Share

BAB 5 MASA SULIT

Hari Senin siang Nabila kembali nekat menelpon Riko yang seharusnya sedang berada di kantor.

"Selamat siang Mas." Nabila juga membuka dengan salam untuk tetap menghormati mantan suaminya seperti dulu, karena Riko tetap ayah dari putranya.

"Ya kenapa?" nada sura Riko justru terdengar agak ketus hingga rasanya Nabila igin kembali menelan kata-katanya ke tengorokan.

Rico memang jadi ketus seperti itu sejak Nabila bersikeras minta bercerai dan tidak mau mendengarkan perkataanya..

"Sudah dua bulan Mas Riko tidak memberikan jatah bulanan untuk Bagas."

"Apa sudah habis lagi?"

"Sudah dua bulan Mas Riko tidak mengirim apa-apa." Nabila kembali mengingatkan.

"Dengar Nabila, sekarang Novie juga sedang hamil kami juga memiliki banyak kebutuhan sendiri jadi jangan terlalau bergantung terus padaku!"

"Ini untuk Bagas, Mas. Bukan untuk kebutuhanku!" tegas Nabila mulai ikut tersulut Emosi degan perkatan suaminya yang juga sudah mulai mirip dengan Novie.

Sepertinya dua orang yang tidur bersama lama-lama akan jadi semakin mirip, pikir Nabila dalam hati karena sekarang dia juga jadi seperti sudah tidak mengenal Riko sama sekali, sifatnya sudah banyak berubah. Nabila yakin Novie sudah banyak mempengaruhi suaminya hingga jadi sangat ketus seolah tidak punya hati.

"Ya sudah Mas, jika Mas Riko khawatir aku akan ikut makan uang jatah untuk Bagas, Mas Riko kirim saja susu dan keperluannya yang lain ke rumah."

"Kau tetap harus mandiri Nabila, jangan terus bergantung padaku untuk semua kebutuhan Bagas. Aku dan Novie juga akan memiliki anak yang kelak juga akan memiliki banyak kebutuhan."

Sungguh Nabila paling tidak terima ketika Riko tega bicara seperti itu, sampai tanpa terasa air mata Nabila mulai merembas.

"Tidak ada mantan anak Mas! ingat itu! Bagas tetap memiliki hak yang sama dengan anak-anak mas bersama Novie!"

Seharusnya tanpa harus Nabila bicara seperti ini Riko sudah paham, atau lebih manusiawinya lebih peka karena Bagas adalah darah dagingnya dan seharusnya tidak ada yang mampu memutus kasih seorang ayah pada putranya meski orang tuanya telah bercerai.

"Bukankah perceraian ini maumu! Kau yang mau berpisah, jadi jangan menyesal dan ingin terus bergantung padaku!"

Nabila sangat sedih luar biasa karena baru sadar jika keputusannya utuk minta bercerai juga ikut membuat putranya kehilangan hak dan cinta dari ayahnya. Memang bukan salah Nabila, tapi nyatanya tidak semua pria bisa bertanggung jawab dengan bijak.

"Ya'sudah Mas, aku tidak mau mengganggu pekerjaan Mas Riko." Nabila segera mengucapkan salam dan menutup teleponnya lebih dulu karena tidak sanggup dan napasnya mulai sesak.

Seandainya saja Bagas sudah bisa Nabila tinggalkan bekerja atau ada orang yang bisa dia percaya untuk menitipkanya dengan biaya murah pasti Nabila sudah bekerja sejak kemarin-kemarin. Walaupun mencari pekerjaan juga sedang tidak mudah tapi Nabila sudah pernah memiliki pengalaman bekerja selama dua tahun. Mungkin dia masih bisa mendapatkan pekerjaan, meski gajinya tidak besar. Yang penting cukup untuk dia sendiri dan putranya hidup berdua tanpa perlu-meminta-mita jatah susu lagi untuk Bagas.

Ketika memutuskan untuk bercerai Nabila memang tidak menyangka jika kondisinya akan jadi sesulit ini. Nabila sama sekali tidak menyesal, tapi realitanya sedang banyak yang harus dia hadapi. Tadinya Nabila pikir Riko masih mau menanggung kebutuhan putranya sementara Bagas masih balita. Nabila tidak tahu jika meminta hak bisa jadi seperti mengemis belas kasihan. Padahal gaji matan suaminya cukup besar, Riko bekerja di perusahan asing dan memiliki jabatan. Tidak akan terasa bagi Riko jika hanya memberikan jatah putra mereka sama seperti keputusan dalam sidang perceraian dan hak asuh anak. Yang lebih meyakitkan lagi buat Nabila adalah perhatian dan kasih sayang riko yang telah ikut hilang untuk Bagas.

