Share

Ignore

Author: Karen Sanjaya
last update Last Updated: 2022-03-26 12:44:47

Flashback On.. Monas

"Leganyaaaa ...."

Aku menghela napas saat menyerahkan hardcover tugas akhirku pagi ini. Hatiku terasa ringan, selesai sudah kewajibanku sebagai seorang mahasiswa.

"Greet!"

Suara berat yang terngiang di benakku terdengar, walau dalam situasi gelap sekalipun aku akan mengenali suara itu. Aku menoleh dan melambai ke arah pria itu yang akhir-akhir ini dekat denganku. Tristian Delmar, yang biasa di panggil Ian oleh teman-teman seangkatan kami. Kami dekat sejak setahun belakangan ini. Ada tiga mata kuliah dimana aku dan dia sekelompok, dan hari ini kami janjian untuk jalan setelah menyelesaikan skripsi kami.

"Udah kasih?" tanyanya dan aku mengangguk.

"Oke ... wish me luck!!" Dia meninju pelan pipiku sebelum masuk ke ruangan jurusan kami.

Aku menunggu selama lima belas menit, lalu dia keluar dengan wajah sama sumringahnya denganku. "Done!" Sahutnya dan kami berhi'five.

Dia merangkulku, mengabaikan tatapan aneh dari orang-orang. Aku sudah terbiasa, pemuda tampan seperti Tristian selalu bersamaku, gadis gemuk kurang gaul. Entah kenapa kami menjadi dekat, mungkin karena kami sama-sama memyukai tim sepak bola yang sama.

"Jadi mau kemana kita?" Ian bertanya sambil menarik tanganku turun ke basement.

Aku sudah terbiasa dengan perlakuannya. Ian mahasiswa yang cukup terkenal di angkatan kami, sebenarnya dia lebih tua tiga tahun, dia sempat menunda kuliahnya. Ian disukai semua orang. Dan jangan tanya berapa banyak cewek-cewek yang menggilainya sekaligus mengutukku karena bisa dekat dengannya.

Aku juga tidak ingat kapan kami mulai akrab. Yang pasti kami sering makan bareng saat jam kuliah atau jalan bareng saat pulang.

"Mmm ... kemana ya?" Kami berjalan di basement ke arah biasa dia memarkirkan motornya. Aku berhenti saat dia menekan tombol kunci dan suara remote terdengar dari mobil sport berwarna silver metallic bermerk Mercedes Benz.

"Kamu bawa mobil? Tumbenan ..." sahutku saat dia membukakan pintu untukku. Aku merasa di istimewakan. Memang sebelumnya aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh seorang pria dan Ian memperlakukanku seperti pria-pria gentlemen di dalam film.

"Jauhan dikit yuk Greet ..."

Dia menjalankan mobilnya, suara knalpot bergemuruh empuk terdengar. Hanya ada dua kursi di dalam mobil ini. Aku tahu dia anak orang kaya tapi entah sekaya apa.

"Kemana?"

"Jakarta." sahutnya sambil tersenyum dan menginjak gas.

Dadaku berdebar, ini pertama kalinya aku pergi keluar kota dengan seorang cowok. Mama Papaku ada di Jakarta tapi tentunya aku tidak akan bilang pada mereka. Toh kami rencananya tidak menginap. Jam dua belas siang kami sudah sampai Jakarta dan Ian mengajakku ke Monas gaeess ... langsung ke atas. Aku merinding saat keluar lift, menelan salivaku menyadari betapa tingginya bangunan ini.

"Kenapa Greet? Aku belum pernah ke dalam Monas. Kamu juga kan?" Dia terlihat bersemangat dan aku yakin aku terlihat pucat siap memuntahkan soto betawi yang kami makan sebelum sampai di sini.

"Tenang aja ... pegang tanganku kalau takut, Greet."

Flashback End.

***

Aku menarik tanganku lalu menatapnya tajam. "Makasih tapi saya bisa sendiri Pak!" ketusku. Ga kapok apa dia, semalem aku gantung balik di pintu kamarnya nasi goreng iga bakar yang terlihat menggiurkan itu. Dengan tidak rela aku menolak walau perutku bergemuruh protes. Akhirnya aku pesan sendiri makan malamku.

Apa maksudnya? Sok-sok'an perhatian padahal selama ini kami tidak pernah berhubungan. Cih ... dia lupa apa pernah berbuat salah ke aku?

