"Hah? Apa kamu bilang Mas?" seru Hesti dengan ekspresi kesal dari samping tempat duduk Narendra.Narendra tertawa dan merasa tidak enak berada diantara kedua mantan pasangan suami istri tersebut. "Iya deh. Aku ngaku. Hesti mantan istriku. Kami baru saja berpisah," sahut Adi lirih. Narendra menghela nafas panjang. "Yah, itu urusan pribadi kalian sih. Maaf tadi sempat bertanya apa kamu kenal dengan Mbak Hesti atau tidak.""Iya. Nggak apa-apa. Eh, tapi kok kamu bisa semobil dengan Hesti?" tanya Adi penasaran. "Hm, yah. Ceritanya panjang. Enggak enak kalau cerita sekarang. Aku lagi nyetir nih.""Hm, nggak enak cerita karena lagi nyetir apa karena kalian berdua ada hubungan?" tanya Adi membuat Narendra kaget sehingga mengerem mobilnya mendadak. Ccittt!Hesti dan Verico nyaris terjungkal karena Narendra yang mengerem mobilnya secara tiba-tiba. Untung saja jalan raya dalam kondisi sepi. "Maaf, maafkan saya Mbak Hesti, tadi saya terkejut sekali."Hesti menarik nafas panjang. "Iya. Nggak
Sesampainya di halaman rumah Hesti, Narendra segera turun dari mobil, namun baru saja berjalan beberapa langkah ke arah pintu rumah, sebuah benda menghantam kepala Narendra. Duaaaagh!Aduh!Narendra memegang kepalanya yang terasa karena lemparan bola yang mendarat tepat di dahinya. Lelaki itu memandang bola yang menggelinding di kakinya dan berjongkok untuk memungutnya. "Om, maaf. Kena bola ya?"Sebuah suara menyapa Narendra. Lelaki berperawakan tegap itu mendongak ke asal suara dan tampaklah Verico yang sedang berdiri dengan wajah cemas di hadapannya. "Om, kok bengong? Waduh, jangan-jangan Verico terlalu keras yang nendangnya sampai Om lupa ingatan?" tanya bocah berusia lima tahun itu dengan cemas. Verico menahan tawa. Tapi di saat yang sama mendadak selintas bayangan almarhum anak lelakinya muncul di kepalanya."Om, tenang saja. Mamaku seorang dokter. Nanti kalau Mama datang, biar Om diobati oleh Mama," sahut Verico sambil mendekat ke arah Narendra. Tapi Verico terlihat ragu u
Hingga beberapa detik berlalu sampai akhirnya Adi dan Lidia tersadar kembali lalu berteriak dengan keras bersamaan."TOLONG COPET!!!"Aldi dan Lidia berteriak sambil berlari mengejar copet yang telah berlalu dengan cepatnya meninggalkan pasangan yang sedang sial itu di pinggir jalan. Jalanan yang tidak terlalu ramai, mengakibatkan tidak banyak orang yang turut mengejar para copet itu."Astaga Mas! Apa yang harus kita lakukan sekarang?! Itu uang untuk biaya adikku sekolah," kata Lidia dengan wajah sedih. Adi tak kalah kesal nya. Dia mendengus sehingga cuping hidung nya terlihat kembang kempis."Ini semua salah kamu!""Loh kok salah aku? Yang nyopet orang lain, kenapa aku yang salah?" protes Lidia. "Jelas kamu lah yang salah. Bayangkan seandainya saja ibu kamu punya nomor rekening, pasti seluruh uang itu akan aman. Mana ada ATM simpananku," keluh Adi.Lidia menyedekapkan tangannya di depan dada. "Mas itu yang salah. Seharusnya kalau mau transfer lewat ATM yang ada di dalam bank. Kenap
POV penulis Narendra tersenyum dan menatap Adi, lalu menjawab, "Wah, kamu enggak bisa seenaknya saja Di. Aturannya memang kalau karyawan baru divisi agen marketing di perusahaan ini harus promo di mall atau supermarket. Kecuali kalau sudah lama bekerja dan mempunyai prestasi rekrut banyak customer dan mempunyai strategi marketing bagus, boleh lah cuma mantau dari kantor dan nunggu laporan dari asisten manager."Adi mendengus. "Hei Ren. Aku tahu aku karyawan yang baru masuk. Aku tahu kamu pemilik dari showroom yang besar ini. Tapi kamu enggak boleh semena-mena dong padaku. Kamu berhutang budi loh sama aku. Kalau nggak ada aku kamu bakal kesulitan mengerjakan PR. Kamu kok sekarang seperti kacang lupa pada kulitnya sih Ren?"Narendra menghela nafas panjang. "Di, sedikit pun aku tidak akan melupakan jasa dan bantuan kamu saat masih sekolah dulu. Tapi saat ini jelas berbeda dengan masa lalu. Ini sudah masa kerja. Kita sama-sama sudah dewasa. Tidak bisa berbuat seenaknya saja seperti saa
