Share

Empat

Penulis: Puspita852
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-11 13:32:08

"Kamu lanjutin makan, biar aku yang keluar," sahut Rudi. Lelaki itu berusaha mati-matian agar terlihat biasa saja. Sementara Ambar memilih tak acuh. Jika benar firasatnya, dia tak menjamin bisa mengontrol emosinya pada perempuan jalang tersebut. 

Sikap dingin Ambar membuat Rahayu yakin, jika ada yang tak beres dengan hubungan mereka. Namun, wanita paruh baya itu memilih bungkam, menunggu sampai salah satu dari mereka membuka pembicaraan.

"Bunda, aku sudah selesai. Temani aku yuk," pinta Alif diluar kebiasaannya. Ambar menatap buah hatinya itu dengan tatapan sendu. 

"Ok, Mbak Fitri. Tolong nanti dibereskan ya. Yuk, salim sama Nenek dulu," sahut Ambar sambil tersenyum, sementara tangannya mengelus rambut putranya.

Bocah itu menurut, dia meraih tangan keriput sang nenek, lalu menciumnya dengan takzim. "Alif udah ngantuk?" tanya Rahayu sebelum melepaskan tangan mungil cucunya. Alif hanya mengangguk mengiyakan.

"Waktunya tidur siang, Bu," ucap Ambar dengan suara pelan.

Tak ada tegur atau tanya dari Ambar ketika dia bersimpangan dengan Rudi. Bahkan, menatap pun dia enggan. Rudi yang tak tahu dan tak merasa bersalah juga melakukan hal yang sama. 

"Siapa, Rud?" tanya Rahayu yang masih bisa di dengar oleh Ambar.

"Em, salah satu karyawan kantor, Bu. Em, ada laporan penting yang harus ditandatangani," sahutnya berbohong, membuat bibir Rahayu tersenyum. Rudi lupa dengan siapa dia berbicara, wanita yang telah sembilan bulan mengandungnya, wanita yang selama dua tahun berbagi gizi dan makanan dengannya. Wanita yang sudah hapal tabiat dan karakternya. Dari situ Rahayu tahu, jika putranya sudah tidak jujur.

Rudi tak melanjutkan makannya, dia hanya meneguk sisa air dalam gelasnya.

"Alif tadi mau ke mana ya?" Rudi bergumam, berharap ibunya mendengar dan memberi tahunya hendak ke mana anak dan istrinya tadi.

"Alif minta ditemani tidur, paling mereka ada di kamar Alif," sahut Rahayu. 

Rudi mengangguk, "aku nyusul mereka ya, Bu," ucapnya setelah itu lelaki pemilik alis tebal itu segera beranjak dari tempatnya berdiri.

"Taruh saja di situ, Bu. Nanti biar aku yang nyuci," cegah Fitri saat melihat Rahayu hendak mencuci piring bekasnya.

"Kamu bereskan lainnya. Wong piring bekas sendiri kok ndak mau nyuci."

Fitri hanya bisa nyengir mendengar ocehan Rahayu. Bertetangga semenjak dia lahir membuatnya hapal dengan karakter wanita yang gemar memakai daster batik itu.

"Nanti kalau sudah selesai, kamu istirahat saja di kamar tadi. Maaf loh ya, jadi merepotkan kamu," ucap Rahayu terdengar tulus.

"Halah, Ibu ini ngomong apa sih," sahut Fitri membuat Rahayu terkekeh sambil melangkah meninggalkan Fitri yang sibuk membereskan meja makan.

Lagi-lagi Rudi kecewa karena tidak bisa masuk ke kamar Alif, dia benar-benar frustasi menghadapi sikap istrinya yang sudah sangat berubah. 

"Kenapa, Rud?" tanya Rahayu setelah melihat putranya itu nampak kesal.

"Ndak ada apa-apa, Bu." Rudi urung melangkah setelah terdengar anak kunci diputar.

"Bu, Mas, aku ingin bicara," ucap Ambar membuat ibu dan anak itu menatapnya. "Kita ke kamar saja, karena ini sangat rahasia dan berbahaya." Lagi Ambar berucap. Seperti dikomando, Rahayu dan Rudi beriringan menuju kamar utama di rumah itu.

