mobil Angga ke hotel Permata. Seulas senyum penuh misteri menghiasi wajah cantik Brenda. Di hotel permata kini mereka berdua bersama, Brenda tengah duduk di atas lemari kecil sedangkan Angga tengah menikmati liang surgawi milik Brenda. "Aahhh..." Brenda
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya. Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.
William membawa istrinya pergi meninggalkan kediaman Massimo. Betapa kecewa hati William pada sikap dan arogansi keluarganya terutama Kakeknya yang tidak pernah berubah. Dahulu ketika dirinya memilih Sofia, William dan Sofia pun tidak kalah banyak menemui rintangan, walau akhirnya Kakeknya menyetujui karena tahu latar belakang Sofia yang berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh. Namun itu semua tidak cukup membuat Robert bisa menerima Sofia sepenuh hati. Sikap dan sifat Sofia yang lembut dan penuh kasih malah membuat Robert merendahkan mendiang istri pertamanya itu. Robert bilang istrinya tidak memiliki ambisi untuk mendukung William, segala macam tekanan Kakek berikan termasuk tentang kelahiran seorang pewaris. Hingga membuat Sofia frustasi dan malah mendapat penyakit yang berbahaya yang merenggut nyawa istri pertamanya itu.
Brenda tersenyum penuh ejekan kepada Selena, seolah dia tengah merasa akan memenangkan sebuah kompetisi. Situasi William dan Selena yang terpojok, membuat Brenda seperti memiliki kesempatan untuk merebut William dari pelukan Selana. Kini mereka berlima sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga Massimo dengan suasana yang menegangkan. "Apa yang ingin Kakek tanyakan?" William membuka suara dengan setenang mungkin. Robert menatap tajam cucu kesayangannya itu seperti hendak menerkamnya. "Jelaskan pada kami kenapa Gadis itu tidak ada di datar pasien IVF, William!" Suara Robert bahkan menggelegar sampai memenuhi rumah besar itu. "Sudah pasti kek, karena Selena adalah pasien khusus, Angga tidak ingin publik mengetahui identitasnya," William terlihat santai mengahadapi Robert . "Bukankah akan berbahaya jika publik mengetahui lebih awal tentang identitas Selena yang sebenarnya?" Brenda tanpa pikir panjang langsung ikut berkomentar. "Memangnya identitas Selena yang sebenarnya a
Ponsel William tidak berhenti bergetar saat pasangan suami istri itu tengah bersiap untuk menemui Robert. Selena yang melihat ponsel William berdering langsung mengambilkannya dan memberikan kepada suaminya. "Mas ini Dokter Angga, jawablah dulu." "Akhirnya dia menjawab juga panggilanku!" Sambil meraih ponsel lalu mengangkat telepon dengan menjauh dari Selena. "Halo Ga, kenapa Kamu bisa selalai ini membiarkan Kakek dan Ayahku ke rumah sakit tanpa mempersiapkan rencana!" William langsung memberondong pertanyaan kepada Angga dengan nada ketus. Saat ini William sangat kesal kepasa sahabatnya itu yang di nilainya tidak becus untuk menutupi rahasianya. [Maaf Wil, Aku sedang sibuk karena ada seminar dan Resepsionis yang seharusnya bilan
Siang itu, Robert dan Charles mendatangi rumah sakit tempat Angga bekerja. Sudah 3 hari ini Robert menunggu kabar baik yang ingin dia dengar tentang calon cicitnya. Resepsionis menyambut mereka ramah karena sudah sangat mengenal keluarga Massimo. "Selamat Siang Bapak Robert dan Bapak Charles, Ada yang bisa saya bantu?" "Kami ingin bertemu dengan Dokter Angga, bisakah kami langsung menemuinya?" "Baik Pak, tunggu sebentar." Sang Resepsionis segera menelepon ke ruangan Angga tapi tidak ada yang menjawab, Hilda nama Resepsionis Angga lalu mengecek jadwal dokter Angga. "Oh Maaf Pak, hari ini Dokter Angga sedang ada seminar di hotel Anggara, sore nanti baru bisa kembali." Robert terlihat kesal lalu berdecak. "Ck... bagaimana kalau saya lihat cucu dan menantu saya? Dimana
Selena menggeliatkan tubuhnya, sinar matahari membangunkannya di pagi hari itu. Suaminya masih memeluknya erat, Setelah pertempuran panas mereka semalam. William benar-benar mampu mengendalikan diri, untuk tidak mengekspresikan hasratnya terlalu frontal, dia sangat lembut untuk meraih kepuasannya. Kecupan kecil Selena berikan di pipi William, pria itu hanya bergerak sebentar lalu tertidur kembali. Perlahan Selena turun dari ranjang, ranjang tempat mereka memadukan cinta dan memuaskan hasrat. Perut Selena sangat lapar, mungkin karena dirinya tengah hamil, makannya rasa lapar itu sangat mengganggunya. "Oke, kali ini kita akan membuat sarapan apa?" cicit Selena saat membuka kulkas. Bahan-bahan masakan di kulkas sudah tersedia lengkap setelah mereka berbelanja di supermarket kemarin.
Setelah satu hari berada di kantor keamanan, akhirnya Radit di nyatakan tidak bersalah setelah bukti cctv dan pengacara keluarga Radit datang. "Maafkan kami telah melakukan kesalahan telah menangkap orang yang tidak bersalah," ucap seorang petugas dengan nada penuh penyesalan. Terlebih saat tahu latar belakang Radit bukan dari keluarga yang sembarangan, melainkan dari keluarga yang cukup berpengaruh. Radit memaklumi kesalahpahaman yang terjadi, "Masalah ini bisa saya lupakan, tetapi lain kali kalian harus benar-benar mengecek kebenaran informasi yang masuk agar tidak terjadi salah paham seperti ini lagi." Petugas keamanan merasa lega. "Tentu Pak Radit, Terima kasih atas maklum Anda." "Tapi kalau boleh tahu, kalian mendapatkan informasi dari siapa bahwa Saya yang mencuri di supermarket?" Wa