Share

Tiga

Author: Puspita852
last update Last Updated: 2022-10-11 12:30:46

Selama belanja di pasar, Ambar tak banyak bicara. Membuat Fitri jadi serba salah, akhirnya dia hanya mengikuti langkah wanita berhidung mungil itu. Sebenarnya Fitri ingin menegur Ambar karena dia membeli barang tanpa menawar.

"Kok gak ditawar sih, Mbak?" tanya Fitri yang sudah tak tahan lagi. Ambar hanya menoleh sekilas, tanpa ingin membalasnya. Saat ini pikirannya benar-benar kacau. Bayangan Rudi tengah 'bermain' dengan wanita lain, selalu terlihat jelas ketika Ambar menutup mata, sampai-sampai dia enggan berkedip karena tak ingin melihat hal menjijikkan itu. 

"Mbak ditawar dong, kemahalan itu. Di tempat saya gak sampai segitu." Lagi Fitri mencoba memperingatkan Ambar.

"Berapa ongkos dari sini ke tempatmu, Fit?" tanya Ambar tanpa menoleh pada Fitri.

"Ma puluh lebih, Mbak. Ada apa?" tanyanya bingung.

"Berarti pulang pergi seratus ribu?" tanya Ambar semakin membuat Fitri bingung. Wanita yang sedang memakai rok sepan itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Terserah kamu lah, Mbak. Mau nawar apa nggak," ujarnya sewot. Membuat bibir Ambar tersenyum sedikit.

Semua keperluan sudah terbeli, Ambar dan Fitri bergegas pulang karena Rahayu sudah berkali-kali menelpon, mengingatkan agar segera pulang.

"Dikira kita ini ninja apa, yang bisa menghilang begitu saja," gerutu Ambar yang didukung anggukan oleh Fitri.

Setelah sampai di rumah mereka langsung mengeksekusi bahan makanan yang mereka beli dengan ditemani wejangan dari Rahayu.

"Dalam hubungan yang penting itu perut. Kalau perut kenyang maka cinta itu akan selalu tumbuh dan berkembang.

Ambar hanya mendengarkan saja, tanpa ada keinginan untuk menjawab. Dalam benaknya, dia sibuk memikirkan cara untuk membuka aib suaminya di depan ibunya. Namun, dia bimbang, bagaimana kira-kira tanggapan mertuanya tersebut.

"Mbar! Diajak ngomong kok malah ngelamun. Rugi aku ngomong tadi, lebih baik aku ngobrol sama Alif," gerutunya sambil bangkit dari tempat duduknya. Belum juga dia keluar dari dapur tiba-tiba terdengar bel berbunyi. "Nah, itu suamimu datang, pasti itu. Cepetan ndang ditata makanannya. Setelah itu segera bersihkan diri. Mandi bebek juga ndak pa-pa, asal bau minyaknya hilang. Cepat!" titahnya pada sang menantu. 

Ambar tak langsung menjalankan perkataan mertuanya. Membuat Rahayu semakin kesal padanya. "Mbar!" bentaknya dengan mata melotot, persis seperti seorang ibu yang memarahi anaknya sendiri.

"Ibu nginep di sini kan?" Rahayu semakin melotot mendengar pertanyaan menantunya.

"Iya ...! Haduh, Ambar! Kamu kenapa sih, dari tadi ndak nyambung kalau diajak bicara. Embulah, aku mau keluar. Terserah kamu mau apa," sungutnya sambil berlalu meninggalkan Ambar yang masih berdiri mematung di tempatnya semula.

"Mbak, cepatan mandi, biar aku yang menyelesaikan semuanya." Fitri ikut mengingatkan. Setelah menghela napasnya, Ambar pun melangkah menuju kamarnya.

Ambar sengaja mengulur waktu, dia benar-benar tak ingin melihat suaminya. Ambar takut jika dia tak bisa mengontrol emosinya. Sungguh, rasa sakit dikhianati membuatnya ingin mencakar atau mencekik suaminya itu.

"Assalamualaikum," ucap suara yang sangat dikenal oleh Ambar. 

"Wa'alaikumussalam," balasnya tanpa menoleh. Seandainya saja menjawab salam bukanlah kewajiban, dia enggan untuk mengucapkannya.

