“Semalam saya melihat tuan Arjuna keluar dari kamar anda dengan wajah merah padam, langkah kakinya cepat seperti sedang marah. Eng.. apa anda dan tuan Arjuna bertengkar nona?.” pelayan perempuan yang di tugaskan untuk melayani Alisha bertanya, “Oh, saya bukan bermaskud untuk tidak sopan, hanya saja saya perlu memastikan keadaan anda baik-baik saja setelahnya.”
Alisha meringis, perempuan itu bingung sendiri bagaimana cara menjelaskan kejadian semalam. Alisha tidak mengingat apapun selalin rasa kantuk yang teramat sangat hingga akhirnya begitu ia kembali membuka mata, pelayannya sudah berdiri tegak di samping ranjangnya dan bertanya menu sarapan apa yang ingin ia makan hari ini.
“Ah itu.. saya..”
‘Brak!’
Alisha dan sang pelayan sama-sama terkejut, tapi ke duanya tidak bisa melakukan apapun untuk mengur seseorang yang sudah dengan tidak sopan menerobos masuk ke dalam kamar Alisha.
“Selamat malam tu
Anggela menerima cangkir teh dari salah satu perempuan penghuni paviliun kanan, perempuan berambut seikal boneka itu duduk di ranjangnya dan mengelusi kaki Anggela yang di tutupi selimut dengan penuh perhatian. Sedangkan ke dua perempuan lainnya duduk di sofa sembari meremas bantal dengan gemas.“Kurang ajar!” Perempuan dengan mata besar khas Timur Tengah membuang bantal kecil di pangkuannya dengan penuh emosi, “Kalau di biarkan seperti ini, lama-lama anak baru itu pasti betulan ngelunjak.”“Benar kak, berani sekali dia mempermainkan tuan Arjuna. Membuat tuan kelabakan kemudian mengorbankan harga diri kak Anggela.” Perempuan berkulit pucat kahas penduduk Eropa ikut menimpali, “Kali ini, kita benar-benar harus melakukan sesuatu.”Anggela menatap cangkir tehnya dengan tatapan tak terbaca, wajahnya mengeras begitu melihat bayangan wajah Alisha di dalam tehnya.“Kita harus menyingkirkan perempuan itu.&rdqu
“Oke, udah bagus kok ini. Memarnya juga sudah hilang, enggak ada tanda-tanda yang fatal juga.” Ruben menyentuh wajah Alisha dengan hati-hati, secara teliti memperhatikan pipi Alisha yang sekarang sudah kembali berwarna kemerahan. “Kamu sudah bisa berhenti mengoleskan salap ya Al.”“Baik dok.”“Sebastian, antarkan dokter Ruben ke depan, sekarang!”Ruben memutar mata, Arjuna benar-benar tidak memberi celah. Lelaki itu dengan kurang ajar mengharuskannya menggunakan sarung tangan latex jika ingin memeriksa Alisha, Arjuna bahkan menetapkan jarak aman sebelum akhirnya Alisha yang polos bertanya.“Memangnya kalau dari jarak sejauh itu, dokter Ruben bisa melakukan pemeriksaan?”Arjuna benar-benar merepotkan!“Ngomong-ngomong Al, saya juga bisa jadi tempat konsultasi kalau kamu mau.”“Ya?”Ruben menunjuk tulang selangka Alisha dengan wajah datar
Alisha memperhatikan sekelilingnya, para pelayan sibuk menurunkan barang bawaan sedangkan para nona sibuk terkikik membicarakan sesuatu yag tidak ia mengerti.“Ini nona,” Alisha terkejut begitu seorang pelayan menyodorkan topi lebar untuknya, “Cuacanya berangin, rambut nona bisa berantakan nanti.”Sejujurnya, Alisha tidak mempermasalahkan hal tersebut, tapi karena rasanya tidak sopan menolak kebaikan orang lain mau tidak mau Alisha menerima dan mengenakannya di kepala.“Al, kamu mau berdiri di sana sampai kapan?” Perempuan dengan mata besar melambaikan tangan dari kejauhan, “Kemari, bergabung bersama kami.”Alisha lebih dulu menghela napas, menyiapkan diri untuk pertempuran yang bisa kapan saja terjadi.“Alisha!” Teriak salah satu nona sekali lagi, sepertinya mereka mulai kesal karena perempuan itu tidak juga kunjung mendekat. “Astaga, apa sih yang kamu pikirkan. Bukannya langsung ke
Arjuna jelas tidak berfikir dua kali, ketika berlari dan melompat begitu saja ke dalam air setelah melepas jas mahalnya. Lelaki itu berusaha berenang secepat mungkin demi meraih tubuh Alisha yang secara perlahan mulai tenggelam.“Juna!” Ruben berteriak dari pinggiran danau, wajahnya juga pias. Tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti itu di depan matanya, “Sialan!” desisnya dengan rasa bersalah, ketika tubuh Arjuna ataupun Alisha belum juga muncul kepermukaan.Beberapa saat lalu, Arjuna langsung menyeretnya memasuki mobil. Lelaki itu merasa tidak tenang karena Ruben merasa ada sesuatu yang janggal dari ucapan Anggela ketika berpamitan. Ruben hanya tidak menyangka, kalau kecurigaannya benar-benar akan terjadi sefatal ini.“Juna!” Ruben bergegas mendekat, membantu temannya itu mengeluarkan tubuh Alisha yang sudah tidak sadarkan diri dari dalam air. “Baringkan Alisha di atas rerumputan.”Arjuna menurut,
