[1] Pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
Beberapa tahun lalu... Tidak seperti kebanyakan anak kelas 12 lainnya yang sibuk mengurus ini dan itu, Serena cukup santai. Sudah hampir satu minggu ini kegiatan rutin setiap harinya selalu sama. Yaitu duduk nyaman di depan komputer sambil menonton beberapa drama Korea yang direkomendasikan oleh Bianca, temannya. Peralihan dari fase remaja ke dewasa. Sesuatu yang sangat dinanti boleh semua remaja, termasuk Serena. Bahkan untuk saat ini, ia sudah sangat tidak sabar meski hanya dengan memikirkan tentang kehidupan kampus.Pintu kamarnya terketuk dua kali kemudian terbuka. Kepala Galendra menyembul dari sana lengkap dengan senyum terindah yang selalu Serena ingin lihat. “Lagi apa?” Sapa Galendra sebelum melangkah masuk.Serena tak beralih dari komputernya. “Lagi nonton aja. Kenapa?”Galendra memperhatikan sekilas tampilan monitor Serena lalu menjejakan bokongnya pada ranjang empuk Serena.“Enggak apa-apa cuma pengen lihat kamu aja.”“Oh, ya? Bukan karena ada udang di balik bakwan?”“Ud
Beberapa tahun lalu... Coba beritahu Serena manusia mana di muka bumi ini yang menyukai kuis dadakan. Bisa Serena jamin tidak akan ada mahasiswa normal yang bahagia ketika mendapat kuis dadakan. Apalagi close book, itu seperti simulasi kiamat kecil. Tapi kenapa dosen-dosen suka sekali membuat kuis dadakan? Tidak kah mereka tahu kuis dadakan itu tidak seenak tahu bulat yang di goreng dadakan?“Itu buat ngetes aja, Serena. Dosen juga pengen tahu mahasiswanya ini benar-benar paham atau enggak.” Galendra yang sejak lima belas menit yang lalu setia mendengarkan keluhan Serena yang baru selesai mendapat kuis dadakan akhirnya bersuara.“Yakan bisa ditanya aja, paham atau enggak, gitu. Simple, enggak perlu pakai acara buat kuis dadakan. Semua jadi bahagia kan, enggak menumpuk dosa karena ngumpat dalam hati.” Kata Serena menggebu.Galendra tertawa mendengar kalimat terakhir Serena. Sekarang ini mereka sedang berada di ruangan Galendra. Serena memang sering mampir ke ruangannya saat ada waktu
Malam menyapa dengan tenangnya, berbeda 180 derajat dengan suasana hati Serena. Obrolannya dengan Galendra tadi siang tidak menyelesaikan apa pun, justru menambah beban pikiran. Ah, belum lagi perihal kehamilan Cath. Serena yakin orang tuanya saat ini sedang berbahagia. Serena juga tidak berharap hubungannya dengan Galendra bisa kembali seperti semula karena ia tahu itu mustahil. Tapi rasa yang pernah ada itu ... cukup mengganggu. Ditambah dengan gelagat Galendra yang sepertinya masih belum ingin menyerah. Sedangkan Serena bahkan sudah tidak sanggup lagi berharap sejak lama, hanya saja seperti yang pernah ia katakan sebelumnya. Semua itu butuh waktu untuk bisa kembali ke tempatnya semua. Gadis cantik dengan kemeja crop top lengan pendek dan rok pendek levis itu melangkahkan kakinya keluar dari Black Smuggles. Ia tidak sampai mabuk, tadi hanya sempat minum beberapa teguk sebelum moodnya makin jatuh karena Daffin yang tidak menggubris panggilan teleponnya. Akhirnya Serena memutuskan un
Melebihi kecepatan cahaya, Daffin dan Serena langsung bangkit dari posisi masing-masing. Daffin dengan sigap menarik selimut untuk menutup tubuh Serena. Ia mengernyit menatap Brian yang melongo di sana dengan umpatan di ujung lidah. Tapi mengingat Daffin sendiri yang tadi meminta Brian untuk datang ke kosannya, Daffin harus mau tak mau menelan bulat-bulat semua kata-kata kasarnya. Ia hanya bisa memungut kaos malangnya lalu berjongkok sejenak untuk mengambil kacamatanya yang berada di kolong meja.Tapi saat ini Brian serius terkejut bukan main, meski pun ia tahu Daffin bukan tipe anak mami yang polos seperti kerudung anak sekolahan. Brian tahu tentang masa lalu Daffin, makanya selama ini ia kira Daffin memiliki semacam trauma terhadap perempuan.“Mau apa lo ke sini, Njing!?” Sergah Serena dengan emosi.“Lo tanya aja sama cowok lo itu. Dia yang nyuruh gue ke kosannya!” Balas Brian sewot masih dengan mata melotot. “Malah mata gue yang ternodai, Kambing emang. Poor my eyes. Lebih enak kel
