" bu, aku nggak mau nikah sama mas Deni" isakku" iya Nay iya. besok kita bicarakan dengan Deni dan keluarga Ilma ya" bujuk ibuMalam ini terasa lebih panjang. tak seperti malam-malam sebelumnya. Aku meringkuk di temoat tidur, membelakangi ibu yang sengaja bermalam di kamarku. Beliau takut kalau-kalau aku nekat dan pergi lagi. Sedang Rifki dan Hendi masih terdengar bercengkerama di teras. Mereka seperti securiti kali ini."tinggal beberapa hari lagi Rif, kita harus nglakuin sesuatu biar semuanya terungkap. kasian Nayra." ucap Hendi"kasian atau memang kamu yang belum rela?" goda Rifki"heh !! aku serius. Bagaimana kalau sampai Nayra memilih orang yang tidak tulus seperti bajingan itu. aku nggak bakal biarin laki-laki seperti fia menyakiti Nayra" Hendi mulai menaikkan volume suaranya"ssttt nggak usah nge-gas kan bisa? kalo Nayra denger gimana?" gertak Rifki"emang kalo aku denger kenapa ki?" tanyaku mengag
"sudahlah, semua sudah ada jalannya masing-masing. kalaupun Nayra berjodoh dengan Radit, ya berrati itu yang terbaik untuknya" jawab ibu Ilma dengan berat****Hari menjelang siang, Aku sudah berada di gedung yang sebelumnya sudah aku dan mas Radit tentukan untuk acara pernikahan kita. Sebenarnya kami sudah booking, tapi aku hanya ingin memastikan sejauh apa persiapannya. Aku menemui pemilik WO memastikan beberapa hal."Ini sudah deal begini penataannya ya mbak Nayra?" tanya teh Nita, WO kepercayaan keluarga mas Radit."iya mba, saya suka banget yang ini. Simpel tapi elegan banget" jawabku dengan menunjuk sebuah gambar."kok mas Raditnya nggak ikut sih? padahal biasanya tiap survey tempat selalu nemenin?" tanya beliau lagi"mas Raditnya lagi ada urusan mbak, jadi sementara saya sendiri dulu hehe" jawabku asalEntah urusan apa dan seperti apa yang aku maksudkan. Karena hingga hari ini pesanku saja belum dibacany
Yah! mas Deni, Rifki dan Hendi ternyata berteman cukup akrab tanpa sepengetahuanku. Rasanya terlalu banyak kebetulan yang sangat menyebalkan di sini.Sebenarnya hari ini aku ada janji dengan Mei. Dia mengajakku ke suatu tempat. Tapi ku sarankan hari esoknya saja. Jelas saja bukan karena lelah, tapi aku masih malas dengan wajahnya. Terlebih setelah semua yang aku dan keluarga Ilma lalui, Mei dan Hendi datang seperti tanpa salah."kami pamit pulang ya bu dhe, sekali lagi aku minta maaf" Sudah berapa aku mengucap permintaan maaf tapi seakan masih saja mengganjal. Karena ini sebuah wasiat yang sebenarnya harus ku lakukan."sudah Nay, kan tadi kita sudah sepakat nggak bahas itu lagi kan?" ibu Ilma memelukku hangat****Taman kota, pukul sembilan malam.Seorang wanita duduk di sebuah bangku dengan tangan menyilang di dada. Beberapa kali ditengoknya jam yang melingkar di pergelangan tangan."Meiiii !!!" Seseorang bert
"aduuhh !!" Dini mengaduh, memotong kata-kata Mei. wajahnya meringis seperti menahan sakit. "terserah lah Mei. aku cuma mau kamu datang ke pernikahan aku jum'at ini. Aku cuma ngundang kamu, tapi kalo kamu mau ngajak Nayra atau yang lain ya nggak papa. aku permisi"Dini terburu-buru, Jalannya terhuyung dan segera menaiki sebuah mobil putih yang baru saja berhenti."Dia kenapa sih?"kok kaya pernah liat mobil itu yaa?"gumam Mei yang masih menahan kesal.Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Dini, entah dimana letak kesalahan Nayra hingga dia begitu iri dengan apa yang Nayra dapatkan. Dia seperti penghubung yang harus menyatukan kedua sahabatnya. Tapi agaknya mustahil, karena semakin hari ego Dini makin menjadi.****Cafe chocolaria, pukul tiga soreAku sudah duduk di pojokan sebuah cafe menunggu Mei. Setelah berat hati menyetujui ajakan Mei untuk bertemu, aku akhirnya meng-iyakan saja dan kami memutuskan bertemu di tempat ini.Sudah hampir