Ambar langsung menghindar ketika Rudi hendak menyentuhnya. Dia pura-pura mengambil sesuatu di dalam lemari.

"Ada apa?" tanya Rudi karena merasa aneh dengan sikap wanitanya akhir-akhir ini.

"Apanya yang ada apa?" Ambar balik bertanya.

"Kamu aneh, sejak seminggu yang lalu sikapmu berubah. Ada apa?" tanya Rudi lagi. Lelaki itu mulai tersulut emosi. Dia sama sekali tak merasa bersalah, karena menganggap istrinya itu tak tahu apa-apa.

"Ayo makan dulu, biar nanti kuat menghadapi kenyataan," ucap Ambar yang semakin membuat Rudi emosi.

"Ada apa?" tanyanya sambil mencekal lengan Ambar. Wanita yang sudah delapan tahun dinikahinya itu tak menjawab, hanya melirik sekilas lengannya yang tertahan oleh tangan kekar Rudi.

"Lepas," ucapnya dengan suara lirih. Bukannya melepaskan, Rudi malah menarik tubuh Ambar, hingga jatuh ke pelukannya. 

Ambar berontak, dia benar-benar tak ingin disentuh oleh suaminya. Bayangan adegan dalam ponsel itu membuatnya mual dan benar-benar hendak muntah. Melihat kondisi istrinya, Rudi mengalah dia pun mengurai pelukannya.

Ambar segera berlalu ke kamar mandi, di ruang berukuran 2×1½ meter itu, wanita pemilik lesung pipi menumpahkan segala rasa. Setelah itu dia menguyur seluruh badannya tanpa melepaskan pakaian. Tubuh dan hatinya benar-benar menolak, tak sudi lagi disentuh oleh Rudi.

Setelah beberapa saat Ambar tak kunjung keluar, Rudi pun beranjak. Dia menemui putra dan ibunya yang tengah bercengkrama di ruang keluarga.

"Istrimu mana?" tanya Rahayu ketika melihat anaknya berjalan sendiri.

"Masih di kamar," sahut Rudi malas. Rahayu menatap putranya, wanita paruh baya itu seakan mengerti jika ada yang tak beres dalam rumah tangga anaknya.

Rudi mendekati Alif, lelaki itu kemudian mengangkat tubuh anaknya tinggi-tinggi, hingga menimbulkan tawa di bibir mungil buah hatinya tersebut. Setelah itu Rudi mencium perut Alif, membuat bocah berambut seperti ibunya itu tertawa lebih girang.

Ambar menghentikan langkahnya ketika mendengar kebahagiaan putranya. Hatinya bimbang. Mungkin, setelah dia mengutarakan niatnya, dia bisa bertahan dan menyerahkan pada waktu sebagai pengobat luka, tetapi bagaimana dengan Alif? Bisakah anaknya itu hidup tanpa ayahnya. Ambar teringat dengan sebuah tulisan, jika seorang ibu terluka, seorang anak juga akan menanggung akibatnya, sang anak tak kan bahagia. Lalu apa yang harus dilakukannya, jika kenyataan tak semudah tulisan yang banyak beredar.

"Alif, panggil Bundamu, kenapa lama sekali di dalam kamar. Gak tahu apa kalau kita semua menunggunya," titah Rahayu pada sang cucu. Setelah sudah terlalu lama menunggu di meja makan.

"Iya, Nek," sahut Alif. Bocah itu segera berlalu sambil berlari kecil. Rahayu kembali menatap Rudi, sebenarnya dia ingin sekali bertanya 'ada apa' namun harus ditahan karena masih ada Fitri diantara mereka.

"Ayo makan," ucap Rahayu setelah Ambar sampai di tengah-tengah mereka. Seolah mengerti, semua menikmati hidangan dalam diam, bahkan Alif yang biasanya banyak bertanya juga ikut diam. Jagoan kecil itu sesekali melirik ibunya, Alif seolah tahu jika ibunya sedang bersedih dan itu membuatnya terlihat tak bersemangat.

Ditengah-tengah keheningan yang tercipta, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Semua yang berada di ruangan itu saling berpandangan.

"Aku aja yang buka," ucap Fitri mendahului Ambar. Tanpa menunggu ada yang menjawab perempuan berwajah manis itu segera bangkit dari duduknya, kemudian berlalu dengan langkah cepat.