Setelah mereka sampai dalam kamar Ambar memilih berdiri membelakangi jendela. Sesekali dia bersandar untuk mencari rasa nyaman. Wanita pemilik kulit kuning lansat itu bekali-kali menghela napas, mengumpulkan seluruh keberaniannya agar bisa mengutarakan isi hatinya.

"Bagaimana kerjamu di sana?" tanya Ambar tanpa embel-embel 'Mas' pada Rudi. Tentu saja hal itu semakin membuat suaminya geram. Lelaki yang tadinya memerhatikannya, mengalihkan pandangan.

Sementara Rahayu masih diam menyimak. Wanita yang paling dihormati di keluarga ini itu berharap bisa menjadi penengah atas apa yang terjadi dengan rumah tangga anaknya. Rahayu berjanji dalam hati, dia akan bersikap adil, siapapun nanti yang dianggap 'bersalah' dialah yang akan mendapatkan ceramah darinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Nda? Sikapmu berubah semenjak seminggu yang lalu. Kamu ndak pernah menelpon apalagi mengirim kabar seperti sebelumnya. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Rudi.

"Kamu ingat-ingat, apa yang terjadi di awal Minggu itu, hingga membuat sikapku berubah. Bukankah mengakui kesalahan itu lebih dianggap pemberani."

"Langsung saja katakan, Nda. Ndak usah muter-muter kayak gitu. Jika aku memang salah, bilang saja, agar aku bisa memperbaiki kesalahan itu," sahut Rudi.

"Sayangnya kamu ndak bisa memperbaiki kesalahan itu," balas Ambar yang semakin membuat Rudi senewen. Begitu juga dengan Rahayu wanita yang tingginya hanya sebatas pundaknya Ambar itu menghela napasnya. 

"Katakan saja, dan jika tuduhanmu itu tidak benar, maka kamu yang harus meminta maaf dan menebus tuduhanmu itu," ancam Rudi geram. Baru kali ini istrinya membuatnya seemosi ini. Ke mana Ambar yang penuh kasih dan sayang dulu.

Ambar melangkah mendekati Rudi. "Jelaskan apa ini?" tanya Ambar sambil menyodorkan ponselnya pada Rudi, terlihat jelas kalau Ambar tengah berjuang untuk tetap kuat. Rudi terperanjat tak percaya dengan apa yang ditunjukkan oleh istrinya. Seketika wajahnya nampak pias.

"Apa itu?" tanya Rahayu penasaran. Tanpa ragu Ambar menunjukkan hasil rekamannya pada mertuanya. Sementara Rudi benar-benar shock, lalaki yang terlihat gagah itu terlihat tak berdaya. Rudi melangkah menjauhi kedua wanita yang sangat berarti di hidupnya. Hancur, semua telah hancur oleh ulahnya sendiri.

"Apa ini, Rud?" tanya Rahayu dengan suara bergetar. Dalam sekejap saja pipi keriput itu sudah dibanjiri air mata. "Rudi ... tega kamu ...." Setelah berucap wanita paruh baya itu ambruk tak sadarkan diri. Tak ada jerit yang keluar dari bibir Ambar, wanita itu segera menahan tubuh mertuanya yang berada di depannya. "Ibu pingsang." Suara bergetar diantara isak tangis.

Rudi menoleh, lekaki yang tengah memakai celana pendek yang dipadukan dengan kaos berkerah itu mendekat. Dia membantu Ambar yang tengah berusaha membaringkan tubuh ibunya di kasur. "Tunggu dulu aku akan menyiapkan mobil," ucap Rudi.

Berapa menit kemudian Rudi kembali, lelaki itu dengan sigap membopong tubuh senja wanita yang tengah melahirkannya. Sementara Ambar bergegas mencari Fitri, setelah mengatakan kalau mertuanya akan dibawa ke rumah sakit dan menitipkan Alif, dia bergegas menyusul Rudi.

***

Sampai di rumah sakit, Rahayu segera mendapatkan perawatan, wanita bertubuh agak subur itu dibawa masuk ke ruang ICU. Di luar ruangan tertutup itu, sepasang suami-istri itu hanya diam, sambil sesekali mengusap sudut matanya masing-masing.

"Tak seharusnya kamu menunjukkan itu pada ibu. Ingat! Jika terjadi sesuatu pada ibuku, aku akan membuat perhitungan denganmu." Di tengah suasana seperti ini, Rudi bahkan sempat-sempatnya mengancam. Bukannya merenungi kesalahannya.