Aku melangkah turun, walau takut setengah mati tapi aku berusaha tidak menunjukkan padanya. Aku tahu dia mengekor satu langkah di belakangku, seolah dia siap menarik jika aku akan terjatuh, tapi emang dia kuat tahan bodiku yang jumbo ini?

Aku berusaha menghindar, menjaga jarak, sedikit bicara dan bersinggungan walau aku merasakan matanya sering intens menatapku.

Aku harus terbiasa ... aku harus terbiasa.

Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya setelah kerjaan hari ini selesai. Pukul lima sore, kami sudah bersiap untuk kembali ke hotel. Matahari cukup menyengat siang tadi dan aku lupa membawa topi. Rasanya ubun-ubunku menyerap setian pancaran sinar kuning itu, membuatku pening. Aku memejamkan mata sebentar hingga tidak sadar tertidur lelap.

Saat aku membuka mata, mobil sudah berhenti, di luar kaca sudah gelap tapi tidak ada siapapun di dalam. Mesin masih menyala dengan jendela terbuka sedikit. Aku menggerakkan badanku dan terkejut saat pintu terbuka.

"Udah bangun?" Tristian menatapku sambil tersenyum simpul.

Aku berdehem. Ngapain dia disini?

"Maaf, saya ketiduran Pak." Aku bergeser hendak keluar.

"Greet ..." Dia menahan pintu saat aku mendorongnya.

Aku menoleh ke sekitar, kemana yang lain? Aku takut ada yang melihat.

"Kamu masih mau berpura-pura tidak mengenalku?" tanyanya. Ada nada kecewa disuara itu. Walau dulu kami dekat hanya sebentar tapi aku sedikit banyak tahu kebiasaan-kebiasaanya.

Aku terdiam, lalu mencoba mendorong pintu kembali tapi dia tidak bergeming.

"Greet ... kenapa kamu begitu? Bersikap seolah kita tidak pernah kenal sama sekali. Aku ..."

"Saya ga punya urusan apapun sama Bapak. Tolong, jangan sok kenal sama saya." Aku mendelik tajam lalu mendorongnya sekuat tenaga dan menjauh.

Aku setengah berlari ke kamarku. Napasku terengah. Aku mendongak saat di dalam lift, menghalau air mata yang hendak keluar.

Tidak! Dia bukan siapa-siapa!

Aku menetralkan ekpresiku sebelum mengetuk pintu dan tersenyum saat mba Silvy membukanya.

"Udah bangun Greet? Ya ampun kecapean ya kamu?"

Aku mengangguk sambil tersenyum dipaksakan. Aku tidak ingin dia merasa aneh kalau aku tiba-tiba sedih atau bagaimana.

"Kok ga bangunin aku mba?"

"Mau tadinya. Tapi pak Tian bilang biarin kamu tidur. Kamu keliatan kecapean banget soalnya. Pak Tian tuh emang baik, dia tuh perhatian sama anak buahnya." jelas wanita cantik itu.

Aku kembali tersenyum. See Greet, dia baik sama semua orang. Bukan cuma sama kamu. Sejak dulu juga begitu. Aku membersihkan diriku, mandi dan mengenakan pakaian santai.

Pukul setengah delapan malam aku mengetuk kamar Leon dan mas Andreas. Kami mau menyunting video liputan hari ini.

Tristian memesan makanan online, tapi kali ini dia sendiri yang mengantarnya. Lagi, nasi goreng iga bakar pedas yang akhirnya tidak bisa ku tolak karena dia juga memesan makanan yang sama untuk yang lain.

Aku tengah mencari lagu untuk backsound saat suara ponselku berbunyi.

"Hai ganteng ..." Sambutku.

Suara tawa menggelegar dibalik ponsel itu membuatku menjauhkan benda tipis itu dari telinga. Senyumku terbit.

"Hai Greet sayang. Kamu lagi dimana?"

"Aku di Yogya, ada kerjaan."

"Congrats by the way untuk kerjaan barunya. Langsung keluar kota, Hon?" tanya suara yang kurindukan itu.

"Iya, kamu jadi balik kan weekend besok, Rick?" Aku bertanya penuh harap.

"Kenapa? Kangen berat ya?" Jahilnya.

"Iya, kangen oleh-olehnya." jawabku sambil tertawa lalu terhenti saat tatapan tajam Tristian terarah padaku. Tapi aku membuang muka.

"Awas kamu ya.. nanti aku balik aku ciumin sampai habis!"

Kami tertawa, dan aku berdehem saat Leon dan mas Andreas ikut melirikku.

