Rico memang jadi ketus seperti itu sejak Nabila bersikeras minta bercerai dan tidak mau mendengarkan perkataanya..
"Sudah dua bulan Mas Riko tidak memberikan jatah bulanan untuk Bagas.""Apa sudah habis lagi?""Sudah dua bulan Mas Riko tidak mengirim apa-apa." Nabila kembali mengingatkan."Dengar Nabila, sekarang Novie juga sedang hamil kami juga memiliki banyak kebutuhan sendiri jadi jangan terlalau bergantung terus padaku!""Ini untuk Bagas, Mas. Bukan untuk kebutuhanku!" tegas Nabila mulai ikut tersulut Emosi degan perkatan suaminya yang juga sudah mulai mirip dengan Novie.Sepertinya dua orang yang tidur bersama lama-lama akan jadi semakin mirip, pikir Nabila dalam hati karena sekarang dia juga jadi seperti sudah tidak mengenal Riko sama sekali, sifatnya sudah banyak berubah. Nabila yakin Novie sudah banyak mempengaruhi suaminya hingga jadi sangat ketus seolah tidak punya hati."Ya sudah Mas, jika Mas Riko khawatir aku akan ikut makan uang jatah untuk Bagas, Mas Riko kirim saja susu dan keperluannya yang lain ke rumah.""Kau tetap harus mandiri Nabila, jangan terus bergantung padaku untuk semua kebutuhan Bagas. Aku dan Novie juga akan memiliki anak yang kelak juga akan memiliki banyak kebutuhan."Sungguh Nabila paling tidak terima ketika Riko tega bicara seperti itu, sampai tanpa terasa air mata Nabila mulai merembas."Tidak ada mantan anak Mas! ingat itu! Bagas tetap memiliki hak yang sama dengan anak-anak mas bersama Novie!"Seharusnya tanpa harus Nabila bicara seperti ini Riko sudah paham, atau lebih manusiawinya lebih peka karena Bagas adalah darah dagingnya dan seharusnya tidak ada yang mampu memutus kasih seorang ayah pada putranya meski orang tuanya telah bercerai."Bukankah perceraian ini maumu! Kau yang mau berpisah, jadi jangan menyesal dan ingin terus bergantung padaku!"Nabila sangat sedih luar biasa karena baru sadar jika keputusannya utuk minta bercerai juga ikut membuat putranya kehilangan hak dan cinta dari ayahnya. Memang bukan salah Nabila, tapi nyatanya tidak semua pria bisa bertanggung jawab dengan bijak."Ya'sudah Mas, aku tidak mau mengganggu pekerjaan Mas Riko." Nabila segera mengucapkan salam dan menutup teleponnya lebih dulu karena tidak sanggup dan napasnya mulai sesak.Seandainya saja Bagas sudah bisa Nabila tinggalkan bekerja atau ada orang yang bisa dia percaya untuk menitipkanya dengan biaya murah pasti Nabila sudah bekerja sejak kemarin-kemarin. Walaupun mencari pekerjaan juga sedang tidak mudah tapi Nabila sudah pernah memiliki pengalaman bekerja selama dua tahun. Mungkin dia masih bisa mendapatkan pekerjaan, meski gajinya tidak besar. Yang penting cukup untuk dia sendiri dan putranya hidup berdua tanpa perlu-meminta-mita jatah susu lagi untuk Bagas.Ketika memutuskan untuk bercerai Nabila memang tidak menyangka jika kondisinya akan jadi sesulit ini. Nabila sama sekali tidak menyesal, tapi realitanya sedang banyak yang harus dia hadapi. Tadinya Nabila pikir Riko masih mau menanggung kebutuhan putranya sementara Bagas masih balita. Nabila tidak tahu jika meminta hak bisa jadi seperti mengemis belas kasihan. Padahal gaji matan suaminya cukup besar, Riko bekerja di perusahan asing dan memiliki jabatan. Tidak akan terasa bagi Riko jika hanya memberikan jatah putra mereka sama seperti keputusan dalam sidang perceraian dan hak asuh anak. Yang lebih meyakitkan lagi buat Nabila adalah perhatian dan kasih sayang riko yang telah ikut hilang untuk Bagas.Malam harinya Nabila semakin sedih luar biasa ketika menatap wajah polos putranya yang sedang tertidur lelap. Nabila merasa sangat berdosa pada