"Namanya bangkai, serapat apapun disimpan, baunya juga tetap tercium," sahut Ambar dengan tenang. Hilang sudah rasa hormatnya pada lelaki yang sudah menghalalkannya itu.

Rudi kehilangan kata-kata, lelaki itu semakin frustasi, setelah beberapa saat termangu dia memilih menjauh. Rudi benar-benar tak mengenal istrinya yang kini berani menjawab perkataannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
rasain qm Rudi pengkhianatan mu terbongkar ayok Ambar lebih baik qm pisah sama Rudi ambar
goodnovel comment avatar
Isabella
aneh di Rudi itu katanya tak mengenali istrinya siapa yg gak marah jika perbuatan nya itu membuat istrinya berubah dasar wong edan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   seratus satu

    "Ada apa, Dek?""Kinan ndak nyahut, Bang.""Kinan! Kinan! Buka pintunya, Kinan!"Karena masih belum ada jawaban, Iyan pun mulai mendobrak pintu. Namun, setelah dobrakan kedua terdengar anak kunci yang diputar. Suami-istri itu saling berpandangan, kemudian perlahan melangkah mundur. Pintu kamar terbuka, Iyan dan Ambar sama-sama terperanjat melihat pemandangan yang tersaji di depan mata."Lebih baik aku mati, aku sudah tidak kuat ...." Tubuh berlumuran darah itu ambruk tetapi masih bisa ditahan oleh Iyan, sehingga tak sampai tersungkur."Ya Allah, Kinan!" seru Ambar bersamaan dengan Iyan."Ambil kunci mobil. Kita ke rumah sakit!"Keduanya bergegas ke depan menuju mobil, kemudian dengan kecepatan tinggi Iyan membelah jalanan yang tidak terlalu padat.**Semua keluarga kembali dan langsung ke rumah sakit di mana Kinan dirawat. Begitu juga dengan Miranti dan Bowo, keduanya langsung berangkat setelah mendapatkan kabar. Diiringi isak tangis, Miranti berkali-kali meminta maaf pada Farida kar

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   seratus

    Malam sudah larut ketika mobil yang dikendarai Iyan sampai di kediamannya. Selama perjalanan, kedua pasutri itu membicarakan banyak hal, bercanda dan tertawa. Sementara Kinan memilih untuk memejamkan matanya, wanita bertubuh agak berisi itu berpura-pura tidur untuk meredam gejolak amarah karena cemburu, hingga dia benar-benar terlelap, walaupun tak nyenyak. Iyan meminta Ambar untuk membangunkan Kinan. Sementara dia membuka pintu."Mbak Kinan, bangun. Sudah sampai rumah," ucap Ambar dengan suara pelan sambil mengguncang pundak wanita pemilik wajah manis itu. Kinan mengerjap, setelah kesadaran pulih, tanpa bicara dia keluar dari mobil dan berlalu begitu saja meninggalkan Ambar yang masih berdiri mematung di samping mobil."Terima kasih, Mas," ucap Kinan saat dia sampai di depan Iyan yang berdiri di samping pintu, Iyan hanya tersenyum dan itu membuat Kinan melanjutkan langkahnya dengan pelan. Wanita yang tengah hamil muda itu semakin kesal ketika Iyan melangkah ke arah istrinya.Kinan se

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh sembilan

    "Ya udah kalau terserah abang. Kamu nggak boleh protes ya." Akhirnya dia berucap. Ambar yang mendengarnya hanya menghedikkan bahu sebagai jawaban.Wanita pemilik bulu mata lentik itu mengerutkan keningnya setelah mobil yang dikendarai suaminya hanya berpindah tempat parkir."Hotel?" tanyanya sambil mengamati sekitar."Iya, katanya terserah aku. Aku kan mau makan itu," goda Iyan sambil menaik turunkan kedua alisnya."Abang ...." Ambar benar-benar tak menyangka suaminya bisa berpikir ke situ."Udah dua malam loh, Dek. Kamu tak tahu bagaimana rasanya jadi aku." Saat mengatakannya Iyan memasang muka memelas hingga membuat Ambar gemas."Tapi ... tapi kenapa mesti di hotel? Aku ndak bawa surat nikah loh," sanggah Ambar cepat."Tenang," sahut Iyan sambil mengeluarkan buku tipis dari laci mobil."Abang, ish ...." Ambar semakin salah tingkah dibuatnya."Yuk! Ayo ... apa mau tak gendong?" ancam Iyan karena Ambar tak kunjung beranjak dari tempat duduknya. Bundanya Alif itu mengalah, dengan langk

