Si Dianne Abrenica, isang dalagang probinsyana na walang karanasan sa pag-ibig, ay pumasok sa isang nakakabagbag-damdaming desisyon—ang maging surrogate mother ng pinakamayamang pamilya sa Davao, ang mga Manalo. Isang birhen at NBSB (No Boyfriend Since Birth), handa siyang isakripisyo ang lahat para sa kanyang kapatid na nangangailangan ng kidney transplant. Ang kontratang ito ang nagdala sa kanya sa isang mundo ng yaman at kapangyarihan, ngunit kasama rin nito ang masalimuot na emosyon at mga hamong hindi niya inaasahang mararanasan. Sa kabilang panig, si Drake Manalo, ang CEO ng Manalo Canning Food Industry, ay isang lalaking puno ng kahanga-hangang katangian—gwapo, matipuno, mayaman, at mapagmahal sa kanyang asawa. Nang pumasok si Dianne sa kanilang buhay, tila lahat ay naging maayos, hanggang sa isang trahedya ang biglang yumanig sa kanilang mundo. Ang biglaang pagkamatay ni Tiffany sa isang car accident ay nagdulot ng matinding sugat kay Drake. Sa panahong nagdadalamhati si Drake, andiyan si Dianne na naging sandigan at karamay nito. Dito, natutong magmahal si Dianne—hindi lamang sa sanggol na kanyang dinadala kundi pati na rin kay Drake, isang lalaking naging bahagi ng kanyang mga pangarap. Habang papalapit ang araw ng pagsilang, nahaharap si Dianne sa isang mahirap na desisyon. Ang kanilang kontrata ay malinaw—wala siyang karapatang kumonekta sa bata pagkatapos ng kanyang pagsilang. Ngunit paano niya maiiwan ang anak na kanyang minahal at itinuring na bahagi ng kanyang pagkatao? Paano niya haharapin ang mga damdaming namuo para kay Drake, isang lalaking bihag pa rin ng alaala ng kanyang yumaong asawa? Si Drake, isang lalaking unti-unting natutong muling buksan ang kanyang puso, at si Dianne, isang babaeng handang ipaglaban ang kanyang nararamdaman, ay sabay na naghahanap ng sagot sa tanong: Makakaya ba nilang buuin ang bagong buhay na nilikha ng sakripisyo, pagmamahal, at pag-asa?
View More"Anak ibu menderita penyakit Thalasemia."
Bagai disambar petir aku mendengar ucapan dokter yang terasa asing di telingaku. Aku yang hanya lulusan Sekolah Menengah Atas ini tentunya sedikit bingung dengan penyakit yang namanya Thalasemia."Ba..bagaimana itu bisa terjadi dok, dan itu penyakit apa?" tanyaku dengan bingung.Aku melarikan anakku Tisa yang kini berusia lima tahun ke rumah sakit, karena dia tiba-tiba sesak nafas saat bermain dengan teman seusianya di halaman rumahku."Ini adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah."Penjelasan Dr. Rian malah semakin membuatku kebingungan, penyakit genetik artinya penyakit keturunan. Apakah ada keluargaku yang menderita penyakit ini ? ataukah menurun dari mantan suamiku?"Lalu apa solusinya dok, aku harus bagaimana?" rasanya aku tak tega melihat anakku terbujur pucat di ruang perawatan kelas dua berbaur dengan dua pasien lain, dan tangan mungilnya terpasang selang infus."Penyakit ini memerlukan perawatan seumur hidup, dia perlu menjalani transfusi darah berulang untuk menambah sel darah yang kurang," masih dengan sabar Dr. Rian memberi penjelasan pada wanita cantik di depannya ini.Seumur hidup ? oh Tuhan, apa yang harus kulakukan ? aku yang hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah taman kanak-kanak di desaku, penghasilanku hanya cukup untuk kebutuhan kami sehari hari, itupun aku harus berhutang kiri kanan pada tetangga, untuk mengurangi beban hidupku jika gaji bulananku terlambat."Baiklah dok, tolong selamatkan anakku, aku akan mengupayakan semua biayanya."Rian menatapku seakan tak percaya, mungkin melihat penampilanku bagaikan gembel membuatnya ragu. Aku bahkan