anak laki-lakinya karena keegoisannya untuk nekat bercerai telah membuat anak itu kehilangan hak untuk dicintai ayahnya. Berulang kali memang bukan salah Nabila, tapi seandainya Nabila lebih kuat untuk bertahan dalam pernikahan demi anak, mungkin Bagas tidak akan ikut terlantar."Maafkan Bunda, Nak."Nabila membelai kepala putranya dengan air mata yang juga bercucuran. Meskipun dia sudah bertekad sanggup menghadapi apapun ternyata sebagai seorang ibu Nabila tetap tidak sanggup membayangkan putranya harus tumbuh tanpan kasih sayang seorang ayah.Walaupun nanti Nabila telah bekerja dan sanggup memenuhi segala kebutuhan putranya tapi Nabila tetap tidak akan bisa mengantikan peran seorang ayah.*****Keesokan harinya Nabila diam-diam pergi menemui kakak tertuanya tanpa sepengetahuan papanya, karena Nabila tidak mau papanya ikut semakin sedih memikirkan nasib Nabila. Nabila bahkan tidak pernah bercerita jika sudah dua bulan Riko tidak memberikan jatah untuk Bagas. Nabila beruntung masih memiliki dua orang kakak laki-laki, meski tidak bisa juga untuk tergantung terus pada mereka tapi paling tidak Nabila punya tempat untuk minta nasehat.Nabila menceritakan semua masalahnya pada Bang Togar sebagai kakak yang paling tua."Sudah kukatakan, biar aku yang mengurus putramu jangan pernah lagi menghubungi laki-laki brengsek itu!" mau tidak mau Bang Togar juga ikut emosi mendengar cerita Nabila. "Aku masih sanggup memberi kalian berdua makan!""Nabila ingin bekerja Bang, tapi Nabila tidak tahu bagaimana dengan Bagas. Siapa yang akan menjaganya.""Cukup jaga saja putramu dan temani papa serta mama di rumah, aku yang akan menanggung semua kebutuhan kalian."Nabila menggeleng. "Aku tetap harus punya pekerjaan Bang.""Ya, bekerjalah nanti jika anakmu sudah cukup besar untuk bisa kau tinggalkan."Nasehat Bang Togar memang benar, tapi nyatanya Nabila tetap tidak bisa bergantung terus pada abang-abangnya. Untuk satu atau dua bulan mungkin tidak apa-apa, tapi jika terus-menerus sepertinya tetap tidak mungkin. Kedua kakak laki-laki Nabila hanya pegawai negeri dan mereka juga memiliki keluarga yang harus dicukupi kebutuhannya. Meski mereka ikhlas tapi bagaimana dengan istrinya, Nabila tidak mau menimbulkan masalah dengan kakak iparnya.Walaupun setelah bercerai Nabila kembali menjadi tanggung jawab ayah serta saudara laki-lakinya tapi Bagas tetap tanggung jawab Riko. Nabila tidak akan bisa menyalahkan kakak iparnya jika di kemudian hari akan merasa tidak ikhlas. Apalagi secara finansial Riko juga jauh lebih mapan dari mereka semua, Riko sangat sanggup jika hanya memberikan hak untuk Bagas. Tapi Riko pilih tidak memberikannya entah untuk membalas sakit hati atas keputusan Nabila atau karena dia memang sudah sangat dipengaruhi oleh istri barunya."Ini untuk Bagas, cuma lima ratus ribu, Abang belum gajian bulan ini." Togar menyerahkan lima lembar uang seratus ribuan dari dompetnya ketangan Nabila. "Jangan Bang, minggu lalu Bang Togar sudah ngasih uang buat beli susu Bagas." "Tidak apa-apa ini uang simpanan abang sendiri, Mbak Fitri tidak tahu." "Jangan Bang, sungguh nabila gak enak sama Mbak Fitri." Sebenarnya kaka ipar Nabila sudah tahu jika tiap bulan suaminya akan menyisihkan uang satu setengah juta rupiah untuk Bagas dan terimakasihnya karena Nabila bantu mengurus ibu mereka. Tapi kadang Bang Togar juga masih sering tidak tega melihat kondisi Nabila. Biasanya Nabila baru akan menemuinya diam-diam seperti ini jika sudah sangat terdesak. "Sudahlah Nabila, terima saja, Abang tahu kau sedang tidak bisa minta pada mantan suamimu." Nabila malah kembali meneteskan air mata ketika Bang Togar memaksakan uang tersebut ke dalam genggamannya. Nabila memang sangat butuh uang tapi seperti ini membuat Nabila sangat sedih dan tidak be
