Satriyo langsung menarik pergelangan tangan wanita itu. Lalu mengajaknya duduk di teras depan rumah. Dari pos keamanan, terlihat seorang lelaki yang mendekati mereka.
"Kalian pasti mau ceritain kejadian semalam ya?"
"Iya, Naryo. Biar Mas Satriyo bisa cerita sama Mas Ardi."
"Memangnya ada apa?" tanya Satriyo heran melihat mereka yang masih membisu.
"Coba bilang ada apa Mbok sama Mas Satriyo?" lanjut Naryo. Tatap matanya masih mengarah pada Mbok Yani, yang masih bingung harus memulia cerita dari mana.
"Ayok, Mbok!" Desak Satriyo.
"Ehhh, semalam dari dalam kamar Mas Ardi kedengeran suara wanita nyanyi."
"Wanita nyanyi?" ulang Satriyo terkejut.
Mbok Yani dan Naryo mengangguk.
"Memang nyanyi apa?"
Tanpa berkata-kata, mereka berdua menggeleng. Membuat Satriyo semakin penasaran. Hingga terus mendesak mereka untuk bercerita. Walau awalnya Mbok Yani masih terlihat ragu dan takut. Pada akhirnya dia mulai menceritakan apa ya
Seketika mereka merasa bulu kuduk berdiri dan merinding. Lalu saling berpandangan dengan raut wajah yang tegang."Kalian apa ya ngerasa toh?" tanya Mbok Yani."Padahal masih pagi loh ini," sahut Naryo."Memang aura rumah ini berbeda. Sejak pedang itu pernah dibawa ke sini.""Bener, Mas Satriyo. Apa enggak sebaiknya dicarikan orang pintar atau ustad?" lanjut Naryo."Memangnya Mas Ardi percaya yang begituan?" tanya Mbok Yani. Mengalihkan pandanganya pada Satriyo. Begitu juga Naryo."Kok kalian lihatnya ke aku?""Yah, kita berdua ingin tau. Apa Mas Ardi itu juga percaya sama hantu dan perklenikan. Apalagi dia udah lama tinggal di luar. Mamanya juga orang luar.""Tapi, Mas Ardi kehidupannya lebih lama tinggal di Jawa. Sama kakek neneknya 'kan?" sahut Satriyo."Bener juga," sahut Mbok Yani dan Naryo bersamaan.Di dalam kamar. Lazuarrdi masih tertidur pulas. Hingga dering ponsel membangunkannya. Masih dengan mata yang t
Satriyo pun mengangguk. Lazuarrdi hanya bisa mengembuskan napas panjang."Ternyata mereka tetap ada di sini. Biar pun pedang samurai sudah aku pindahkan ke rumah Eyang. Apa yang sebenarnya mereka kejar ini?"Pertanyaan Lazuarrdi memang benar. Satriyo pun berpikir hal yang sama dengan tuannya. Tak lama, aroma kopi latte kesukaannya tercium wangi. Mbok Yani membawa dua cangkir dan diletakkannya di meja makan."Mas Ardi mau sarapan apa?""Buatkan roti toaster aja, Mbok. Beri selai mocca!""Baik, Mas. Mas Satriyo apa mau juga?""Enggak, Mbok. Aku mending sarapan sego pecel aja Mbok. Kenyang!" tegasnya sembari tergelak.Lazuarrdi kembali meneruskan perbincangannya dengan Satriyo. Dia masih berpikir bahwa ada sesuatu sehingga membuat Karmila menampakkan dirinya. Yang pasti berhubungan dengan pedang samurai itu. Termasuk wanita berpakaian kimono. Akan tetapi siapakah mereka?"Kazumi ...?" Lazuarrdi berdesis."Kazumi, Mas?
Mobil melaju kencang menembus jalan tol. Tak banyak percakapan yang terjadi antara Lazuarrdi dan Satriyo. Hingga dua jam berlalu. Mereka mulai melewati pesisir pantai utara. "Apa rumahnya di sekitar pantai sini?" "Iya, Mas. Sedikit masuk gang kecil." "Apa mobil bisa masuk?" "Bisa Mas. Tenang aja." Mobil pun mulai melewati sebuah jalan kecil. Yang hanya cukup untuk satu mobil saja. Tak jauh dari mulut gang terdapat sebuah tanah lapang. Satriyo memarkir mbolnya di sana. "Kita turun di sini, Mas." "Rumahnya yang mana?" "Kita masih jalan masuk!" Lazuarrdi pun segera turun. "Emang enggak apa-apa?" "Tenang aja, Mas. Aman kok." Tampak Lazuarrdi manggut-manggut. Dia berjalan mengikuti Satriyo yang mendahuluinya. Jalanan tertutupi pasir putih khas pantai. Dengan tembok rumah warga yang memakai batu kapur putih. Sangat jarang yang memakai batu bata merah. Lazuarrdi terus mengamati rum
Waras tak melanjutkan kalimatnya. Tiba-tiba, dia merasakan tenggorokannya seperti tercekik. Hingga ponsel Lazuarrdi terlempar. "Cak ... Cak! Ada apa ini?" teriak Satriyo panik. "Dia kenapa Sat?" "Aku juga enggak tau, Mas." Lelaki itu terus mengerang kesakitan. Bahkan tubuhnya terus menggeliat seolah menggelepar bagai seekor ikan di daratan. Satriyo dan Lazuarrdi berusaha untuk menolongnya. Mereka melepaskan kancing baju lelaki itu. Serta melonggarkan celana yang dipakainya. "Kita harus minta tolong pada warga sekitar, Sat. Aku juga enggak tahu bagaimana cara untuk menolongnya." "I-iya, Mas." Akhirnya Satriyo berlari keluar. Dia menuju gerombolan ibu yang tadi menyapa mereka. "Tolong, Bu! Cak Waras kesakitan, Bu. Apa ada dokter dekat sini?" "Loh memangnya kenapa, Mas?" "Aku juga enggak tahu kenapa, Bu. Ayo tolong kami!" Para wanita itu berlarian mengikuti Satriyo yang berlari terlebih dahulu. Hing