tak punya ponsel, pakaian yang kukenakan terlihat sangat lusuh."Tolong tanda tangani formulir ini, kami akan melakukan sebisanya untuk menolong Tisa, kalau boleh tahu dimana ayahnya?"Dr. Rian menyodorkan sebuah formulir yang harus kuisi dan pertanyaannya membuatku dadaku semakin terasa sesak."Aku adalah ibu sekaligus ayahnya dok," jawabku seadanya. Toh memang seperti itu kenyataannya. Aku ditinggal pergi suamiku ketika usia kandunganku tujuh bulan. Dan kami resmi bercerai ketika Tisa berusia lima bulan.Kutatap dokter Rian yang cukup tampan ini memandangku dengan seksama, entah dia sedang mencerna kebenaran dari perkataannku atau tidak. Aku lalu menandatangani formulir dan tidak mencantumkan nama Azhar ayah Tisa.Lalu seorang perawat datang menghampiriku dengan membawa selembar kertas yang bertuliskan angka-angka, membuat seluruh ruangan terasa berputar. Aku meraih lebaran itu dan mengangguk."Beri aku waktu beberapa hari untuk melunasi biaya rumah sakit ini, aku janji akan melunasinya"Kulihat perawat akan melakukan protesnya, namun dokter segera menyuruhnya pergi."Beri waktu pada ibu Mita Ariendy, aku nanti yang akan memberikan jaminannya."Aku seakan tak percaya mendengar ucapan Dr. Rian, ternyata di dunia ini masih ada orang baik yang bersedia menolongku. Aku melirik perawat yang segera melangkahkan kakinya pergi dan kemudian aku menatap Dr. Rian."Terima kasih dok, aku janji akan membayarnya. Boleh aku pinjam ponselnya dok ? aku mau menelpon ibuku."Dr. Rian menyodorkan ponselnya, matanya tajam menatapku. Mungkin dia berpikir, hari gini masih ada orang yang tak punya ponsel, atau dia berpikir aku adalah pembohong. Perawat yang sedang bersamanya mencatat rekam medis terlihat mencibirku. Namun aku tak perduli.Aku lalu menelpon kepala sekolah yang rumahnya berdekatan dengan rumah orang tuaku. Aku di desa hanya tinggal berdua dengan ibuku, ayahku sudah lama meninggal dunia sebelum aku menikah dengan Azhar ayah Tisa."Halo pak, ini Mita. Aku boleh minta tolong titip pesan untuk ibuku pak?""Oh ibu Mita ada apa ? bagaimana dengan kondisi anakmu?" tanya Pak Sasmita kepala sekolah Taman Kanak-Kanak dari seberang telepon."Alhamdulillah sudah ditangani dokter pak, aku titip pesan untuk ibuku agar secepatnya ke rumah sakit, soalnya aku harus pergi kerja pak.""Syukurlah, jangan mengajar dulu, temanilah anakmu, nanti aku akan sampaikan pesan pada ibumu.""Baiklah pak, terima kasih."Aku menutup telepon dan menyerahkannya kembali pada pemiliknya."Terima kasih banyak dok, aku menunggu ibuku setelah itu aku akan pergi mengupayakan biaya rumah sakit."Dr. Rian mengangguk, dan tanpa banyak bicara dia lalu keluar dari ruang perawatan dengan sebelumnya melakukan pemeriksaan pada pasien di sebelah ranjang anakku.Beberapa saat kemudian ibuku datang dengan tergopoh-gopoh, membawa makanan dan pakaian Tisa. Kutatap wajah ibuku yang semakin tua, aku tak sanggup membebaninya dengan vonis dokter tentang penyakit anakku. Biarlah aku sendiri yang akan menanggungnya. Syukurlah almarhum ayahku seorang pensiunan guru sehingga gajinya masih bisa mencukupi kebutuhan ibuku.Setelah makan ala kadarnya, aku menitipkan anakku untuk dijaga ibuku."Aku pergi kerja dulu ya bu, titip Tisa, aku takkan lama."Ibuku tak bertanya, dipikirnya aku akan pergi mengajar, padahal dia tak tahu jika aku berusaha mencari kerja sampingan untuk biaya rumah sakit. Kubuka dompetku, masih ada sekitar lima ratusan. Lalu terpikir olehku untuk membeli ponsel bekas yang harganya dua ratusan. Aku yakin pasti ada, kondisi sekarang ini harus punya alat komunikasi, jika tidak bagaimana aku bisa