Malam harinya Nabila semakin sedih luar biasa ketika menatap wajah polos putranya yang sedang tertidur lelap. Nabila merasa sangat berdosa pada anak laki-lakinya karena keegoisannya untuk nekat bercerai telah membuat anak itu kehilangan hak untuk dicintai ayahnya. Berulang kali memang bukan salah Nabila, tapi seandainya Nabila lebih kuat untuk bertahan dalam pernikahan demi anak, mungkin Bagas tidak akan ikut terlantar.

"Maafkan Bunda, Nak."

Nabila membelai kepala putranya dengan air mata yang juga bercucuran. Meskipun dia sudah bertekad sanggup menghadapi apapun ternyata sebagai seorang ibu Nabila tetap tidak sanggup membayangkan putranya harus tumbuh tanpan kasih sayang seorang ayah.

Walaupun nanti Nabila telah bekerja dan sanggup memenuhi segala kebutuhan putranya tapi Nabila tetap tidak akan bisa mengantikan peran seorang ayah.

*****

Keesokan harinya Nabila diam-diam pergi menemui kakak tertuanya tanpa sepengetahuan papanya, karena Nabila tidak mau papanya ikut semakin sedih memikirkan nasib Nabila. Nabila bahkan tidak pernah bercerita jika sudah dua bulan Riko tidak memberikan jatah untuk Bagas. Nabila beruntung masih memiliki dua orang kakak laki-laki, meski tidak bisa juga untuk tergantung terus pada mereka tapi paling tidak Nabila punya tempat untuk minta nasehat.

Nabila menceritakan semua masalahnya pada Bang Togar sebagai kakak yang paling tua.

"Sudah kukatakan, biar aku yang mengurus putramu jangan pernah lagi menghubungi laki-laki brengsek itu!" mau tidak mau Bang Togar juga ikut emosi mendengar cerita Nabila. "Aku masih sanggup memberi kalian berdua makan!"

"Nabila ingin bekerja Bang, tapi Nabila tidak tahu bagaimana dengan Bagas. Siapa yang akan menjaganya."

"Cukup jaga saja putramu dan temani papa serta mama di rumah, aku yang akan menanggung semua kebutuhan kalian."

Nabila menggeleng. "Aku tetap harus punya pekerjaan Bang."

"Ya, bekerjalah nanti jika anakmu sudah cukup besar untuk bisa kau tinggalkan."

Nasehat Bang Togar memang benar, tapi nyatanya Nabila tetap tidak bisa bergantung terus pada abang-abangnya. Untuk satu atau dua bulan mungkin tidak apa-apa, tapi jika terus-menerus sepertinya tetap tidak mungkin. Kedua kakak laki-laki Nabila hanya pegawai negeri dan mereka juga memiliki keluarga yang harus dicukupi kebutuhannya. Meski mereka ikhlas tapi bagaimana dengan istrinya, Nabila tidak mau menimbulkan masalah dengan kakak iparnya.

Walaupun setelah bercerai Nabila kembali menjadi tanggung jawab ayah serta saudara laki-lakinya tapi Bagas tetap tanggung jawab Riko. Nabila tidak akan bisa menyalahkan kakak iparnya jika di kemudian hari akan merasa tidak ikhlas. Apalagi secara finansial Riko juga jauh lebih mapan dari mereka semua, Riko sangat sanggup jika hanya memberikan hak untuk Bagas. Tapi Riko pilih tidak memberikannya entah untuk membalas sakit hati atas keputusan Nabila atau karena dia memang sudah sangat dipengaruhi oleh istri barunya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kikiw
broken home.. sedih
goodnovel comment avatar
Barra
selalu pihak perempuan yg menderita dengan perceaian meski yg salah si pria ......
goodnovel comment avatar
intan
nggak ada jaminan sih ayah yg udah/suka selingkuh akan tetap sayang anak walaupun tidak cerai contoh aku dan adikĀ²ku kasih sayang gak ada samsek dan kebutuhan kami sangat memprihatinkan seperti anakĀ² yg gak punya ayah,,jadi pas ortu ku akhirnya pisah rasanya lega banget udah gak sesak lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status