Riko beruntung karena ketika dia tiba kebetulan Bang Togar pas ijin pulang, jadi tinggal Nabila dan putra mereka. Padahal sudah dari tadi Bang Togar mau ngajak Riko kelahi karena sampai lewat tengah hari dia belum muncul juga."Bagaiman kondisinya?" tanya Riko yang baru tiba karena Bagas sedang tidur."Masi demam Mas." Sebenci apapun Nabila terhadap Rico nyatanya ketika sedang dalam kondisi seperti ini dia sedang sama sekali tidak sempat memikirkan kebenciannya. Nabila hanya terus mencemaskan Bagas yang demamnya sama sekali belum turun sejak kemarin."Kupikir Bagas cuma flu." Rico menempelkan punggung tangan ke dahi putranya yang masih tertidur."Mungkin Bagas rindu sama Mas Riko."Riko tidak bicara apa-apa begitu mendengar ucapan Nabila, dia hanya ikut duduk di samping ranjang untuk memperhatikan putranya. Sebenarnya tadi malam Riko juga tahu jika Nabila mengirim pesan dan menelpon beberapa kali tapi Novie juga berulang kali mengatakan jika Nabila hanya berusaha mencari-cari alasan u
Novie kembali menelepon Riko tiap hampir sepuluh menit sampai suaranya membuat telinga gatal, padahal Riko masih belum bisa menigalkan putranya yang sedang sakit. "Mas Riko lama banget, cepat bawain makanan pesanan aku. Ini lagi mual, gak bisa makan apa-apa dari pagi," rengek Novie terdengar manja untuk minta perhatian. "Ya, sebentar tunggu Bagas selesai minum obat." Nabila dan Moy ikut mendengarkan percakapan mereka karena Riko mengangkat panggilan telepon sambil menggendong Bagas untuk minum sirup penurun demam yang disuapkan Nabila. "Aku tunggu sepuluh menit lagi, jangan lama-lama sama mantan!" Novie pura-pura ngambek kemudian menutup telepon lebih dulu. Akhirnya Riko berpamitan pulang karena Novie pasti akan terus ribut, bahkan Moy yang ikut mendengarkan saja jadi jengkel. "Rasanya pingin kucekik itu leher perempuan tidak tahu diri! Sudah merebut suami orang masih juga sok-sokan paling minta dimanja kayak cuma dia aja yang pernah bunting!" gerutu Moy setelah riko pergi. "Pa
Begitu Riko pulang dan meletakkan ponselnya di atas meja, Novie segera mengambil benda tersebut dan memeriksa semua jejak percakapan suaminya. Novie kaget ketika melihat laporan pesan SMS banking transfer dana yang dikirimkan Riko ke rekening Nabila. Dada Novie langsung bergemuruh panas mengetahui Riko mengirim uang lima juta rupiah ke pada mantan istrinya. Bukan hanya masalah jumlah nominalnya yang membuat dada Novie seperti sedang direbus, tapi Novie juga sedang sangat cemburu karena menduga Riko masih suka memperhatikan mantan istrinya. Meskipun Nabila kalah muda dari Novie yang baru dua puluh tiga tahun tapi Nabila juga masih cantik, badannya Bagus, pantas untuk dicemburui. "Jadi Mas Riko ngasih uang lima juta buat mantan istri Mas?" tanya Novie begitu Riko keluar dari kamar mandi. "Itu untuk bagas." "Lima juta hanya untuk anak umur satu tahun?" sewot Novie sama sekali tidak percaya. "Mas yakin itu bukan untuk ibunya juga? Ingat Mas, dia sudah mantan istri, sudah bukan tanggun