tahu kondisi anakku?Walau ponselnya sedikit kusam tapi masih bisa dipakai untuk menelpon. Aku memasukkan nomor ponsel orang tua pasien yang ada di sebelah ranjang anakku. Aku bisa sewaktu-waktu mengetahui kondisi anakku melalui mereka. Saat petugas konter sedang membantu memasukkan kartu sim ke dalam ponsel bekas yang kubeli, kuluangkan waktu membaca koran yang ada di konter itu.Tak sengaja kulihat sebuah iklan lowongan pekerjaan sebagai cleaning service di sebuah perusahaan di kota. Aku segera mencatat alamatnya, jika gajinya lumayan besar dibanding honor mengajarku, maka aku akan memilih menjadi cleaning service saja.Setelah petugas konter menyerahkan ponsel itu padaku, aku segera bergegas ke tempat foto copy di sebelah konter. Disana aku mengetik sebuah surat lamaran ke PT. Citra Karya, dan tak lupa aku melampirkan foto copy Ijazah yang setiap saat selalu kubawa di dalam tasku.Untunglah foto copy ijazah belum aku keluarkan dalam tasku sehingga aku bisa dengan cepat mengajukan lamaran pada perusahaan itu.Aku dipersilahkan masuk menemui bagian Personalia dan tanpa banyak tanya, aku langsung diterima bekerja sebagai celaning service dengan gaji percobaan tiga juta perbulan. Aku senang mendengarnya, gaji honorku hanya sejuta perbulan, jadi aku harus memilih pekerjaan ini. Mungkin perusahaan ini memang sedang membutuhkan karyawan atau mungkin ini faktor keberuntungan bagiku. Hari itu mereka memberikan tiga pasang baju seragam padaku.Gedung perusahaan ini berada di tengah kota, bangunannya sangat besar tujuh lantai. Ruang Personalia yang berada di lantai bawah saja sangat luas apalagi ruang direktur yang katanya masih muda dan tampan.Aku naik ke lantai dua menemui petugas yang nantinya akan mengarahkan apa saja pekerjaanku. Setelah bertemu aku diperkenalkan dengan beberapa cleaning service. Sebut saja karyawan, terlalu rendah jika harus menyebutkan profesinya.Aku ditugaskan membersihkan lantai satu bersama dua karyawan lain, dua wanita dan satu laki-laki. Aku dan Faijah dan seorang lagi bernama Reza. Dua orang temanku ini rupanya baru diterima dihari yang sama denganku. Mungkin karena karyawan baru jadi kami langsung akrab.Aku mulai berpikir untuk meminjam uang dikoperasi di desa untuk membayar biaya rumah sakit dan akan mencicilnya setiap bulan. Dan jika anakku sembuh aku akan tinggal di kos bersama Faijah dan akan kembali ke desa setiap hari jum'at. Toh desa dengan kota bisa ditempuh dengan naik angkot selama satu jam perjalanan. Jika memungkinkan aku akan pergi pulang saja.Aku tiba di rumah sakit dan menceritakan kepada ibuku jika aku akan berhenti sebagai pegawai honorer dan menjadi karyawan di perusahaan. Aku sengaja tidak menceritakan profesi yang kujalani takutnya ibu tidak setuju."Jika itu menurutmu lebih baik jalanilah, Tisa biar ibu saja yang jaga.""Terima kasih bu, besok pagi aku sudah harus bekerja, aku ke desa dulu ya bu untuk mengurus beberapa hal penting. Sekalian aku akan bawakan makan malam, mulai besok ibu makan di kantin depan rumah sakit saja.""Jangan pikirkan ibu nak, ibu masih punya cukup uang untuk makan sehari-hari. Pergilah."Tak lupa kucium tangan keriput ibuku. Padahal usia ibuku masih terbilang muda. Lima puluh tahun belum tergolong wanita tua. Mungkin karena beban hidup membuatnya terlihat sangat tua dan keriput.Aku sangat iba padanya, tapi apa boleh buat, aku anak satu-satunya tak bisa membantu meringankan bebannya. Siang ini aku mendapatkan pinjaman dua puluh juta. Lumayanlah untuk biaya rumah sakit. Setelah mendapatkan uang itu aku balik ke rumah memasak untuk makan malam aku dan ibu di