"Aku masih gawe. Nanti teleponan lagi ya." bisikku.

"Oke Greet. Miss you honey."

"Miss you too, Rick." Aku menutup panggilan sambil tersenyum. Tapi kesenanganku hanya berlangsung sebentar saat mata pria itu masih terus menatap. Aku merubah posisi dudukku membelakanginya. Memakai earphone agak fokusku pada lagu, bukan wajah penasaran pria itu.

Baru saja aku bersemangat dengan pekerjaan baruku, tapi malah dihancurkan karena harus bekerja terus bersamanya. Tidak mungkin aku meminta pindah team, apalagi pindah divisi. Aku juga tidak bisa menemukan alasan yang masuk akal, apalagi kalau sampai mba Luna bertanya kenapa aku ingin pindah.

Tuhan, semoga aku bisa bertahan bekerja disini dan pria itu menjauh dariku. Aku hanya ingin tentram Tuhan, hanya ingin tenang seperti sebelum bertemu lagi dengannya.

-tbc-

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GREET'S WILDEST DREAM   Xtrapart 6 - The Twins

    Greet POVAku mendorong pintu tanpa peduli, meringsek masuk kedalam. Respon terkejut Laura saja membuatku semakin berpikir macam-macam."Kak Greet!!!" Perempuan muda itu menahan lenganku tapi tenagaku lebih kuat, ditambah emosiku yang meledak membuat dia oleng saat aku menyentak tanganku. Aku melangkah dan terbelalak saat melihat Tristian sedang berdiri tidak kalah terkejutnya dengan Laura saat melihatku. Dia berdiri didepan sebuah meja bundar dengan....Jordan???Sedang apa Jordan ada di sini juga??KENAPA DIA ADA DISINI???Sontak aku menutup mulut, mataku membulat, ingatanku terlempar ke kejadian dulu saat......Astaga!!!! Astaga!!!!!Aku langsung berbalik."Bee!!!"Aku berlari tidak menghiraukan suara Tristian yang memanggil namaku, mengabaikan situasi menegangkan yang entah apakah nanti akan ku sesali tapi jelas aku yakin, aku kembali masuk kedalam situasi kesalahpahaman seperti dulu.Pandanganku kabur saat mencari nomor kamar yang tadi kupesan, hanya itu tempat yang kupikirkan ag

  • GREET'S WILDEST DREAM   Xtrapart 5 - Got Caught

    Tristian POV"Gimana La? Udah ada hasilnya?". Tanyaku penuh harap."Belum ada Tian, aku udah ngarep banget padahal, tapi belum jelas keliatannya." Keluh Laura.Aku menghela napas "Ya udah sabar La.."Aku tidak ingin Laura merasa terbeban dengan permasalahanku, dia sudah bersedia membantu saja aku sudah merasa berterima kasih.Laura, teman dan juga salah satu arsitek dikantorku, perempuan baik tapi super bawel nan kepo. Sedikit banyak dia tahu mengenai rencanaku dan menawarkan diri untuk membantu. Kebetulan juga aku merasa kalau dia orang yang tepat untuk mewujudkan rencanaku. Rencana yang sudah lama terus mengiang di mimpiku, berniat untuk kujadikan nyata."Jangan nyerah La, aku percaya kalau udah rejekinya pasti dimudahkan. Aku sabar kok, tapi kita ga boleh berhenti berusaha ya..." Aku terkekeh pelan berusaha mencairkan suasana hati perempuan itu."Ya kesel aja, aku ga mau ngecewain kamu. Udah ngarep banget dari kemarin-kemarin dapet kabar baiknya. Dia mendengus."Hehe.. gitu aja nga

  • GREET'S WILDEST DREAM   Xtrapart 4 - Trying So Hard

    Aku tengah memasak, sebenarnya hanya menghangatkan masakan saja sih, kedua orangtua kami datang hari ini, kami berencana makan malam di apartemen kami. Tadi Tristian memesan masakan dari restoran milik Pierce, pria itu khusus memesan aneka menu istimewa. Tristian ingin merayakan keberhasilan program IVF kami, dengan kedua Mama dan Papa.Aku sedikit kewalahan saat kedua Mama datang dan langsung berebut memelukku. Mereka menangis terharu, begitu juga dengan kedua Papa yang saling berpelukan. Kami semua larut dalam kebahagiaan."Aku ambilin buah dulu di kulkas." Tristian menepuk bahuku kemudian bangkit berdiri. Aku tersenyum mengambil puding coklat saat ponsel Tristian bergetar dan menyala diatas meja.Pop-up message terlihat.📩 LauraTian!!!! Astaga Tiaaaan!!! Aku punya berita baik!!! Segera telp aku, aku udah ga sabar pengen kasih tau kamu. Please cepet hubungi aku!!! Aku udah ga sabar mau kasih tau soal rencana kita!"Aku tertegun membaca isi pesan itu. Dadaku kembali berdebar tidak