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh delapan

    Sepanjang perjalanan Kinan tak henti-hentinya bercerita, walaupun tak ada tanggapan yang berarti dari Iyan. Sementara Ambar masih sibuk dengan ponselnya. Kali ini bundanya Alif itu tengah berbalas pesan dengan Vina. [Hai, Mbakku. Lagi ngapain?] tanya Vina dalam pesannya.Ambar mengambil foto lalu mengirimkan pada Vina [Lagi nganterin bumil periksa] balasnya.Vina mengirimkan emoticon mata terbelalak, menandakan kalau dia tengah terkejut. [Baru kemarin dia periksa loh. Wah nggak bener ini] balasnya yang diakhiri dengan emoticon marah.[Biarin aja kita ikuti saja permainannya. Rencana kalina mau nginep berapa hari?] Ambar mengalihkan pembicaraan.[Terus Abang bagaimana? Apa dia nggak nolak gitu?] tanya Vina lagi, gadis itu sungguh penasaran campur geram pada Kinan.[Udah, tapi mo gimana lagi, di rumah cuma ada kita kan] terkirim dan langsung centang biru. Vina sedang mengetik."Dek Ambarku, seru banget main ponselnya, sampai senyam-senyum sendiri." Iyan yang sudah penasaran dengan sika

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh tujuh

    Kedua insan yang tengah kasmaran itu meredam gejolak yang tadinya berkorbar. "Aku akan melihatnya," ucap Ambar dengan suara serak dan napas tersengal."Aku saja," cegah Iyan yang juga tengah mengatur napasnya."Jangan, Bang. Itu pasti Kinan. Bair aku aja. Abang mandi dulu gih, sebentar lagi Magrib," ujar Ambar sambil melangkah menuju pintu."Ada apa, Mbak Kinan?" tanya Ambar setelah pintu terbuka."Maaf, Mbak Ambar. Mas Iyan-nya ada? Aku mau bicara dengannya." Tanpa rasa segan Kinan mencari lelaki yang jelas-jelas sudah beristri."Katakan saja, nanti aku sampaikan padanya," sahut Ambar cepat."Aku lebih enak ngomong sama Mas Iyan langsung." Kinan masih bersikeras dengan keinginannya."Ada apa, Dek?" tanya Iyan yang baru saja keluar dari kamar mandi. Melihat Iyan yang tengah mengacak rambutnya yang basah, Kinan menjadi kesal, wanita yang tengah hamil muda itu cemburu."Nanti habis Magrib, Mas Iyan antar aku periksa ke bidan ya? Sebenarnya balum waktunya balik, tapi badanku rasanya kura

  • GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL   sembilan puluh enam

    "Maaf, Tante. Aku ndak bisa ikut, tadi aku sudah bilang sama Mas Iyan?" Ucapan Kinan mengejutkan semua orang yang sudah bersiap-siap untuk pergi. Mereka semua menoleh pada wanita berparas ayu tersebut.Vina yang sudah bersiap mengangkat ransel, kembali meletakkannya. "Bagaimana bisa, Kinan. Alif aja ikut kami, harusnya kamu ngerti dong." Vina sudah tidak tahan lagi. Adik ipar Ambar itu semakin kesal menghadapi keras kepalanya Kinan."Aku sungguh kurang enak badan, Vin. Kamu tahu, bahkan hanya mendengar kata 'naik mobil' perutku sudah mual," sanggah Kinan."Omong kosong!" umpat Vina yang sudah tidak tahan lagi dengan sandiwara Kinan."Vina ...." Sebenarnya Farida mengerti mengapa putrinya bersikap seperti itu, setelah semua bekerjasama memberi waktu pada Iyan dan Ambar, Kinan malah merusaknya. "Dia hanya berpura-pura, Bu," tukas Vina. Namun, wanita yang melahirkannya itu tak begitu menghiraukan. "Sudahlah, jika Kinan tak mau ikut, nggak usah dipaksa. Ayo sekarang kita ke depan, kasih

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status