Hubungan Ali dan Amoy makin hari makin dekat. Bahkan Amoy menerima saat Ali memintanya menjadi pacar.
“Yang, mau ga jadi pacarku?” tembak Ali siang itu.
“Iya, aku mau,” ucap Amoy langsung membuat Ali bahagia.
Lepas sudah status jomblonya sekarang. Dia tak perlu menyesal sudah mutusin Sri. Toh ia sekarang dapat ganti yang lebih baik dari Sri. Lebih kaya, lebih tajir, lebih mapan meskipun berstatus janda.
“Yang, mau ke mana kita?” tanya Ali yang sudah siap jalan-jalan dengan pacarnya.
“Hari ini aku ada arisan di café bareng teman-teman kantor,” sahutnya.
“Ya, sudah aku temenin ya!” tawar Ali.
“Boleh.” Amoy tak keberatan.
“Tapi, pakai mobilmu kan?”
“Mobilku mau dipakai papa ke rumah nenek karena kebetulan mobil papa lagi diservis,” jawab Amoy membuat Ali merengut. “Pakai motormu saja ya! Itu kan juga ak
Keluarga Ali pulang dengan tangan kosong. Lamaran mereka belum diterima sebelum mahar seratus juta itu dipenuhi oleh pihak calon mempelai laki-laki.“Enak saja yang mau pesta keluarga Amoy, kok kita yang suruh keluar duit?” umpat Romlah setibanya di rumah.Emang sudah begitu, Nyak tradisinya,” sahut anak keduanya_Atun.“Ah, ga juga,” sanggah Romlah. “Dulu waktu nikah, Karyo cuma bawa duit lima juta. Selebihnya Enyak ma Babe loe yang keluar duit,” lanjut Romlah mengungkit masa lalu sehingga membuat mantunya_Karyo terdiam.“Seratus juta lagi,” sungut Ali. “Mau jual semua kontrakanpun ga ketutup tuh duit?”“Ngapain pakai jual kontrakan buat nikah?” tukas kakak iparnya yang berbadan gemuk. “Mending, duitnya dibagi ke kita-kita untuk usaha.”“Enak aja!” sentak Romlah sengit. “Kalian sudah banyak jual tanah da
Malam minggu di kosan saja, tak masalah buat Sri. Malah ia merindukan masa-masa jomblo yang sekarang dapai ia nikmati kembali. Rebahan sembari menonton sinteron dan menikmati cemilan. Daripada jalan sama pacar tapi sepanjang jalan hatinya menggerutu karena pacar begitu pelit dan was-was jika pacarnya terlalu romantis.Sebuah pesan masuk dari nomor yang tak dikenal.[ Hay Sri pa kabar ?]Sri mengernyikan dahi. Tak kenal nomor yang tahu namanya itu.[ Ini siapa? ][ Aku Joko Waluyo, temenmu ]Gadis Solo itu makin tak mengerti. Pasalnya dia tak punya teman yang namanya Joko Waluyo.[ Maaf, salah sambung ][ Masa sih? Coba cek facebookku! ]Didorong rasa penasaran, akhirnya dengan sedikit kesal Sri membuka aplikasi yang digandrungi sejuta umat di dunia itu. Dicarinya pemilik akun salah nomor itu. Tertera, usianya dua tahun di bawahnya. Dan lagi-lagi, memang ia tak mengenal wajah laki-laki itu.[ Be
Kegagalan Ali nikah dengan Amoy menjadi gossip hangat seantero kampung Warakas. Seketika pemuda itu dan ibunya menjadi terkenal bak selebritis. Selalu jadi buah bibir emak-emak di warung, di tukang sayur. Juga jadi obrolan bapak-bapak pas sedang ronda dan di pangkalan ojek.Seperti pagi ini, segerombolan ibu-ibu sedang asyik memilih-milih sayur sambil bergosip.“Al gagal nikah lho sama Amoy.”“Duh kasihan, sudah koar-koar eh tahu-tahunya malah ga jadi nikah.”“Ketinggian tuh Al dan Mpok Romlah berangan-angan. Mana ada cewek kaya mau nikah sama cowok kere.”“Plus pelit lagi.” Terdengar tawa renyah dari emak-emak bergosip.“Denger-denger karena orang tua Amoy minta mahar seratus juta.”“Gede banget ya? Duit darimana si Al?”“Jual semua kontrakannya juga ga bakal cukup.”“Iya, kontrakan kumuh begitu laku berapa ya?”
