Angin malam yang menusuk kulit hingga menembus tulang tak pernah menyurutkan semangat dalam diri Geovane. Setiap malam ia jadikan waktu untuknya mengenang masa kecil yang suram. Bersama dengan seorang pria kepercayaannya, Geovane berjalan kaki dengan pakaian santai yang tak akan membuat siapa pun berpikir bahwa dirinya adalah pria terkaya di Indonesia.
Ia benar-benar tampil sederhana, walau tetap saja pakaian yang digunakan oleh tubuhnya tidaklah bernilai murah. Hanya saja, modelnya yang sederhana dan tampilannya yang banyak ditemui di pasar-pasar kota akan membuat orang lain menilainya sebagai sosok yang biasa saja.“Tuan Geovane, aku tidak berpikir bahwa kita akan menemukan anak-anak kurang beruntung di sekitar sini.” Itu adalah kalimat yang dilontarkan oleh Justin Jovano, tangan kanannya yang merupakan kakak kandung dari Jesslyn. Dua orang bersaudara tersebut memang dianugerahi kecerdasan, hingga mereka dengan mudah dapat bekerja padanya.“Aku yakin akan menemukannya di sekitar sini,” kukuh Geovane tetap berjalan lurus mengikuti trotoar yang sedang dipijak.Apa yang dilakukannya kini bukanlah sesuatu yang baru pertama kali ia lakukan. Bukan sesuatu yang dikerjakan tanpa makna dan hanya semata-mata untuk mengisi waktu luang.Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, Geovane melakukannya untuk mengenang masa kecilnya ketika ia masih masuk ke dalam jajaran orang-orang yang tidak beruntung.
Ketika hidupnya masih terlunta-lunta di jalan raya hanya demi untuk mencari sesuap nasi. Ketika kecil dulu, Geovane hidup dalam didikan yang cukup keras. Selain kerasnya hidup dalam kemiskinan, Geovane dan mendiang ibunya harus bertahan hidup dalam kejamnya genggaman tangan sang ayah. Pria tua yang gemar mabuk, begitulah definisi yang cocok untuk menggambarkan ayahnya.Terkadang Geovane berpikir bahwa kemiskinan yang membelenggu hidupnya dulu adalah sebagai hukuman yang Tuhan berikan atas perilaku ayahnya yang semena-mena dan jauh dari agama. Sudah hidup susah, gemar mabuk pula. Bukannya mencari uang untuk makan anak dan istrinya, ayahnya justru mencari uang untuk membuat kepalanya pusing.Saat itu, ibunya bekerja keras menjadi pembantu rumah tangga di rumah-rumah tetangga. Upah yang didapat tentu tidak seberapa, karena tetangganya pun bukanlah orang-orang kaya. Cukup untuk makan pada hari itu saja sudah sangat mengharukan. Dan untuk membantu ibunya, Geovane kerap kali turun ke jalanan. Mencari sesuap nasi dengan bernyanyi yang ia sendiri tahu bahwa suaranya tidaklah cukup enak untuk didengar.Namun, pada saat itu hanya bernyanyi yang bisa ia lakukan. Bonus di hari libur ia bisa mencari uang dengan cara lain, yaitu menjajakan kantung plastik besar di pasar-pasar tradisional setiap pagi. Kumpulan uang koin yang berhasil didapatnya selalu ia sisihkan dalam sebuah celengan berbentuk ayam.Dari sana, ia berharap agar uangnya cepat terkumpul hingga ia bisa membeli seragam sekolah yang baru dan sepatu baru. Di mana pada saat itu semuanya terasa sangat mahal baginya.
“Tuan di sebelah sana ada anak-anak yang kurang beruntung, sepertinya mereka sedang beristirahat.”Pemikiran Geovane akan kisah lalunya terhenti ketika Justin menunjuk salah satu titik, tepatnya lorong kecil di belakang sebuah gedung. Tidak seperti gedungnya yang megah, lorong di belakang gedung sangat kumuh dan tidak terurus, persis seperti tempat-tempat yang gemar didatangi tikus. Di sana terlihat sekumpulan pemuda yang memakai pakaian compang-camping dengan tindik di masing-masing telinga mereka tengah mengobrol bersama.Dengan langkah pasti Geovane melangkahkan kakinya ke sana, tanpa rasa jijik ia membiarkan sepatu mahalnya menginjak lumpur hitam yang ada di sekitar belakang gedung. Langkah kakinya tetap teratur meski jalan yang ia lalui terasa sangat licin, jika kurang berhati-hati maka ia bisa terpeleset dengan tidak etis.Geovane menunjukkan raut wajah tak suka ketika melihat sebotol minuman keras yang mereka minum secara bergantian.Sekarang ia jadi bertanya-tanya, mereka tertimpa nasib malang hingga harus berakhir di jalanan atau mereka membuat hidup mereka sendiri menjadi malang? Jelas ada perbedaan yang sangat besar dari dua hal tersebut.
