Hari Senin siang Nabila kembali nekat menelpon Riko yang seharusnya sedang berada di kantor. "Selamat siang Mas." Nabila juga membuka dengan salam untuk tetap menghormati mantan suaminya seperti dulu, karena Riko tetap ayah dari putranya. "Ya kenapa?" nada sura Riko justru terdengar agak ketus hingga rasanya Nabila igin kembali menelan kata-katanya ke tengorokan. Rico memang jadi ketus seperti itu sejak Nabila bersikeras minta bercerai dan tidak mau mendengarkan perkataanya.. "Sudah dua bulan Mas Riko tidak memberikan jatah bulanan untuk Bagas." "Apa sudah habis lagi?" "Sudah dua bulan Mas Riko tidak mengirim apa-apa." Nabila kembali mengingatkan. "Dengar Nabila, sekarang Novie juga sedang hamil kami juga memiliki banyak kebutuhan sendiri jadi jangan terlalau bergantung terus padaku!" "Ini untuk Bagas, Mas. Bukan untuk kebutuhanku!" tegas Nabila mulai ikut tersulut Emosi degan perkatan suaminya yang juga sudah mulai mirip dengan Novie. Sepertinya dua orang yang tidur bersama l
"Ini untuk Bagas, cuma lima ratus ribu, Abang belum gajian bulan ini." Togar menyerahkan lima lembar uang seratus ribuan dari dompetnya ketangan Nabila. "Jangan Bang, minggu lalu Bang Togar sudah ngasih uang buat beli susu Bagas." "Tidak apa-apa ini uang simpanan abang sendiri, Mbak Fitri tidak tahu." "Jangan Bang, sungguh nabila gak enak sama Mbak Fitri." Sebenarnya kaka ipar Nabila sudah tahu jika tiap bulan suaminya akan menyisihkan uang satu setengah juta rupiah untuk Bagas dan terimakasihnya karena Nabila bantu mengurus ibu mereka. Tapi kadang Bang Togar juga masih sering tidak tega melihat kondisi Nabila. Biasanya Nabila baru akan menemuinya diam-diam seperti ini jika sudah sangat terdesak. "Sudahlah Nabila, terima saja, Abang tahu kau sedang tidak bisa minta pada mantan suamimu." Nabila malah kembali meneteskan air mata ketika Bang Togar memaksakan uang tersebut ke dalam genggamannya. Nabila memang sangat butuh uang tapi seperti ini membuat Nabila sangat sedih dan tidak be
Riko beruntung karena ketika dia tiba kebetulan Bang Togar pas ijin pulang, jadi tinggal Nabila dan putra mereka. Padahal sudah dari tadi Bang Togar mau ngajak Riko kelahi karena sampai lewat tengah hari dia belum muncul juga."Bagaiman kondisinya?" tanya Riko yang baru tiba karena Bagas sedang tidur."Masi demam Mas." Sebenci apapun Nabila terhadap Rico nyatanya ketika sedang dalam kondisi seperti ini dia sedang sama sekali tidak sempat memikirkan kebenciannya. Nabila hanya terus mencemaskan Bagas yang demamnya sama sekali belum turun sejak kemarin."Kupikir Bagas cuma flu." Rico menempelkan punggung tangan ke dahi putranya yang masih tertidur."Mungkin Bagas rindu sama Mas Riko."Riko tidak bicara apa-apa begitu mendengar ucapan Nabila, dia hanya ikut duduk di samping ranjang untuk memperhatikan putranya. Sebenarnya tadi malam Riko juga tahu jika Nabila mengirim pesan dan menelpon beberapa kali tapi Novie juga berulang kali mengatakan jika Nabila hanya berusaha mencari-cari alasan u
Novie kembali menelepon Riko tiap hampir sepuluh menit sampai suaranya membuat telinga gatal, padahal Riko masih belum bisa menigalkan putranya yang sedang sakit. "Mas Riko lama banget, cepat bawain makanan pesanan aku. Ini lagi mual, gak bisa makan apa-apa dari pagi," rengek Novie terdengar manja untuk minta perhatian. "Ya, sebentar tunggu Bagas selesai minum obat." Nabila dan Moy ikut mendengarkan percakapan mereka karena Riko mengangkat panggilan telepon sambil menggendong Bagas untuk minum sirup penurun demam yang disuapkan Nabila. "Aku tunggu sepuluh menit lagi, jangan lama-lama sama mantan!" Novie pura-pura ngambek kemudian menutup telepon lebih dulu. Akhirnya Riko berpamitan pulang karena Novie pasti akan terus ribut, bahkan Moy yang ikut mendengarkan saja jadi jengkel. "Rasanya pingin kucekik itu leher perempuan tidak tahu diri! Sudah merebut suami orang masih juga sok-sokan paling minta dimanja kayak cuma dia aja yang pernah bunting!" gerutu Moy setelah riko pergi. "Pa