Sebuah notifikasi akun pertemanan masuk ke beranda facebook milik Sri. Sebuah nama tertera di sana ‘Saka Kurniawan’. Mata gadis itu memicing sejenak, memikirkam siapa si pemilik nama. Tak berapa lama ia mulai berselancar ke profil si pemilik akun. Untuk beberapa saat ia baru paham siapa Saka Kurniawan.Tanpa pikir panjang, ia confirm pertemanan. Status baru Saka menarik perhatian. Photo tentang reunian teman-teman SMP di Gelora Bung Karno. Sri langsung mengomentari status Saka.[ Wih, kakak-kakak kelasku sekarang keren-keren ya ?]Tak lama kemudian muncul sebuah komentar tapi bukan dari Saka melainkan dari akun Ardian.[ Emang mbake ini alumni SMP I BULU juga? ][ Iya, tepatnya adik kelas Saka], balas Sri.Tak berapa lama akun Ardian add pertemanan. Karena merasa itu kakak kelasnya, Sri langsung menconfirm permintaan itu. Inboxpun muncul.[ Salam kenal Sri. Perkenalkan aku Ardian Nugroho, teman se
Segerombolan ABG berseragam putih abu-abu memasuki Departemen Store. Memilih-milih sepatu dan mencobanya diselingi tawa riang. Ketika tak sesuai mereka langsung menghempaskan begitu saja. Sedikit membuat kesal si pegawai.“Mas, ini size 38 ada ga?” tanya si rambut pendek.“Mas, ini size 40, ada ga?” tanya si rambut kuncir dua.“Mas, ini size, 39, ada ga?” tanya si rambut yang pakai bando.Pertanyaan itu mengharuskan Ali mengambil beberapa ukuran dan model sepatu yang berbeda-beda dalam waktu yang bersamaan.“Ah, ga cocok di kakiku,” keluh si kuncir kuda.“Sama, kok jadi jelek,” umpat si pakai bando.“Ah, cari model yang lain saja!” tukas si rambut pendek.Mulailah kawanan ABG putih abu-abu itu mengacak-acak dagangan. Makin membuat Ali kesal. Selain Departemen Store sedang sepi, ia harus ekstra kerja tanpa omset yang bagus.Namun seorang
Sri merasa nyaman jika sedang berkomunikasi dengan Saka meski hanya lewat ponsel. Menurutnya kakak kelasnya waktu SMP itu begitu dewasa dan tak pernah sekalipun mengeluh tentang hidup. Menjalani hidup dengan optimis dan prasangka baik.“Kapan mau ke Jakarta?” todong Sri saat Saka menelponnya di malam minggu.“Kapan-kapan,” jawab Saka berseloroh.“Kok kapan-kapan?” rajuk Sri. “Temanmu Ardian saja sudah bela-belain dari Bogor ke Jakrta.” Sri sengaja memancing reaksi Saka.“Ya sudah nanti, kalau ada libur panjang, aku main ke Jakarta.”“Bukannya ada libur tahun baru ya?” tegas Sri."Ga tahu juga.” Saka tak janji. “Soalnya lagi banyak pengiriman.”“Oke.” Sri bisa memaklumi pekerjaan Saka. “Tapi ditunggu ya!”*************Sedang Ardian, ia tak patah semangat menarik simpati Sri. Berkali-kali ia meng
Pacaran dengan anak SMA tentu menguntungkan Ali. Pasalnya ia bebas mengatur hidup sang kekasih. Memanfaatkan kepolosan Nabila untuk bermesra-mesraan. Ngajak malam mingguan sekedar jalan tanpa harus keluar banyak modal.“Nabila pergi dulu ya!” pamit Nabila pada sang ayah di kamar. Sedang Ali menunggunya di teras depan.“Pulangnya, bawain Bapak martabak Bangka ya!” pesan sang ayah yang berkumis tebal khas orang Madura.“Siap.” Nabila melenggang, menemui pacarnya.“Sudah siap?” tanya Ali yang terpukau dengan kecantikan sang pacar dengan balutan kaos ketat warna pink dan celana jeans pencil.“Siap dong,” sahut Nabila dengan manja.“Kemana kita?” Dengan jantan Ali memegang dagu kekasihnya.“Katanya mau nonton?” Nabila mengingatkan.“O iya, ayo!” Dengan mesra Ali merangkul Nabila menuju motor.Dengan pelan motor
Weekend yang cerah. Ardian dengan suka cita mengunjungi Sri ke Jakarta. Jarak tempuh yang beratus kilometer tak menjadi soal demi sang pujaan hati. Di Taman Sruropati Ardian menagih janji setelah sepiring somay dan segelas kopi susu tandas ke perut.“Gimana, Sri, tentang jawaban cintaku?” Ardian memulai obrolan serius.Sri tak langsung menjawab. Ia menghabiskan sisa kopi susunya yang masih panas. Sri adalah penyuka kopi sejati. Berbagai macam kopi semua ia suka. Ia termasuk cewek yang sehari tak bisa lepas dari minuman yang identik dengan kaum adam itu.“Maaf, Di, aku ga bisa menerima cinta kamu,” jawab Sri kemudian menghadirkan kecewa di wajah kakak kelasnya itu.“Aku sudah mencoba membuka hati tapi tetap ga bisa,” imbuhnya.“It’s oke,” sahut Ardian pelan. Cowok itu tak ingin bertanya lebih lanjut, kenapa Sri menolaknya. Tapi yang pasti hatinya saat i