"Lidia? Rasanya tidak mungkin kalau Lidia mengkhianati ku!" tukas Adi dengan marah. Hesti mengedikkan bahunya. "PMS yang kamu alami berasal dari kuman yang hanya bisa ditularkan melalui kontak tubuh dan jarum suntik. Tapi paling sering karena hubungan suami istri.Berarti antara pria dan wanita ada yang sering berganti pasangan atau sering bermain dengan orang yang beresiko tingg."Penjelasan Hesti membuat Adi bergidik. Dengan cepat diraihnya tangan Hesti. Dokter wanita itu mengibaskan tangan Adi perlahan. "Maaf, kita bukan muhrim.""Kalau begitu, tolong obati aku, Hes! Aku mohon!" "Tentu saja. Jangan khawatir. Cukup dengan minum antibiotik saja bisa kok diobati. Nanti akan kuresepkan."Adi terlihat diam sesaat. "Hesti, kamu atau bagian laboratorium tidak mungkin salah diagnosa kan? Ya kali saja aku cuma kurang minum atau stres."Hesti tertawa. "Insyallah enggak lah kalau salah diagnosa. Dari gejala yang kamu keluhkan, dan hasil tes laboratorium semua mengarah pada penyakit itu. Na
"Dokter, dokter Hesti, tolong Lidia! Dia melakukan percobaan bun*h diri!" seru Ibu Lidia dengan nafas terengah."Hah? Apa? Mana Lidia sekarang, Bu?" tanya Hesti antusias. "Di luar. Di dalam mobil.""Mbak, Mas, tolong jemput pasien dari mobilnya di luar!" instruksi Hesti. Dua orang perawat segera mendorong brangkard dan menuju pintu depan UGD dan mengevakuasi Lidia untuk diperiksa di ruang UGD. Lidia tampak lemas dan gemetar. Hesti segera menuju ke tempat Lidia berbaring lalu memeriksa, nafas, nadi, denyut jantung dan bising usus. Sejenak Hesti bingung. Dalam hati dia merasa masih kesal dengan Lidia. Kalau menuruti hal itu, ingin rasanya Hesti memberikan terapi yang salah, agar gadis itu semakin menderita. Atau dia ingin mengusir Lidia agar mencari alternatif dokter yang lain.Namun di sudut hati yang lain, sisi kemanusiaan nya berontak dan ingin menyelamatkan nyawa Lidia. Hesti menarik nafas panjang."Apa yang terakhir diminum atau dimakan pasien?" tanya Hesti akhirnya. Dengan
POV penulis Adi segera mengayunkan tinjunya dan mengarah tepat ke pipi Narendra. Buaaakkhhh!Pipi Narendra memerah dan Narendra terpelanting. Tapi dengan cepat dia menguasai keadaan dan bangkit berdiri."Adi! Apa kamu sadar apa yang telah kamu lakukan?" tanya Narendra tenang. "Tentu saja. Aku hanya ingin tidak ingin Hesti menjadi milikmu.""Gil* kamu! Kamu lupa ya kalau kamu yang bilang padaku kalau tidak apa-apa jika aku ingin mendekati Hesti?!""Hm, yah, itu dulu. Sekarang aku ingin berjuang mendapatkan Hesti kembali. Demi kebahagiaan anak kami!""Omong kosong, kamu mendekati Hesti karena ego kamu. Pasti kamu merasa bahwa setelah jadi janda, dia semakin cantik. Iya kan? Itulah bodohnya kamu!""Bac*t! Hiyat!"Adi merengsek maju sambil melayangkan tendangan nya. Narendra berhasil menghindar. "Berani kamu menyentuhku lagi, silakan kemasi barangmu!" "Perset*n! Aku tidak masalah kalau dipecat dari sini! Aku juga tidak sudi jadi sales lagi!"Adi mengayunkan tinjunya dan Narendra deng
POV penulis Papi Hesti segera menemui para tamu lagi. Hesti mengekori dari belakang. "Maaf jika ada sedikit keributan tadi. Saya harap kalian maklum dengan apa yang telah terjadi pada rumah tangga anak saya. Dan mari kita lanjutkan acara ini."Acara demi acara ulang tahun Verico berjalan dengan khidmat. Dan akhirnya semua tamu pulang satu per satu menyisakan Narendra. "Mak Rendra, kamu disini dulu saja bersama kami.""Pi, kenapa sih? Kan Narendra pasti sibuk dengan pekerjaan nya? Kenapa malah ditahan di sini?" tanya Hesti merasa tak enak. Narendra tersenyum. "Enggak kok. Aku free hari ini. Kan sudah pulang kerja. Tidak ada janji bertemu klien. Aku enggak keberatan kalau tinggal lebih lama disini. Sekaligus ingin melihat mobil yang telah kamu beli untuk Verico. Apa sudah dicoba di sini?" tanya Narendra mengulas senyum."Hm, belum. Kan sudah dicoba di show room kamu, dan sudah bisa jalan? Jadi sekarang Verico hanya perlu unboxing saja.""Wah, benar kah?""Nah, kalau begitu, ayo kita