"Di luar ada wanita yang mencari Pak Rudi," ucap Fitri setelah dia kembali masuk. "Tak suruh menunggu apa tak suruh masuk, Mbak?" imbuhnya bertanya pada Ambar.

Ambar merasa ada yang tak beres, karena selama ini tak ada temannya Rudi yang bertamu ke rumahnya di akhir pekan. Apalagi kata Fitri yang datang seorang wanita.

"Biar aku saja," sahut Rudi gugup. Membuat istri dan ibunya menatapnya penuh selidik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
nah loh bakal ketahuan tuh klu yang datang adalah selingkuhannya rudi
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
apakah si ambar yg penulis merekam vc suaminya tsb?
goodnovel comment avatar
Nunyelis
video call itu harusnya di sc buat bukti.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   seratus satu

    "Ada apa, Dek?""Kinan ndak nyahut, Bang.""Kinan! Kinan! Buka pintunya, Kinan!"Karena masih belum ada jawaban, Iyan pun mulai mendobrak pintu. Namun, setelah dobrakan kedua terdengar anak kunci yang diputar. Suami-istri itu saling berpandangan, kemudian perlahan melangkah mundur. Pintu kamar terbuka, Iyan dan Ambar sama-sama terperanjat melihat pemandangan yang tersaji di depan mata."Lebih baik aku mati, aku sudah tidak kuat ...." Tubuh berlumuran darah itu ambruk tetapi masih bisa ditahan oleh Iyan, sehingga tak sampai tersungkur."Ya Allah, Kinan!" seru Ambar bersamaan dengan Iyan."Ambil kunci mobil. Kita ke rumah sakit!"Keduanya bergegas ke depan menuju mobil, kemudian dengan kecepatan tinggi Iyan membelah jalanan yang tidak terlalu padat.**Semua keluarga kembali dan langsung ke rumah sakit di mana Kinan dirawat. Begitu juga dengan Miranti dan Bowo, keduanya langsung berangkat setelah mendapatkan kabar. Diiringi isak tangis, Miranti berkali-kali meminta maaf pada Farida kar

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   seratus

    Malam sudah larut ketika mobil yang dikendarai Iyan sampai di kediamannya. Selama perjalanan, kedua pasutri itu membicarakan banyak hal, bercanda dan tertawa. Sementara Kinan memilih untuk memejamkan matanya, wanita bertubuh agak berisi itu berpura-pura tidur untuk meredam gejolak amarah karena cemburu, hingga dia benar-benar terlelap, walaupun tak nyenyak. Iyan meminta Ambar untuk membangunkan Kinan. Sementara dia membuka pintu."Mbak Kinan, bangun. Sudah sampai rumah," ucap Ambar dengan suara pelan sambil mengguncang pundak wanita pemilik wajah manis itu. Kinan mengerjap, setelah kesadaran pulih, tanpa bicara dia keluar dari mobil dan berlalu begitu saja meninggalkan Ambar yang masih berdiri mematung di samping mobil."Terima kasih, Mas," ucap Kinan saat dia sampai di depan Iyan yang berdiri di samping pintu, Iyan hanya tersenyum dan itu membuat Kinan melanjutkan langkahnya dengan pelan. Wanita yang tengah hamil muda itu semakin kesal ketika Iyan melangkah ke arah istrinya.Kinan se

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh sembilan

    "Ya udah kalau terserah abang. Kamu nggak boleh protes ya." Akhirnya dia berucap. Ambar yang mendengarnya hanya menghedikkan bahu sebagai jawaban.Wanita pemilik bulu mata lentik itu mengerutkan keningnya setelah mobil yang dikendarai suaminya hanya berpindah tempat parkir."Hotel?" tanyanya sambil mengamati sekitar."Iya, katanya terserah aku. Aku kan mau makan itu," goda Iyan sambil menaik turunkan kedua alisnya."Abang ...." Ambar benar-benar tak menyangka suaminya bisa berpikir ke situ."Udah dua malam loh, Dek. Kamu tak tahu bagaimana rasanya jadi aku." Saat mengatakannya Iyan memasang muka memelas hingga membuat Ambar gemas."Tapi ... tapi kenapa mesti di hotel? Aku ndak bawa surat nikah loh," sanggah Ambar cepat."Tenang," sahut Iyan sambil mengeluarkan buku tipis dari laci mobil."Abang, ish ...." Ambar semakin salah tingkah dibuatnya."Yuk! Ayo ... apa mau tak gendong?" ancam Iyan karena Ambar tak kunjung beranjak dari tempat duduknya. Bundanya Alif itu mengalah, dengan langk