Mei Mengantarku pulang, aku mengajaknya menginap di rumahku. Jelas saja dia sangat setuju, karena sudah sangat lama kita tidak seperti ini. Lagipun, Sekarang hanya Dia yang tersisa. Ilma sudah tiada, sedang Dini menghilang ditelan kesibukan yang nyaris tak pernah terlihat."Selamat malam tante, Nayra sama Mei ada?" Sebuah suara laki-laki dipintu masuk membuatku heran. siapa?"ayo Nay kita barbeque!!!" teriak Mei menarik tangankuDua orang pemuda tengah sibuk di halaman, ditambah ibu yang tak kalah heboh menyiapkan alat masak."ini apa? kok kalian di sini? bukannya biasanya nemenin mas Deni?" tanyaku "mas Deni lagi ada keluarganya. mereka baru aja sampe siang tadi. jadi kami mending nemenin kamu. sebelum jadi istri orang kan?" jawab RifkiHendi masih asik dengan tangannya yang menyiapkan panggangan. Mei membantu ibu menyiapkan karpet diteras. Sedangkan aku, berusaha menata pikiranku. karena hingga hari ini mas Radit bel
Aku masih memasang tatapan kosong. Pikiranku seolah tertingg di rumah mas Radit. Aku begitu penasaran dengan sikap mas Radit serta ibunya. Apa aku melakukan kesalahan?"Haaii !! sini cepet, udah siap nih makanannya" teriak Mei dari teras rumah.Aku berjalan lemas, rasa penasaranku tak terjawab malah kini semakin menumpuk banyak pertanyaan."makan dulu !" perintah Rifki sembari menaruh piring berisi makanan di depanku"makan, biar kuat menghadapi kenyataan. kadang kita harus menelan kenyataan yang bahkan kita sendiri tak menginginkannya"Bruukk !! aww!!Mei memukul Hendi yang baru saja nyeletuk. "sudah, sudah. habisin makanannya ya, ibu mau istirahat" Malam itu, kami bersebda gurau hingga larut. Seperti kembali ke masalalu. tapi sayangnya tak ada lagi Ilma diantara kami.*****"pagi Nay, makasih ya kemarin udah ngurusin masalah gedung, catering sendirian. Semua sudah beres ya, kita tinggal tunggu hari H saja. Semoga acara kita lancar ya, oya maaf m
Mas Radit duduk di samping Dini dengan tangan yang masih berjabat dengan seorang yang manikahkan mereka. "Nggak !!! pernikahan ini nggak sah!" tariakkuBeberapa orang memandangku heran. Mungkin mereka adalah keluarga dari pihak Dini yang memang belum tau apapun.Mas Radit pucat, wajahnya penuh rasa gugup. Ia seperti orang bodoh yang tak tau apa yang akan diperbuat. ekspresinya masih celingak-celinguk. Ibu mas Radit segera bangkit dari duduknya. Seperti hendak mendekatiku, tapi tertahan."atas dasar apa kamu bilang nggak sah? mas Radit bukan lelaki beristri, jadi dia masih bebas menikahi siapapun" Dini lantang menjawab"mas Radit itu calon suamiku Din, dua minggu lagi kami menikah. Dan kami sudah mengurus berkas pernikahan" aku ngototBeberapa hadirin tampak saling berbisik, sementara orang tua Dini tertunduk tak mengucapkan sepatah katapun. Wajahnya menahan malu sekaligus malu."masih calon Nay. Lagipun, apalah arti sebuah berkas jika sekarang mas R
Mataku sudah membengkak. Entah seberapa lama aku menangis. Aku masih berharap ini hanya mimpi, tapi hati harus menerima ini sudah terjadi.TOk Tok Tok !!! "Aku masuk ya Nay?" tanya seseorang dari depan pintu kamar.Aku tak memberi persetujuan apapun hingga ia masuk dengan sendirinya."Ya Alloh Nay, udah yaa Nay!! Tan, tante !!" teriak Mei kagetKamarku sudah berantakan, semua foto dalam pigura sudah pecah. kaca dimana-mana, baju yang pernah ku kenakan saat acara lamaran sudah nyaris habis terbakar dengan aku yang duduk memangkunya. Mei merebut gaun yang tersisa dan melemparkan ke lantai. Kakinya berusaha memadamkan dengan menginjaknya."kenapa Mei?" tanya ibuMei menganggat tanganku dan menunjukannya pada ibu, darah segar ada di beberapa bagian telapak tanganku. Rupaknya aku terluka saat beberapa kali membanting foto-fotoku dan mas Radit"Nay, jangan gini sayang. kamu masih punya ibu sama Mei, juga temen yang l