Demi JavaScript¹ yang ribetnya kayak cewek PMS, Bianca benar-benar benci jika harus ke kamar mandi tengah malam begini. Ralat, ini sudah subuh sebenarnya. Tapi kan ia baru tertidur pukul satu dini hari, jadi pokoknya ia masih ingin menyelami mimpinya untuk melupakan segala macam tetek bengek per-skripsian. Jujur Bianca takut dirinya kena Stress Disorder karena skripsi. Meski pun sudah di bantu oleh Serena dan bahkan Brian si pemegang predikat cumlaude tetap saja Bianca ingin menangis. Keluar dari toilet, Bianca langsung melompat kaget karena mendapati Brian yang sudah duduk manis di ranjangnya. Saat membantunya mengolah data tadi malam, laki-laki itu pamit untuk ke tempat Daffin. “SAHA MANEH TEH? JURIG NYAK!?” Bianca menunjuk Brian waspada. Brian menipiskan bibir, sebenarnya kenapa ia bisa begitu menyukai perempuan random menyerempet gila macam Bianca ini. “Kenapa sih, Bi? Ngigo?” Brian menanggapinya lelah. Bianca menyentuh wajah Brian dengan jarinya lalu berubah menjadi tarikan
Kabar tentang kehamilan Cath telah menyebar dengan mulusnya. Semua anggota keluarga yang mendengar tentu saja turut bahagia dan mengucapkan selamat. Ah, mungkin ada yang tidak. Serena belum mengucapkan apa pun pada pasangan itu. Bukan, memang gadis itu tidak berminat. Serena juga tidak membencinya. Ia hanya ... sedang berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri. Saking senangnya, keluarga Wijaya malam ini membuat acara kecil-kecilan sebagai bentuk rasa syukur untuk cucu pertama mereka, dari mantu pertama. Seperti yang Serena katakan tadi, sebagai bentuk damai dengan diri sendiri Serena pulang ke rumah untuk menghadiri acara itu. Semuanya terlihat berseri. Bahkan langit pun penuh bintang malam ini, seperti sedang ikut turut bahagia. Serena jadi menggertakan giginya kuat-kuat, udara malam saat ini memang dingin namun hatinya jauh terasa lebih dingin. Jean datang menghampiri Serena yang sedari tadi terlihat melamun di balkon. “Kemarin Mami ngobrol sama Diana, loh. Mama-nya Daffin. Kamu
I'm already head over heels on you. Head over heels. Head. Over. Heels. Demi aroma popcorn bioskop yang sangat menggugah selera, Serena memikirkan kalimat Daffin itu semalaman. Bahkan pagi tadi ketika Daffin menjemputnya, Serena kembali teringat. Senyum gadis itu mengembang sempurna mengalahkan kue bolu buatan Jean tadi pagi. Bukan lagi sekedar pernyataan cinta menye-menye ala drama Asia Timur, tapi head over heels katanya.Head over heels on you. On you, Serena. On you! Daffin si manusia cuek bebek itu mengatakannya dengan sadar dalam satu kalimat. Kaki Serena menendang-nendang kecil di bawah meja, hingga tidak sengaja menimbulkan sedikit keributan karena bawahan bangkunya yang beradu. Tapi tentu saja tidak menghilangkan aspek kebahagiaannya.Segera setelah sang dosen di depan mengakhiri kelasnya, Serena langsung melesat pergi dari bangkunya. Tadi ia sudah mengajak Daffin untuk makan siang bersama dan laki-laki itu menyetujuinya. Akhirnya setelah sekian purnama. Biasanya ada saja
Daffin mengerjap polos beberapa kali. Walau kadang tidak mengerti dengan perubahan sikap Serena, tapi hal tersebutlah yang membuat Daffin ingin terus berada di dekatnya. Baru beberapa saat yang lalu Serena memaki dan berteriak padanya lalu dalam sedetik sudah berganti. Tapi apa katanya, I want your lips so bad? Daffin meneguk saliva untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. “Siapa bilang gue enggak suka PDA, hm?” Daffin tersenyum tipis. “Berarti suka?” Serena menyentuh rahang Daffin. Senyum tipis Daffin berubah menjadi sebuah seringaian tapi tak memberikan jawaban. “Tadi bilang apa? Want to taste my lips?” Katanya tepat di depan bibir Serena. “So bad?” Tambah Daffin menggoda. Serena berdesir. Ia langsung kembali membuat jarak dengan Daffin dan menggigit bibirnya sendiri tanpa sadar. “Jangan digigit, dong. Itu bagian gue.” Kata Daffin sambil mengusap pelan bibir Serena dengan ibu jarinya. Serena jadi ikut menyeringai tipis, ia membasahi bibirnya dengan lidah sengaja men