"Di sini ada seorang wanita memakai Kimono. Dan, terlihat dari arah samping. Dia seperti tengah memandang pedang samurai itu.""Lalu, kenapa sampai membuat Cak Waras seperti itu?""Kalian bukan berhubungan dengan sosok hantu biasa saja. Ini--"Mustofa menghentikan kalimatnya. Lalu dia menggeleng, pelan. Membuat Lazuarrdi dan Satriyo bertanya-tanya. Tampak lelaki itu kembali melanjutkan melihat foto pedang itu."Di mana kah Kakeknya Mas dapatkan pedang samurai ini?" "Itu yang masih ingin saya cari tahu, Pak. Makanya sekarang saya ada di sini. Semuanya ini sangat tiba-tiba buat saya. Setelah Kakek meninggal, saya langsung diberi pedang samurai itu sama Nenek.""Pedang ini haus darah!" tegas Mustofa, tanpa berkedip melihat pada Lazuarrdi. Tatapnya tajam tanpa jeda. "Pedang ini haus darah, Mas!" ulangnya lagi.Lazuarrdi hanya menggelengkan kepalanya berulang-ulang."Sebenarnya saya baru saja mengembalikan pedang samurai itu ke rum
"Loh, Kang? Ke-kenapa tangan kamu kok ada darahnya?!" teriak Waras histeris. Sontak Lazuarrdi dan Satriyo terbelalak. Mereka segera menghampiri Mustofa yang meringis kesakitan. "I-ini, kenapa kok bisa begini tadi, Pak?" Tampak Lazuarrdi terlihat cemas dan panik. "Aku juga enggak tau. Kerasa perih aja, kayak ada yang nyilet gitu." "Ini bukan silet, Kang. Lukanya cukup dalam dan lebar. Macam di belah pakai pisau dapur!" seru Waras. "Bukan! Bukan silet atau pun pisau dapur!" Suara Lazuarrdi terdengar tegas dan cukup mengejutkan mereka. "Lalu menurut Mas Ardi apa?" "Pedang itu!" jawab Lazuarrdi kembali mengejutkan Satriyo, Waras dan Mustofa. Belum hilang ketegangan mereka. Waras sudah berteriak, seraya menunjuk ke arah layar ponsel Lazuarrdi. "Lihat!" Arah pandangan mereka tertuju ke gambar yanga semakin lama semakin memudar. Dan kemudian begitu saja menghilang. Bagai tersapu angin yang bertiup kencang
"Aku juga enggak tahu kenapa. Ada aura jahat yang mengitari di sekitarnya. Aku cuman kasihan sama nenek Mas Ardi, kalau sampai diteror makhluk ini!" tegas Waras. "Apa sampai bisa sejauh itu?" Waras mengangguk pelan. "Jangan meremahkan semua yang diucapkan oleh beliau Mas. Ada kemungkinan memang makhluk itu akan mengancam. Dan yang terparah bia melukai nenek, Mas Ardi." "Dari mana Cak Waras bisa mengambil kesimpulan seperti itu?" Lazuarrdi seperti tak mempercayai apa yang disampaikan Waras. Hingga membuatnya menoleh pada Mustofa. Berharap agar temannya itu menjelaskan yang dia katakan tadi. "Begini lho Mas Ardi. Kita saja hanya melihat gambar bisa dia lukai. Cak Waras misalnya, kayak dicekik. Pasti pengaruh gambar itu. Terus, saya juga gitu. Iya 'kan, Mas?" Sejenak Lazuarrdi terdiam. Apa yang dikatakan mereka menjadi pemikiran lelaki tampan ini. Satriyo yang sedari tadi hanya mendengarkan, ikut sependapat dengan mereka.
Sejenak Ardi terdiam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Satriyo. Tanpa sadar dia memukul pelan kepalanya sendiri."Pusing aku, Sat.""Maaf, Mas. Udah bikin pusing.""Bukan Kamu. Tapi apa yang kamu ucapkan mungkin ada benarnya juga."Dua jam kemudian ....Mobil melaju dengan kencang membelah keramaian kota yang cenderung macet. Hingga akhirnya mereka sampai di hotel yang berada di pusat kota. Dengan langkah tegap, Lazuarrdi naik lift menuju lanti sepuluh. Dia menyandarkan tubuhnya yang jangkung ke dinding lift."Haaahhh!"Hambusan napasnya sampai terdengar. Akan tetapi, bukan hembusan napas Lazuarrdi. Bagi tersentak, dia menoleh ke samping kiri dan kanan. Hingga atas dan bawah."Ehemmm."Lazuarrdi mencoba untuk berdehem, hingga beberapa kali. Suaranya pun memantul. Memenuhi ruang kecil itu."Aneh, tadi kayak ada suara napas yang kedengeran sekali. Kayak pas di telinga," bisik Lazuarrdi.T