[Boleh kita kenalan, Nabila?][Ya] balasan Nabila benar-benar singkat hingga sulit ditebak dia kurang suka atau bagaimana.[Namaku Sunan, aku sudah mendengar banyak cerita dari Moy tentangmu. Semoga aku tidak mengganggumu malam-malam begini][Tidak Mas][Terimakasih Nabila] sebuah pesan yang di belakangnya ditambah emoji senyum.Usia Nabila sudah dua puluh delapan tahu, sebelum menikah Nabila dan Riko sempat berpacaran selama dua tahun, mereka menjalani pernikahan selam tiga tahun sebelum akhirnya bercerai. Selama itu Nabila tidak pernah berpikir dirinya akan kembali terlibat obrolan chatting dengan lawan jenis yang membuatnya berdebar-debar lagi seperti ini. Padahal Sunan baru mengajaknya berkenalan dan jari Nabila hampir gemetar ketika balas mengetik pesan. Rasanya menggelikan menyadari dirinya sepanik ini hanya karena diajak berkenalan oleh seorang laki-laki melalui chat."Nabila, aku ingin langsung terus terang dengan maksudku, apa kau tidak masalah?][Ya Mas tidak apa-apa] Nabila
"Ingat, ya! duit Mas Riko sekarang juga duitku! karena sekarang aku istrinya dan kau bukan siapa-siapanya lagi!" "Aku tidak perduli dengan uang kalian, tapi jika Mas Riko tidak bertanggung jawab menafkahi putranya itu baru menjadi urusanku!" "Jangan naif Nabila, banyak pasanga suami istri yang sudah berpisah dan mereka gak ngerecokin lagi rumah tangga mantan suaminya, gak kayak kalian yang mau terus jadi benalu!" "Jaga ucapanmu!" Moy yang baru muncul dengan menggendong Bagas langsung ikut menyela. Tentu Novie juga kenal dengan pemilik salon langgananya itu. "Karyawanmu yang memulai lebih dulu!" Novie menunjuk Nabila untuk melempar kesalahan. "Jangan pikir aku tidak tahu kau hanya wanita pelakor yang telah merebut suami Nabila dan sekarang masih berani bicara tidak tahu diri!" Novi luar biasa syok mendapatkan balasan seperti itu dari orang yang dia pikir akan membelanya atau mungkin memecat Nabila. "Pergi dari sini karena aku juga bisa membayar mulut wanita murahan sepertimu!"
Riko sengaja memarkir mobilnya di sebrang jalan salon langganan Novie, kira-kira jam lima sore setelah dia pulang dari kantor. Nabila masih belum mau mengangkat telepon Riko karen itu dia ingin membuktikan apa benar sekarang Nabila bekerja. Tak berapa lama Riko melihat Nabila sedang menggendong Bagas keluar dari pintu salon. Nabila terlihat kerepotan menenteng tas lumayan besar yang mungkin berisi bekal keperluan putranya. Karena membawa anak-anak bekerja memang merepotkan harus banyak perbekalan. Nabila benar-benar bekerja di salon seharian dengan membawa putranya sama seperti yang dia katakan di telepon tadi. Sebenarnya Riko tidak tega dan ingin keluar dari dalam mobil tapi Nabil sudah lebih dulu menghentikan angkutan umum. Bukannya Riko tanpa hati melihat mantan istri dan anaknya seperti itu, tapi Nabila yang bersikeras untuk minta bercerai. Nabila juga tidak mau mendengarkan nasehat kedua orang tua Riko agar mereka tetap mempertahankan pernikahan. Semua itu memang salah Riko, tap
Nabila masih sangat muda dan cantik, keberadaan satu orang anak tidak akan membuat Sunan keberatan. Sunan juga sudah beberapa tahun menduda, dia bukan hanya butuh pendamping untuk membesarkan anaknya, Sunan juga butuh wanita utuk kembali menemani malam-malamnya. Pria manapun pasti juga akan menginginkan wanita cantik dan masih muda. Usia sunan sekarang 37 tahu sedangkan Nabila 28 tahu selisih sembilan tahun masih bisa sangat terkejar dalam pernikahan."Maaf jika kedatanganku mengejutkan," Sunan masih tersenyum."Tidak apa-apa Mas." Nabila jadi bingung harus mengucapkan apa dan tiba-tiba jadi seperti pengecut hanya untuk balas menatap pria di hadapannya.Sunan kelihatan tidak sungkan sama sekali untuk terus terang memperhatikan Nabila dan menyukainya dengan jujur. Sunan tidak hanya menyukai kecantikan parasnya tapi juga kecantikan sikapnya yang lembut serta keibuan."Apa boleh nanti kuantar pulang?" tanya Sunan sambil mengetuk-ngetukkan ujung jari di atas meja resepsionis."Ini belum wa