  • GREET'S WILDEST DREAM   Xtrapart 3 - Don't Wanna Lose Hope

    "Kamu yakin?" Tristian menatapku, duduk di meja dengan kedua tubuhnya condong ke arahku, kedua tanganku digenggam olehnya. Aku mengangguk. "Aku mau coba. Kita ga pernah tau kalau ga coba." Sahutku lirih sambil menahan rasa cemas takut Tristian menolak usulanku. Pria itu menghela napas sambil menegakkan tubuhnya. "Bee, aku udah bilang kan? Aku ga masalah kalau memang Tuhan ga kasih anak buat kita. Buat aku yang penting ada kamu dihidup aku. Kamu segalanya buat aku." Tristian menarikku berdiri dan mendekapku. Aku menggigit bibir menahan isakan. Berkali Tristian mengatakan itu, tapi aku tahu dalam hatinya pasti ada keinginan itu. Tiga tahun, entah apakah bisa di anggap waktu yang cukup atau belum untuk usaha yang kami lakukan agar mendapat momongan. Aku tahu walau Tristian sama sekali tidak pernah menuntut untuk segera memiliki anak, tapi kerinduan itu tetap menghantuiku. Anak angkatku, Pieter yang terlihat semakin lucu dan menggemaskan, tidak sepenuhnya dapat mengisi kekosonganku ak

  • GREET'S WILDEST DREAM   Xtrapart 2 - Becoming Godparent

    "Selamat pagi, Bapak dan Ibu Tristian Delmar. Silahkan." Seorang petugas maskapai penerbangan menyambut kami saat kami sampai di lobby Bandara Ngurah Rai. Rasanya aku harus terbiasa dengan panggilan baruku itu.Aku menatap ke arah pria itu yang terkekeh melihat wajah heranku. Dia sebenarnya mau mengajakku kemana sih?Kedua orangtua kami tidak mengatakan apapun. Mereka juga bilangnya tidak tahu apa-apa tentang kemana Tristian akan membawaku. Mama bahkan menangis haru saat aku hendak pergi dan bilang harus segera mengabari kalau sudah sampai di negara tujuan.Seorang rekan bisnis Papa Tjandra memberikan kartu debit dengan limit 100jt sebagai hadiah pernikahan kami. Lalu ada hadiah mobil, lalu voucher department store, lalu voucher belanja. Belum lagi 'amplop' yang langsung di transfer ke rekeningku dan Tristian, entah darimana mereka tahu, aku belum mengecek siapa saja yang mengirimkan angpao itu.Wanita itu mengantar kami ke VIP lounge, menyediakan minuman dan makanan kecil lalu menyur

  • GREET'S WILDEST DREAM   Xtrapart 1 - Becoming Mrs. Delmar

    Aku menarik napas dan memejamkan mata saat ci Kanika, MUA professional langganan Mama Ivon sedang me'retouch wajahku. Rasanya mataku mengantuk, saat kuas ringannya menyapu bagian mata, aku serasa di usap-usap nina bobo. Sudah 5 jam sejak aku berpenampilan bak putri kerajaan. Ternyata seperti ini rasanya menjadi ratu semalam. Jadi pusat perhatian, semua mata memandang dan terpukau, seolah hanya aku satu-satunya yang bisa mereka pandang. Haha. Berlebihan sekali aku menggambarkannya.Hari ini, tepat dua minggu setelah Tristian melamarku untuk yang kesekian kalinya, kami menikah. Satu jam lalu aku dan Tristian mengikat janji seumur hidup disaksikan Pendeta dan keluarga kami. Aku menangis haru, untung makeupnya waterproof semua, aman tidak merubah wajahku seperti zombie. Hihi.Dan sekarang kami bersiap untuk pestanya. Tadi saat pemberkatan rambutku di sanggul, sekarang aku minta untuk menggerainya agar terlihat lebih santai. Ci Kanika membuatnya gelombang acak terlihat elegan tapi natural.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status