“Hey, anak muda! Apa yang sedang kalian lakukan?” ujar Geovane secara langsung. Baru kali ini ia menyaksikan langsung anak-anak jalanan mabuk. Ia memang tahu, ada kisah kelam yang sangat identik dengan kehidupan jalanan. Namun, baru kali ini semuanya terjadi tepat di depan matanya sendiri. Dan perlu diingatkan bahwa, tidak semua anak jalanan sama.Geovane selalu merasa tertarik untuk mendengar kisah dari anak-anak jalanan yang ia temui secara berbeda setiap malamnya. Berbagai alasan yang membuat mereka memutuskan untuk terjun ke jalan, Geovane selalu merasa ingin tahu hal tersebut. Dan Bagaimana kehidupan mereka dan keluarga mereka. Jika keluarga mereka dalam keadaan baik-baik saja, apakah mungkin mereka terdampar ke jalanan?Geovane membandingkan dengan kisahnya dulu. Ia terjun ke jalanan karena hidupnya yang keras. Juga karena sikap ayahnya yang menimbulkan trauma tersendiri baginya. Dan tentunya, tidak seperti wanita yang akan melampiaskan rasa traumanya dengan menangis dan menyakiti diri, Geovane justru melampiaskan dengan cara mencari kesenangan dan teman-teman di luar rumah.Karena soal solidaritas, anak-anak jalanan tidak perlu diragukan lagi.Geovane kembali memfokuskan pikirannya pada remaja-remaja pria di hadapannya. Mereka belum mabuk walau sudah meminum minuman haram. Salah satu dari mereka akhirnya menjawab, “Tidakkah kau bisa melihatnya sendiri apa sedang kami lakukan?”Jika dilihat bagaimana cara pemuda itu bersikap, maka Geovane menyimpulkan bahwa pemuda tersebut adalah ketua atau orang yang dianggap sebagai 'tokoh penting' di kumpulkan. Hal tersebut juga tampak dari tindik dan tato yang melekat pada tubuhnya lebih banyak dari yang lain. Geovane mengangkat bahunya santai, lalu kemudian duduk di antara anak-anak jalanan tersebut. Dan apa yang dilakukan olehnya langsung diikuti oleh Justin. Karena ia tidak akan membiarkan tuannya membaur dengan anak-anak jalanan tanpa pengawasan.“Jadi minuman ini yang kalian konsumsi?” Botol minuman keras yang tadi dipegang oleh salah satu anak jalanan direbut dengan mudah oleh Geovane. Ia memandangnya dengan remeh lantas tertawa dengan tatapan yang penuh ejekan.Tanpa merasa takut, Geovane melempar botol yang masih terisi setengah itu ke tanah hingga pecah. “Jika kalian ingin mabuk, mabuklah dengan minuman yang mahal. Kalian tahu kenapa? Karena bila kalian mati nantinya, maka setidaknya kalian akan dikenang mati karena minuman mahal. Bukan oplosan murah semacam ini, itu tidak akan terdengar keren.”“Siapa kau berani berkata seperti itu? Memangnya kau mampu membeli minuman mahal?” tanya pemuda yang diduga sebagai ketua dari kumpulan tersebut.Geovane tersenyum miring. “Siapa aku? Itu sama sekali tidak penting. Dan ya, aku lebih dari mampu untuk membeli minuman keras dengan harga yang paling tinggi. Bahkan aku bisa membeli pabriknya, hanya saja itu terlalu disayangkan. Aku bersusah-susah mencari uang, kenapa setelah mendapatkan uang aku justru menggunakannya untuk mencari mati?”Respons yang diberikan oleh anak-anak jalanan tersebut bukanlah sesuatu yang menyiratkan kebaikan. Mereka kompak menatap tajam ke arah Geovane dan Justin yang kini langsung berdiri dengan waspada. Jika nanti salah satu dari mereka mencoba untuk menyakiti Geovane, maka Justin akan dengan mudah menangkisnya.“Jangan berlagak sok suci!” kata seorang pemuda dengan pakaian yang kumal. Dan tanpa segan ia menunjuk wajah Geovane tanpa tahu siapa yang sedang ditunjuknya.Lagi-lagi Geovane tersenyum miring, ia menyingkirkan tangan lancang yang berani menunjuk wajahnya. “Aku memang bukan orang suci.” Geovane bangkit berdiri, lalu menundukkan wajahnya agar dapat melihat satu persatu wajah anak-anak jalanan yang kini masih bertahan untuk duduk di tempatnya. Mungkin mereka merasa pusing karena minuman yang mereka konsumsi secara bersama-sama tadi.