rumah sakit.Aku sudah menyiapkan surat pengunduran diriku di sekolah, tekadku sudah bulat untuk beralih tugas. Toh semua pekerjaan itu halal, walau aku akan sedikit bekerja lebih berat di banding mengajar anak-anak.Aku sudah merapikan rumah dan memasukan beberapa pakaian ke dalam tas. Tak lupa pula aku membawa makan malam ke rumah sakit. Setelah mengunci pintu rumah aku kembali ke rumah sakit dengan menaiki mobil angkot.Saat aku tiba di rumah sakit, aku berpapasan dengan Dr. Rian yang hendak pulang."Sore dok" sapaku."Sore, anakmu sudah siuman."Tanpa kutanya, dokter memberikan penjelasan padaku yang membuatku sedikit lega."Terima kasih dok, kapan transfusi darahnya dok ? aku akan melunasi biaya rumah sakit sekarang."Rian menatapku sesaat lalu berkata, "Sekarang sudah terpasang," ujarnya lalu bergegas menuju parkiran.Aku bernafas lega, kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju ruang perawatan. Aku melewati dua ranjang pasien lain dan menyapa mereka lalu menghampiri anakku, terlihat Tisa sedang berbincang dengan ibu, dan tangan kirinya terpasang selang transfusi darah. Hatiku terasa ngilu melihatnya."Halika rito, baby." utos niya at lumuhod din ako, umiikot para magkatapat ang mga balakang namin at makita ni Drake ang buong pwet ko. Ipinapatong ko ang aking ulo sa kama, inaarkong ang aking likod at itinaas ang aking p**i para sa kanya. Isang kamay ang humahawak sa aking balakang para ako'y mapanatiling matatag at ginagamit niya ang kabilang kamay upang ipasok ang kanyang nag-aalab na ari. Matagal na siyang pinahirapan, lihim akong ngumiti sa kurba ng aking braso. Binibigkas ko ang kanyang pangalan habang dahan-dahan siyang pumapasok, binibigyan ako ng kaunting oras upang makapag-adjust.Ang pangalawang ulos ay hindi mabagal. Ipinapasok niya ang buong haba niya sa akin at nararamdaman ko ang kanyang mga bayag na tumatama sa aking sensitibong klitoris. Nakapagsalita ako ng isang napakalakas na hininga ng gulat at inuulit niya ang galaw, humihinto ng kaunti sa pagitan ng bawat pag-ulos. At saka nag-develop siya ng mabilis at matinding ritmo na nag-iiwan sa akin ng hingal. Dahil nakar
Pero sa halip na bumaba, ang kamay ko ay gumagapang pataas sa kanyang dibdib, dumadaan sa makinis na buhok at sa kanyang balikat at pababa muli. Huminto ako sa kanyang mga utong at ginamit ang aking hinlalaki upang dumaan sa isang maliit na butones at pagkatapos ay sa kabila. Nilalawayan ko ang aking hinlalaki para maging basa ito, na nagpasigaw kay Drake at pinahiga siya sa kanyang likod. Ipinapakalat niya ang kanyang mga braso at ako'y yumakap sa kanyang tagiliran, hinahayaan ang aking kanang kamay na maglakbay sa kanyang katawan. Ang kamay ko ay bumababa sa kanyang mga hita at tinukso ko siya tulad ng ginawa niya sa akin, hinahaplos ang paligid ng kanyang singit ngunit hindi kailanman hinahawakan ang kanyang napakatigas na ari. Sinuportahan ko ang sarili ko sa isang siko para maabot ng mga labi ko ang kanyang patag na maliit na utong at dinilaan ko ito, pagkatapos ay sinipsip ko. Sa wakas, dahan-dahan kong pinapadaan ang mga dulo ng aking daliri sa kanyang mga bayag. "Gumawa
