Share

Another Man

Aku merapihkan meja kerja dan tasku, kemudian bergegas mengantre untuk absen pulang. Biasa aku bersantai-santai, tapi sekarang aku sedikit tergesa. Seseorang yang aku rindukan sudah menunggu di bawah, di lobby kantor tepatnya. Aku mengabaikan tatapan penasaran yang selalu aku hindari tiga hari belakangan ini. Tidak beda jauh dengan saat ke Yogya kemarin, dia terus membuatku kesal karena tidak berhenti mengawasiku. Tapi aku tidak peduli, tidak ingin terlihat peduli.

Aku turun dari lift dan setengah berlari ke arah coffe shop yang terletak di tengah lobby kantor. Mataku menoleh ke berbagai arah kemudian pandanganku berubah gelap saat seseorang menangkup tangannya menutup inderaku itu.

"Rick!" Aku setengah berteriak dan berbalik.

"Hai ..." Pria tampan yang sudah lama aku rindukan itu tersenyum lebar. Aku memekik dan langsung memeluknya.

"Oh God, i miss you so much!" ucapnya tidak peduli dengan pandangan orang lain yang menatap kami.

"Me too, Rick." Aku menjauhkan tubuhku sesaat, dia mencium pipiku dan memelukku lagi.

Ada rasa haru bercampur kesal karena sudah dua tahun aku tidak bertemu dengannya. Seorang pria terpenting dalam hidupku. Dia merangkulku berjalan keluar.

"Rick, kenapa ga bilang udah sampe? Kan aku bisa jemput di airport." sahutku sambil memeluk pinggangnya.

"You still at work, honey, aku ga enak kalau kamu jemput. Lagipula aku mau kasih suprise. Kaget kan?"

Aku mengangguk dengan semangat. "Kamu berhasil ngeprank aku! Bilang tar malem landing, eh sekarang udah disini."

Kami tertawa lalu masuk ke mobil. Rick mengajakku ke mall dekat kantor, mau makan sate katanya. Dia kangen sama masakan Indonesia.

Aku tidak bisa berhenti menatap wajah pria itu. "Kamu banyak berubah. Kamu makin kurusan Rick." sahutku sedikit cemas.

Dia terkekeh. "Bukan kurus Hon, ini lebih ke ideal. Aku menjaga beratku karena, yah, kamu tau gimana sibuknya pekerjaanku, kalau tubuhku tidak ringan untuk bergerak, maka repotlah ..."

Aku tersenyum. Aku ingat saat dulu dia bertubuh gemuk, Rick cepat kecapekan walau baru jalan sebentar. Dan pekerjaan dia sekarang ini menuntut untuk bergerak gesit. Maklum, Rick bekerja di dunia fashion.

Rick tinggal di Paris selama ini, aku dan Rick sudah saling mengenal saat kami kelas tiga SMA. Dia blasteran Indonesia-Korea-Prancis. Mamanya Indonesia, Papanya Korea, sedangkan Omanya ada keturunan Prancisnya. Tapi wajah Rick lebih dominan ke Papanya.

"Jadi, udah deal apartemennya?" tanyaku. Recana Rick akan pindah ke Jakarta dua minggu lagi. Dia mendapat kepercayaan untuk membuka kantor cabang agensi model disini.

Tentu saja hal itu membuatku senang, setelah sekian lama kami berpisah. Sekarang kami tinggal di satu kota lagi.

"Besok libur ga? Bantu aku pilih furniture." Dia mengusap sambal kacang di pinggir bibirku dengan jari dan menjilatnya.

"Jorok!" sahutku.

Dia menjulurkan lidahnya. Kami tertawa dan aku merasa lepas. Kepenatanku hilang padahal pekerjaan yang aku jalani tidak seberat itu.

"Besok bisa, lusa aku udah jalan lagi ke Anyer. Biasa cari bahan disana."

"Hmmm ... Sounds fun! Aku boleh ikut?"

"Hah? Tapi tiga hari Rick, kamu kan harus beresin apartemen kamu." Aku menyernyit heran.

"Greet, aku baru sampai disini dan aku pengen abisin waktu sama kamu. Besok kita pilih barang dan bisa di antar tiga hari lagi. Aku paling ikut dua hari sama kamu dan balik duluan ke Jakarta. Minggu depan aku udah balik lagi ke Paris. Terus pas pindah kesini udah langsung sibuk nanti." jelasnya.

Aku mengangguk merasa prihatin, Rick benar-benar sibuk sehingga harus mencuri waktu untuk berlibur. Akhirnya aku setuju dia ikut ke Anyer tapi dengan syarat dia tidak akan mengganggu pekerjaanku.

Sebelumnya aku sudah diberitahu akan menginap dihotel mana dan dia memesan kamar di hotel yang sama, tapi kelas yang nomor satu. Dasar Rick!

Kami akan ke Anyer naik mobil kantor, tapi Rick bilang agar aku ikut saja dengannya, konvoi dengan rekanku yang lain.

"Mau kemana abis ini?" tanyaku.

"ATM. Aku ga pegang banyak uang cash. Abis itu aku anter kamu pulang. Jam berapa besok berangkat?"

Kami berbincang sambil berjalan ke arah gerai ATM. Rick merangkul bahuku.

"Greet!"

Langkah kami terhenti dan aku menoleh. Aku terkejut melihat mba Luna dan Tristian berjalan dibelakang kami.

"Hai.. ga bilang sih mau kesini kan bisa bareng.." wajah cantik itu tersenyum menatapku lalu memandang Rick sambil tersenyum penasaran.

Tanpa sengaja aku melirik ke arah Tristian. Wajahnya terlihat tidak senang. Aku tidak menduga akan bertemu mereka disini. Rupanya mereka habis jalan setelah pulang kantor rupanya. Harusnya aku merasa biasa saja, tidak sedikit kikuk begini.

"Iya mba. Mm tadi ..."

"Siapa Hon?" tanya Rick.

"Ini, mba Luna. Seniorku waktu di Bandung dulu. Tapi sekarang kami kerja bareng di KG sini. Dia yang tarik aku kesini."

"Oh ..." Rick mengulurkan tangannya.

"Dan ini, head teamku, pacarnya mba Luna."

Tristian menatapku tidak suka. Kenapa? Toh memang begitu kan?

Sementara mba Luna tersipu mendengar ucapanku itu.

"I'm Rick."

Tristian menjabat tangan pria itu.

Entah darimana aku menambahkan.

"Dia pacarku."

Tiga pasang mata langsung menatapku bersamaan. Aku hanya membalas tatapan Rick sambil tersenyum kaku, lalu dia balas tersenyum lebar sambil merangkul bahuku.

"Ya. Aku pacarnya Greet. Senang bertemu kalian."

***

"What was that?" kata Rick sambil tetap menatap lurus ke depan, fokus dengan kemudinya, tetapi pertanyaannya berhasil memecah lamunanku.

Setelah tadi kami berpisah dengan mba Luna dan Tristian, aku sendiri bingung mengapa aku bisa berkata seperti itu. Aku menghela napas dengan berat menghindari tatapan penuh tanya dari orang yang duduk di sampingku.

"Greet ..."

Dia menuntut jawabanku, aku merasa bodoh dan menyesal sudah berpura-pura mengaku seperti itu.

"Sorry Rick, aku ..."

"Greet, apa itu artinya aku mendapat jawaban atas perasaanku setelah sekian lama?"

-tbc-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status