Alisha tertawa mendengar lelucuan dokter Ruben, lelaki periang itu selalu memiliki cerita lucu untuk ia bagi setiap kali waktu kunjungan. Alisha bahkan harus berkali-kali mendapati pelototan tajam dari Arjuna setiap kali ia terbatuk karena tertawa terlalu kencang. Dokter ruben bilang, ada terlalu banyak air yang masuk ke tubunya dan menumpuk di paru-paru. Karena itu Alisha akan mengalami kesulitan bernapas selama beberapa hari kedepan.“Pakai oksigen kamu dulu,” Arjuna bergegas memasangkan alat bantu pernapasan begitu Alisha mulai kepayahan, jika sudah begitu Ruben juga akan berhenti bercerita.“Sakit.”“Makanya jangan banyak tingakah.” Ucap Arjuna tanpa perasaan.Ruben yang melihat intiraksi antara kedua orang itu hanya bisa mengulum senyum, ke dua pasangan itu benar-benar lucu di matanya.“Sabar ya Al, semoga enggak lama lagi kamu enggak perlu menggunakan alat bantu pernapasan lagi.”Alisha m
“Tuan.. tolong pertimbangkan kembali keputusan anda, saya.. saya tidak ingin di asingkan.” Anggela menahan kaki Arjuna, perempuan itu mengemis di bawah kaki tuannya yang sama sekali tidak tertarik mendengarkannya, “Tuan.. tolong.. demi saya, demi semua malam yang sudah kita bagi.. tolong pertimbangkan kembali keputusan anda.” Arjuna menghentikan langkah, dengan wajah datar lelaki itu menunduk mencengkram dagu Anggela dengan kasar. “Malam-malam yang pernah kita bagi?” Arjuna tersenyum miring, “Sayang sekali Anggela, saya sama sekali tidak memiliki ingatan tentang itu.” “Anda menikmatinya.” Sela Anggela cepat, “Anda sendiri yang mengatakannya, saya.. saya adalah koleksi ke sayangan anda selama beberapa bulan ini.” “Kamu sepertinya salah sangka.” Arjuna mengusap jarinya, seolah ia baru saja menyentuh sesuatu yang kotor sebelumnya, “Enggak pernah sekalipun saya menikmati malam bersama kamu, jadi jangan terlalu tinggi hati.” “Tu..tuan… tuan..” Angg
“Sampai kapan kita akan di asingkan di tempat ini?” perempuan berambut ikal berkata dengan suara bergetar, “Aku ingin kembali ke mansion dan tinggal dengan tenang di paviliun kanan.” Perempuan itu menatap sekitarnya dengan mata berkaca-kaca, “bukannya terjebak di tempat terpencil seperti ini, tuan Arjuna bahkan tidak mengizinkan kita ke luar rumah.”Perempuan berkulit pucat menatap menu sarapannya tanpa selera, “Aku masih kenyang, kalian sarapan aja duluan.” Perempuan itu kemudian bangkit, kembali ke kamarnya sembari menutup bibirnya yang bergetar.“Kalian terlalu berlebihan, anggap saja kita sedang liburan.”“Cih, kamu bahkan sama sekali tidak merasa bersalah.”Anggela melirik dari ujung matanya, “Untuk apa, kita di sini karena keputusan yang kita buat bersama. Kamu enggak bisa mengkambing hitamkan aku.”“Dasar perempuan enggak tahu diri.” Perempuan ber
“Kamu curang!”Arjuna mengelus dada, cukup terkejut dengan jeritan Alisha yang menyambutnya.“Saya enggak curang, nona. Tapi anda yang memang payah di permainan ini.”Arjuna bisa mendengar suara kekehan Sebastian, merasa penasaran lelaki itu mempercepat langkah kakinya untuk melihat apa yang membuat ke dua orang itu berdebat dengan seru.“Enggak mungkin, kamu selalu mendapat enam angka dadu.” Alisha merengut. “Saya enggak mau main lagi.”Arjuna menggelengkan kepala melihat tingkah kekanakan Alisha.“Ada apa, kenapa kalian ribut sekali?” Ruben yang menyusul ikut penasaran, “Ada apa ini, kenapa nona kita ini merajuk, hm?”Alisha langsung mengadu, “Sebastian curang, dari sore kami sudah memainkan permainan yang sama dan dia selalu memenangkan permainan.”Ruben melirik permainan ular tangga di tengah ranjang, lelaki itu tidak bisa menahan tawanya. A