Share

Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku
Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku
Penulis: Ayra N Farzana

Siapa Gadis itu?

“Mas, siapa gadis ini!” Aku menunjuk gadis muda yang berdiri di samping Mas Doni, suamiku. 

Pria yang menikahiku sepuluh tahun lalu itu hanya diam menunduk. Entah rahasia apa yang disembunyikannya. Entah siapa pula gadis belia yang ada di sampingnya.

Pandanganku seketika beralih pada tangan kanan Mas Doni yang menggenggam erat tangan gadis itu. Sedangkan tangan kirinya memegang koper biru berukuran sedang.

Hal itu membuatku benar-benar bingung.  Banyak tanya yang hinggap di kepala. Siapa gadis belia itu. Ada hubungan apa di antara mereka.

“Mas, ada apa ini? Di-Dia, siapa?” Aku menunjuk gadis yang mengenakan celana jeans pendek sebatas paha dengan rambut kucir kuda.

Mas Doni tak menjawab pertanyaanku. Pria itu justru memandang gadis belia yang ada di sampingnya dan mengajaknya masuk ke rumah tanpa menghiraukan kehadiranku.

Cepat, aku mengikuti mereka. Meminta Mas Doni untuk menjelaskan padaku siapa gadis yang dibawanya. Namun, pria itu justru memintaku untuk diam dengan meletakan telunjuk di bibirnya.

Langkah kaki pria itu terhenti, ketika tiba di ruang tamu.. “Mira, kamu duduk di sini dulu. Saya akan segera kembali.” Lembut pria meminta gadis itu untuk duduk.

Sejenak Mas Doni memandangku. Setelahnya dia berjalan meninggalkan gadis itu dan melewatiku begitu saja menuju kamar tamu. Entah apa yang hendak dilakukannya.

Aku mengejarnya. Hendak meminta penjelasan pada pria itu.

“Mas, siapa gadis itu?” Kembali aku bertanya pada pria yang sedang menarik seprai dan membuangnya begitu saja. Pria itu tak menjawab perkataanku. Dia justru membuka lemari kayu dan mengambil seprai baru dan menatanya. 

Tak tahan dengan kediamannya, aku meraih tangan pria itu. Sontak, Mas Doni menghentikan aktivitasnya. “Mas, siapa gadis beliau itu?” tanyaku entah yang ke berapa kalinya dengan mata berkaca-kaca. 

Mas Doni masih tak menjawab pertanyaanku. Dia justru melepas tanganku dari tangannya dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

Aku pun duduk di sofa yang ada di kamar itu dan menangis tersedu.

Pikiranku kembali pada kejadian tiga hari lalu.

Pagi itu Mas Doni bersiap untuk melakukan perjalanan keluar kota. Ada pertemuan dengan kliennya. Seperti biasa aku melepasnya dengan senyuman. Seperti biasa pula, pria itu menawarkan buah tangan. 

Hari ini, dia membawakan oleh-oleh tak terduga untukku. Gadis belia yang tak kutahu siapa dia sebenarnya 

“Santi.” Pria itu berlutut di hadapanku. Erat dia menggenggam tanganku.

“Mas, siapa gadis itu?” Entah berapa kali aku menanyakannya pada Mas Doni. Aku tak peduli. Aku hanya ingin tahu, siapa gadis itu. Kenapa dia ada di sini bersamanya.

Aku memandang suamiku itu penuh tanya. Sebisa mungkin, aku menahan gemuruh dalam dada untuk mendengar segala cerita Mas Doni akan gadis beliau yang dia bawa.

“Dia Mira ....”

Aku mendengarkan cerita Mas Doni dengan berurai air mata. Aku tak tahu harus berkata apa.

“Mira tanggung jawabku. Hanya aku satu-satunya yang dia miliki. Tolong, terima dia di sini.”

Aku masih termangu, mendengar kalimat terakhir yang dikatakannya itu. Mendengar ceritanya saja aku tergugu. 

Tanpa menunggu jawaban dariku, Mas Doni keluar dari kamar tamu. Tak ingin Mira terlalu lama menunggu alasannya.

Aku hanya bisa menangis, meraung dengan semua kebenaran yang kudengar ini. Sebisa mungkin, aku bersabar dan kuat agar tak kalah dengan keadaan. Aku wanita kuat. Aku tak boleh lemah hanya karena kehadiran gadis belia itu. Gegas, kuhapus air mata. Menyusul Mas Doni keluar.

Dari depan kamar, aku memandang Mas Doni dan gadis belia itu sedang berbicara. Gadis bernama Mira itu berkali-kali menjawab perkataan Mas Doni dengan anggukan.

Dengan mental penuh, aku berjalan mendekati mereka dan duduk di kursi yang ada di hadapan mereka. Tak tahu harus berkata apa. Mulut ini rasanya terkunci. Susah payah, aku menahan air mata agar tak tumpah begitu saja di hadapan mereka. Aku tak boleh terlihat lemah di hadapan gadis belia itu.

Lekat, kutatap gadis yang duduk di samping suamiku itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dari penampilannya, aku memperkirakan usianya sekitar belasan tahun.

Berbeda denganku yang begitu terluka dengan hadirnya. Gadis itu justru terlihat santai. Bahkan, kaki gadis itu bergerak lincah seperti sedang menari.  Dari mulutnya keluar balon yang ditiup dari permen karet.

“Santi, terimalah Mira. Jadikan dia bagian dari keluarga kita?”

Argh!

Rasanya aku belum siap untuk menerima gadis belia itu di rumahku. Apalagi setelah mengetahui hubungan di antara keduanya.

“Santi, aku mohon!”

 

Bersambung ....

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status