Share

Sekretaris Penggoda 3

Detak jarum jam terdengar begitu nyaring, tetapi tidak sampai memekakkan telinga. Tidak lagi berada di kantor tidak membuat seorang Geovane Gabriel Priangan berhenti bekerja.

Nyatanya meski kini ia duduk manis di atas sofa yang ada di kamar pribadinya, tangannya tetap bergerak dengan lincah di atas papan keyboard dan mengetikkan berbagai kalimat yang mana akan menentukan kesuksesan setiap proyek yang dijalankan oleh perusahaannya.

Geovane mendesah lelah setelah mulai merasakan pegal-pegal di sekitar pinggang dan punggungnya. Rasanya ia ingin berbaring, tapi meninggalkan pekerjaan bukanlah kebiasaannya. Namun, bila ia menunggu waktu untuk selesai lantas baru beristirahat, maka ia tidak akan pernah mendapatkan waktu istirahatnya.

Pekerjaannya tidak pernah selesai, selalu ada hal-hal baru yang ia harus kerjakan. Sebenarnya, Geovane bisa membayar orang lain untuk mengerjakan semua tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hanya saja ia merasa tidak cukup percaya kepada orang lain, dan juga ia merasa jika orang lain yang mengerjakan pekerjaannya maka hasilnya tidak akan sempurna.

Geovane merasa jika apa yang ia kerjakan dengan tangannya sendiri maka hasilnya akan sempurna, sesuai dengan apa yang ia harapkan. Karena kemampuannya dalam mengolah banyak hal menjadi sesuatu yang menguntungkan, banyak rekan kerjanya yang menyebutnya Geovane si Tangan Emas. Mereka mengibaratkan semua hal sepele yang bersentuhan dengan tangannya akan berubah menjadi emas, dalam konotasi sesuatu yang menguntungkan.

“Apa kau lelah?” Itu adalah suara Jesslyn, sekretaris penggodanya yang memang sering berkunjung bahkan menginap di rumahnya. Bahkan bila dihitung, mungkin kedatangan Jesslyn ke rumahnya lebih sering dibandingkan dengan Shafita yang notabenenya berstatus sebagai kekasihnya.

Anggukan kepala Geovane berikan, tetapi hal tersebut tidak membuat fokusnya terpecah. Matanya tetap fokus lada layar laptop yang menampilkan gambar kertas putih polos dengan tulisan yang mana diketik sendiri olehnya.

“Tidakkah kau ingin beristirahat, Bos?” tanya Jesslyn dengan sensual yang disunggingkan oleh bibirnya. Sayangnya, senyum itu terbuang percuma karena Geovane sama sekali tidak melirik ke arahnya.

Jesslyn bergeming sejenak sebelum melangkahkan kaki panjangnya ke arah sofa yang kini diduduki oleh bosnya. Ia tidak merasa bahwa dirinya melakukan suatu tindakan yang tidak sopan, karena walaupun dirinya berstatus sebagai bawahan, ia memiliki peranan yang berbeda dengan karyawan lain di perusahaan.

Senyumnya yang tipis muncul, dengan berani Jesslyn duduk tepat di samping Geovane yang masih sibuk dengan aktivitasnya. “Tadi aku bertanya, apa kau ingin beristirahat? Aku bisa membuatmu menikmati setiap detik waktu istirahat yang akan kau jalani. Dan aku jamin kau tidak akan menyesal mengambil waktu istirahat bersamaku.”

Kini tangan Geovane menutup laptopnya. Tidak, jangan berpikir hal tersebut dilakukan karena ia yang tergiur dengan tawaran yang dilontarkan oleh sekretarisnya yang cantik. Karena jujur saja ia sama sekali tidak menaruh ketertarikan pada apa pun yang diucapkan oleh Jesslyn. Ia menutup laptopnya karena memang pekerjaannya sudah selesai.