Begitu Riko pulang dan meletakkan ponselnya di atas meja, Novie segera mengambil benda tersebut dan memeriksa semua jejak percakapan suaminya. Novie kaget ketika melihat laporan pesan SMS banking transfer dana yang dikirimkan Riko ke rekening Nabila. Dada Novie langsung bergemuruh panas mengetahui Riko mengirim uang lima juta rupiah ke pada mantan istrinya. Bukan hanya masalah jumlah nominalnya yang membuat dada Novie seperti sedang direbus, tapi Novie juga sedang sangat cemburu karena menduga Riko masih suka memperhatikan mantan istrinya. Meskipun Nabila kalah muda dari Novie yang baru dua puluh tiga tahun tapi Nabila juga masih cantik, badannya Bagus, pantas untuk dicemburui. "Jadi Mas Riko ngasih uang lima juta buat mantan istri Mas?" tanya Novie begitu Riko keluar dari kamar mandi. "Itu untuk bagas." "Lima juta hanya untuk anak umur satu tahun?" sewot Novie sama sekali tidak percaya. "Mas yakin itu bukan untuk ibunya juga? Ingat Mas, dia sudah mantan istri, sudah bukan tanggun
[Boleh kita kenalan, Nabila?][Ya] balasan Nabila benar-benar singkat hingga sulit ditebak dia kurang suka atau bagaimana.[Namaku Sunan, aku sudah mendengar banyak cerita dari Moy tentangmu. Semoga aku tidak mengganggumu malam-malam begini][Tidak Mas][Terimakasih Nabila] sebuah pesan yang di belakangnya ditambah emoji senyum.Usia Nabila sudah dua puluh delapan tahu, sebelum menikah Nabila dan Riko sempat berpacaran selama dua tahun, mereka menjalani pernikahan selam tiga tahun sebelum akhirnya bercerai. Selama itu Nabila tidak pernah berpikir dirinya akan kembali terlibat obrolan chatting dengan lawan jenis yang membuatnya berdebar-debar lagi seperti ini. Padahal Sunan baru mengajaknya berkenalan dan jari Nabila hampir gemetar ketika balas mengetik pesan. Rasanya menggelikan menyadari dirinya sepanik ini hanya karena diajak berkenalan oleh seorang laki-laki melalui chat."Nabila, aku ingin langsung terus terang dengan maksudku, apa kau tidak masalah?][Ya Mas tidak apa-apa] Nabila
"Ingat, ya! duit Mas Riko sekarang juga duitku! karena sekarang aku istrinya dan kau bukan siapa-siapanya lagi!" "Aku tidak perduli dengan uang kalian, tapi jika Mas Riko tidak bertanggung jawab menafkahi putranya itu baru menjadi urusanku!" "Jangan naif Nabila, banyak pasanga suami istri yang sudah berpisah dan mereka gak ngerecokin lagi rumah tangga mantan suaminya, gak kayak kalian yang mau terus jadi benalu!" "Jaga ucapanmu!" Moy yang baru muncul dengan menggendong Bagas langsung ikut menyela. Tentu Novie juga kenal dengan pemilik salon langgananya itu. "Karyawanmu yang memulai lebih dulu!" Novie menunjuk Nabila untuk melempar kesalahan. "Jangan pikir aku tidak tahu kau hanya wanita pelakor yang telah merebut suami Nabila dan sekarang masih berani bicara tidak tahu diri!" Novi luar biasa syok mendapatkan balasan seperti itu dari orang yang dia pikir akan membelanya atau mungkin memecat Nabila. "Pergi dari sini karena aku juga bisa membayar mulut wanita murahan sepertimu!"
Riko sengaja memarkir mobilnya di sebrang jalan salon langganan Novie, kira-kira jam lima sore setelah dia pulang dari kantor. Nabila masih belum mau mengangkat telepon Riko karen itu dia ingin membuktikan apa benar sekarang Nabila bekerja. Tak berapa lama Riko melihat Nabila sedang menggendong Bagas keluar dari pintu salon. Nabila terlihat kerepotan menenteng tas lumayan besar yang mungkin berisi bekal keperluan putranya. Karena membawa anak-anak bekerja memang merepotkan harus banyak perbekalan. Nabila benar-benar bekerja di salon seharian dengan membawa putranya sama seperti yang dia katakan di telepon tadi. Sebenarnya Riko tidak tega dan ingin keluar dari dalam mobil tapi Nabil sudah lebih dulu menghentikan angkutan umum. Bukannya Riko tanpa hati melihat mantan istri dan anaknya seperti itu, tapi Nabila yang bersikeras untuk minta bercerai. Nabila juga tidak mau mendengarkan nasehat kedua orang tua Riko agar mereka tetap mempertahankan pernikahan. Semua itu memang salah Riko, tap