“Tapi aku bukan pribadi yang gemar menyia-nyiakan diri,” pungkasnya.Geovane tersenyum miring melihat ke arah kumpulan anak muda yang kini menatap ke arahnya. Dia mengangkat sebelah alisnya seolah mempertanyakan apakah yang dikatakan olehnya sudah benar atau belum. Geovane sengaja menyebut bahwa dirinya tidak senang menyia-nyiakan diri sebagai sindiran halus yang diberikan olehnya untuk anak-anak jalanan tersebut.Tidakkah mereka merasa sayang pada tubuh mereka sendiri? Ketika ribuan orang berpenyakit berusaha untuk sembuh bahkan rela memberikan seluruh harta kekayaannya demi untuk mencapai kesehatan, lantas mengapa anak-anak muda seperti mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa justru malah menyia-nyiakan diri mereka dengan mengonsumsi minuman yang akan tubuh mereka teracuni?“Apakah aku salah berkata?” tanya Geovane dengan tersenyum sombong. Ia menatap remeh anak-anak jalanan yang masih duduk melingkar di bawah kakinya.Seorang pemuda menjawab, “Kau tidak perlu ikut campur masal
“Kau bertanya apa untungnya bagi kalian jika aku adalah orang terkaya di Indonesia?” tanya Geovane dengan mulut yang terbuka setelahnya, terperangah meligat reaksi William si anak jalanan yang bisa-bisanya bertingkah biasa saja ketika mengetahui bahwa ada pria terkaya di Indonesia yang tengah berdiri di hadapannya.“Ya, memangnya apa keuntungan bagi kami jika kau adalah pria terkaya di negara ini? Bahkan jika kau adalah pria terkaya di planet bumi sekalipun, apa untungnya bagi kami?” timpal seorang anak jalanan lainnya yang bernama Derek. Anak muda tersebut memiliki penampilan yang lebih rapi dari kawanannya.Pakaian yang dikenakan oleh Derek cukup terbilang bagus jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Kemeja biru muda polos yang cocok ketika dipasangkan pada tubuhnya yang berlapis kulit putih. Celananya pun tidak banyak robek di sana-sini. Penampilannya cukup kontras jika dibandingkan dengan teman-temannya yang memakai k
Jika saja wanita paling sabar di dunia diurutkan namanya, maka nama Shafita pasti akan menempati nomor urut pertama. Selama Geovane mengenal Shafita sejak masa Sekolah Menengah Pertama, ia sudah melihat dengan jelas bagaimana kesabaran yang dipancarkan oleh wanita tersebut. Saat masa sekolah dulu, Shafita tidak tergolong sebagai siswi yang mempunyai teman dalam jumlah banyak. Jika Geovane tidak salah mengingat, Shafita tidak memiliki teman dekat lebih dari dua orang. Itu pun, sangat jarang menjalin kebersamaan. Shafita lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian. Dia bukanlah seorang kutu buku yang senang menyendiri dan hanya ditemani oleh sebuah buku yang hanya berisi tulisan, tetapi Shafita adalah orang yang gemar menyendiri dan hanya menghabiskan waktunya untuk diri sendiri. Wanita penyabar tersebut tidak tampak terganggu dengan perilakunya tersebut, dia sangat menikmati setiap waktu kesendiriannya. Shafita pun merupakan pribadi yang sangat se
Geovane tidak merasa ataupun berpikir bahwa Shafita merupakan wanita yang sempurnya. Karena ia tahu jika di dunia ini tidak ada yang benar-benar hidup tanpa cela dan kekurangan. Lagi pula, Geovane sama sekali tidak membutuhkan wanita yang sempurna dan serba bisa.Karena, Geovane bisa melakukan apa pun untuk dirinya sendiri.Salah satunya dalam bidang memasak. Shafita sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dan itu sangat berbanding terbalik dengan sosok Geovane yang pandai meracik makanan.Jika sudah begini, Shafita yang bingung untuk menemukan kekurangan yang ada dalam diri kekasihnya tersebut.Dan memang Geovane sama sekali tidak mengharapkan jika Shafita menemukan kekurangannya. Tampan, tajir, dan multitalenta. Bukankah hal tersebut sangat sempurna untuk didengarkan?Apa lagi yang wanita cari dari seorang pria selain ciri-ciri yang Geovane miliki?Geovane tidak ingin menganggap dirinya sempurna, tetapi