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh delapan

    Sepanjang perjalanan Kinan tak henti-hentinya bercerita, walaupun tak ada tanggapan yang berarti dari Iyan. Sementara Ambar masih sibuk dengan ponselnya. Kali ini bundanya Alif itu tengah berbalas pesan dengan Vina. [Hai, Mbakku. Lagi ngapain?] tanya Vina dalam pesannya.Ambar mengambil foto lalu mengirimkan pada Vina [Lagi nganterin bumil periksa] balasnya.Vina mengirimkan emoticon mata terbelalak, menandakan kalau dia tengah terkejut. [Baru kemarin dia periksa loh. Wah nggak bener ini] balasnya yang diakhiri dengan emoticon marah.[Biarin aja kita ikuti saja permainannya. Rencana kalina mau nginep berapa hari?] Ambar mengalihkan pembicaraan.[Terus Abang bagaimana? Apa dia nggak nolak gitu?] tanya Vina lagi, gadis itu sungguh penasaran campur geram pada Kinan.[Udah, tapi mo gimana lagi, di rumah cuma ada kita kan] terkirim dan langsung centang biru. Vina sedang mengetik."Dek Ambarku, seru banget main ponselnya, sampai senyam-senyum sendiri." Iyan yang sudah penasaran dengan sika

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh tujuh

    Kedua insan yang tengah kasmaran itu meredam gejolak yang tadinya berkorbar. "Aku akan melihatnya," ucap Ambar dengan suara serak dan napas tersengal."Aku saja," cegah Iyan yang juga tengah mengatur napasnya."Jangan, Bang. Itu pasti Kinan. Bair aku aja. Abang mandi dulu gih, sebentar lagi Magrib," ujar Ambar sambil melangkah menuju pintu."Ada apa, Mbak Kinan?" tanya Ambar setelah pintu terbuka."Maaf, Mbak Ambar. Mas Iyan-nya ada? Aku mau bicara dengannya." Tanpa rasa segan Kinan mencari lelaki yang jelas-jelas sudah beristri."Katakan saja, nanti aku sampaikan padanya," sahut Ambar cepat."Aku lebih enak ngomong sama Mas Iyan langsung." Kinan masih bersikeras dengan keinginannya."Ada apa, Dek?" tanya Iyan yang baru saja keluar dari kamar mandi. Melihat Iyan yang tengah mengacak rambutnya yang basah, Kinan menjadi kesal, wanita yang tengah hamil muda itu cemburu."Nanti habis Magrib, Mas Iyan antar aku periksa ke bidan ya? Sebenarnya balum waktunya balik, tapi badanku rasanya kura

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh enam

    "Maaf, Tante. Aku ndak bisa ikut, tadi aku sudah bilang sama Mas Iyan?" Ucapan Kinan mengejutkan semua orang yang sudah bersiap-siap untuk pergi. Mereka semua menoleh pada wanita berparas ayu tersebut.Vina yang sudah bersiap mengangkat ransel, kembali meletakkannya. "Bagaimana bisa, Kinan. Alif aja ikut kami, harusnya kamu ngerti dong." Vina sudah tidak tahan lagi. Adik ipar Ambar itu semakin kesal menghadapi keras kepalanya Kinan."Aku sungguh kurang enak badan, Vin. Kamu tahu, bahkan hanya mendengar kata 'naik mobil' perutku sudah mual," sanggah Kinan."Omong kosong!" umpat Vina yang sudah tidak tahan lagi dengan sandiwara Kinan."Vina ...." Sebenarnya Farida mengerti mengapa putrinya bersikap seperti itu, setelah semua bekerjasama memberi waktu pada Iyan dan Ambar, Kinan malah merusaknya. "Dia hanya berpura-pura, Bu," tukas Vina. Namun, wanita yang melahirkannya itu tak begitu menghiraukan. "Sudahlah, jika Kinan tak mau ikut, nggak usah dipaksa. Ayo sekarang kita ke depan, kasih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status