“Kurasa, aku akan pergi ke lantai bawah. Sepertinya aku membutuhkan makan malam,” ujar Geovane seraya beranjak meninggalkan sofa. Ketika sampai di pintu, ia menempelkan ibu jarinya pada layar kecil yang ada di pegangan pintu guna membukanya.

Beberapa bagian di rumahnya memang dirancang dengan teknologi yang sangat canggih. Dan salah satu fasilitas tersebut tentu saja berada di kamarnya. Tidak akan ada orang yang bisa masuk ke dalam kamarnya selain dirinya dan Shafita. Ya, Geovane mendata sidik jarinya dan sidik jari Shafita agar kekasihnya tersebut bisa masuk dengan leluasa ke dalam kamarnya.

Walaupun, Shafita sangat jarang mau masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu selalu saja menolak dan mengatakan bahwa ia akan mau masuk ke dalam kamar Geovane hanya ketika mereka sudah menikah. Padahal, jika pun Shafita masuk maka mereka sama sekali tidak melakukan kegiatan yang merujuk pada perzinaan.

Geovane sama sekali tidak melontarkan kalimat ajakan pada Jesslyn, karena tahu bahwa wanita pintar itu pasti akan mengikutinya tanpa diminta sekalipun. Dan benar saja, jarak Jesslyn tidaklah lebih dari dua langkah di belakangnya.

Sama sekali tidak memedulikan hal tersebut, Geovane tetap berjalan menuruni tangga dengan gaya angkuh yang sangat melekat dengan identitasnya. Kedatangannya tersebut di lantai bawah langsung disambut oleh para pelayan yang bekerja di rumahnya. Orang-orang dengan seragam serupa yang melekat di tubuh mereka itu kompak menundukkan wajahnya.

Sebagian lain pelayanan—khususnya yang memiliki tanggung jawab di ruang makan langsung melaksanakan tugas mereka. Dimulai dari menarik kursi, mempersilakan Geovane duduk, hingga memasangkan kain di area dada dan paha Geovane yang berfungsi agar pakaian yang dikenakan olehnya tidak akan terkena kotor.

Jesslyn pun mendapat perlakuan yang sama. Karena Geovane selalu mengatakan kepada para pelayannya agar mereka memperlakukan tamu dengan sebaik mungkin.

“Hidangkan makanan pembuka untuk Tuan Geovane,” titah Hendri, kepala juru masak di rumahnya. Dan perintahnya tersebut langsung dilaksanakan oleh beberapa pelayan wanita yang dengan sigap menyajikan makanan pembuka dengan porsi yang sangat pas. Tidak kurang dan juga tidak lebih.

Setelah selesai, Hendri kembali berucap, “Hidangkan makanan pembuka untuk Nona Jesslyn.”

Dan para pelayan pun langsung menyajikan makanan serupa ke hadapan Jesslyn. Tak lupa mereka membungkuk penuh rasa hormat kepada Geovane setelah tugas pertama mereka di meja makan malam ini selesai.

Kini giliran Hendri selaku kepala juru masak di rumah ini yang bekerja, dia membungkuk terlebih dahulu kemudian menjelaskan menu makanan pembuka yang tersaji. “Menu makanan pembuka yang telah tersaji adalah Salad Telur Hitam Chinese Style, yang dibuat dengan bahan-bahan pilihan yang dikirim langsung dari salah satu restoran terkenal di China. Saya harap Tuan dan Nona dapat menikmatinya.”

Geovane mengangguk singkat, tanpa tersenyum sedikit pun. Lantas ia mulai menyendok makanan tersebut dengan perlahan dan memakannya, menikmati sensasi baru di lidahnya. Tidak cukup buruk, tetapi juga tidak cukup enak untuk standar lidah orang Indonesia.

Di sampingnya, Jesslyn tersenyum dengan sombong seraya memakan makanannya dengan cara yang paling anggun di dunia. Perasaan senang muncul begitu saja di dalam hatinya, ia merasa telah menjadi Nyonya Priangan. Hidupnya pasti akan sangat indah bila ia mampu memikat bosnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status