Merupakan hal lumrah bagi Shafita untuk menjadikan rumahnya sebagai tempat pertemuan para kolega bisnis. Tidak, ini bukan kolega bisnis yang dimilikinya. Karena sangat jelas jika dirinya bukanlah wanita yang memiliki karier melejit. Shafita hanya wanita biasa yang menghabiskan waktunya di dalam rumah dengan kegiatan yang tentu semua orang akan bisa membayangkannya seperti apa. Bukan pula kolega bisnis kedua orang tuanya. Karena, walaupun ia tidak terlahir dari keluarga yang patut dikatakan miskin, dirinya pun tidak terlahir dari keluarga yang pantas untuk disebutkan kaya raya. Shafita biasa menyebutnya sedang-sedang saja. Ia hidup dalam porsi yang pas tanpa kelebihan ataupun kekurangan suatu apa pun. Dan yang telah berada di dalam rumahnya sejak tiga puluh menit yang lalu adalah kolega bisnis dari Geovane. Jumlahnya sekitar tujuh orang. Empat orang di antara mereka adalah pria dan tiga orang lainnya berjenis kelamin wanita yang mana Shafita tebak meru
Jika diperhatikan secara lebih mendalam, laporan yang dibuat oleh Jesslyn masih dan selalu saja ada kesalahan. Namun, entah mengapa sampai sekarang Geovane masih saja mempertahankan wanita tersebut yang padahal jika dinilai dari kinerjanya maka Jesslyn bukanlah karyawan yang patut untuk dipertahankan.Wanita tersebut lebih banyak menghabiskan waktu untuk berusaha menarik perhatian dan mendekati Geovane. Dan Geovane sendiri tidak menyukai tabiat Jesslyn yang seperti itu tetapi juga tidak melarangnya. Sekarang, keningnya berkerut-kerut karena membaca laporan yang dituliskan oleh Jesslyn. Yang diterimanya kini bukanlah data perusahaan, melainkan data keuangannya pribadi yang dikelola oleh seorang akuntan.Sebelum memberikan laporannya secara langsung pada Geovane, seorang akuntan yang bekerja padanya akan mengirimkan laporan dalam bentuk yang masih kasar untuk selanjutnya diserahkan pada Jesslyn yang akan membuatkan laporan akhir. Sebenarnya tugas tersebut masih tanggung
Geovane merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruangan kerjanya. Hal santai semacam itu tak akan dilakukannya jika masih dalam waktu bekerja. For your information, Govane adalah salah satu jenis manusia yang sangat gemar bekerja dan menjunjung tinggi pekerjaannya. Karena bagi Geovane, pekerjaan adalah sumber kehidupannya.Kini waktu menunjukkan pukul tujuh malam, di mana semua karyawannya telah pulang ke rumah masing-masing kecuali para petugas kebersihan dan anggota keamanan yang bertugas malam hari. Di dalam ruangannya, Geovane merenung sendirian.Sebenarnya tidak dapat dikatakan merenung karena alasannya berada di sini adalah karena ia kelelahan. Hari ini pekerjaannya terasa lebih berat, atau mungkin Geovane yang tidak semangat. Berkali-kali Geovane menghirup dan mengeluarkan napas dengan cara yang kasar.Di luar ruangan, ada Justin yang setia menunggunya. Tetapi Geovane belum berniat untuk ke luar. Rasanya ia masih merasa betah untuk
Sudah tujuh menit berlalu Shafita berkutat di ruang kerja milik Geovane yang ada di rumah Shafita. Karena kekasihnya tersebut sering berkunjung ke rumahnya, Shafita mengubah salah satu ruangan di rumahnya untuk menjadi ruang kerja Geovane.Seperti saat ini, Geovane membawa seluruh laporan keuangan pribadinya selama satu tahun ke belakang. Dari mulai laporan yang dibuat oleh akuntan kepercayaannya yang sudah berhenti bekerja hingga laporan keuangan yang tiga bulan belakangan ini dibuat oleh Jesslyn.“Shafita, jangan gunakan dendam kesumatmu terhadap Jesslyn untuk menyelidiki kasus ini.” Itu merupakan kalimat peringatan yang diucapkan oleh Geovane ketika Shafita mulai memeriksa laporan-laporan keuangan di tangannya.Hal tersebut membuat Shafita memanyunkan bibirnya karena merasa jika Geovane terlalu peduli pada sosok Jesslyn. Bukankah wajar bila Shafita menaruh kecurigaan terhadap Jesslyn mengingat jika wanita itu yang telah membuat laporan tiga bulan