Humiga ako sa mga unan, halos nakapikit ang mga mata, at pagkatapos ay itinuro ko ang aking leeg, sa lugar sa ilalim ng aking tainga. "Dito rin?" bulong ko at sinabi niya habang lumalapit, "Kahit saan mo gusto." Hinalikan niya ang leeg ko, kinagat at sinipsip hanggang sa ako'y kumikilos sa ilalim niya. Naglabas ako ng isang disapointadong, nagpoprotestang ungol nang huminto siya at siya'y ngumiti nang malapad."Yan lang ba?" Bilang sagot, hinila ko ang mga kumot pababa. Tumingin ako sa kanyang mga mata habang binubuksan ko ang butones ng aking gown at pagkatapos ay hinawakan ang aking kanang suso, itinaas ito para sa kanyang mga labi. Hinalikan ni Drake ang buong paligid ng suso, iniiwasan ang utong hanggang sa isang malambing na "Pakiusap..." ang lumabas mula sa aking bibig. Ang kanyang mainit na mga labi ay humawak sa dulo ng aking suso at ginamit niya ang kanyang dila upang sipain ang dulo. Ang aking likod ay yumuyuko upang idikit ang aking sarili sa kanya habang isang munting ungo
"Alam mo ba, hindi ko na kayang buhayin ang sarili ko kung wala ka sa tabi ko?" tanong ni Dianne kay Drake, ang mata’y puno ng emosyon, ang kanyang boses ay nanghihina sa kaligayahan."Wala na akong hihilingin pa, basta’t ikaw at si Elise ang kasama ko sa bawat hakbang ko sa buhay," sagot ni Drake, ang mga kamay ay mahigpit na hawak ang kanyang asawa habang patuloy sila sa pagsasayaw.Ang musika ay nagsilbing soundtrack ng kanilang pagmamahalan, at ang lahat ng nasa paligid ay nagsimulang sumabay sa sayaw ng kasiyahan. Si Dianne at Drake ay nagsasayaw nang magkasama, habang si baby Elise ay tahimik na nanonood, ang mga mata’y puno ng kasiyahan sa pagmamahalan ng magulang.Habang ang gabi ay papalapit na sa pagtatapos, ang mga bisita ay nagtipon sa harap ng magkasunod na larawan ng mag-asawa. Pinagmamasdan ni Amelia at Richard ang kanilang anak at ang bagong pamilya, tuwang-tuwa sa kagalakan ng bawat isa. Sa bawat hakbang, sa bawat galak na nararamdaman, hindi nila alintana ang oras. A
Habang sinusuong nila ang bawat pangako, isinuot ni Drake ang singsing sa daliri ni Dianne, isang simbolo ng kanilang pagmamahalan na walang katapusan. Ang bawat paghinga nila ay punung-puno ng pangarap, at sa mga sandaling iyon, wala nang kahit anong sagabal sa pagitan nila."Sa bisa ng kapangyarihan na ipinagkaloob sa akin, idinedeklara kong kayong dalawa ay mag-asawa na. Maaari mo nang halikan ang iyong asawa."pahayag ng pari.Hindi na naghintay pa si Drake. Nilapitan niya si Dianne, inangat ang kanyang mukha gamit ang kanyang mga kamay, at hinalikan siya ng buong pagmamahal. Ang bawat halik ay may kasamang pasasalamat, pangako, at lahat ng pinagsamahan nila. Habang tinanggap ni Dianne ang mga halik na iyon, naramdaman niyang ang lahat ng hirap, pagsubok, at lungkot na kanilang naranasan ay nababayaran sa mga sandaling ito. Tinutugis nila ang isang buhay na magkasama—at iyon ang pinakamahalaga.Ang buong hardin ay napuno ng palakpakan at masayang hiyawan mula sa kanilang pamilya at
Habang dumating sila sa bahay, at nakita ni Dianne ang maligaya at masiglang si Elise na masaya sa pag-aalaga ng kanyang mga lolo’t lola, hindi rin maiwasang magtama ang kanilang mga mata ni Drake. Nagtagpo ulit ang kanilang mga mata sa gitna ng kaharian ng pagmamahalan at mga pangarap na binuo nila para sa kanilang anak at sa kanilang pamilya."Dianne, kahit na si Elise ay hindi natutulog sa atin ngayon, alam ko na may isang bagay na magpapatibay pa ng pagmamahal natin—ang magiging pamilya natin.""Masaya ako, Drake. Masaya akong maging bahagi ng pamilya mo. At masaya ako na si Elise ang magiging pinagmulan ng ating magkasamang kwento."Tulad ng isang giliw na pagmamahal, niyakap ni Drake si Dianne at hinalikan siya sa kanyang buhok. Sa bawat halik, ramdam nila ang pagnanasa at malasakit sa isa’t isa. Ang kanilang pagmamahal ay nagpatibay pa, at alam nilang ang mga pagsubok at sakit na kanilang naranasan ay nagbigay daan sa mas matibay na pagkakabigkis nila bilang magkasama.Habang l
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Comments