Share

Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin
Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin
Penulis: Viallynn

1. Malam Menegangkan

Deru napas yang berat tidak menghentikan seorang gadis yang tengah berlari. Jalanan ibu kota yang sepi juga tidak membuatnya bergidik ngeri. Justru laju larinya semakin meninggi untuk menghindari seseorang yang mengejarnya tanpa henti. Tidak ada yang gadis itu pikirkan saat ini selain melarikan diri.

Cia, nama gadis itu. Nama lengkapnya adalah Alicia Cantika. Nama yang manis untuk gadis yang juga berwajah manis. Paras cantik dan lugunya mampu membius kaum adam dengan mudah, termasuk atasannya sendiri, pria yang saat ini masih mengejarnya sambil meringis kesakitan.

"Tolong!" teriak Cia saat rasa lelah mulai ia rasakan. Jalanan yang sepi membuatnya mengumpat dalam hati.

Ke mana perginya semua orang?

"Berhenti kamu!" teriak atasannya. Orang-orang memanggilanya Pak Bonang, seorang duda yang meresahkan. Bukan karena tampan, melainkan karena mata keranjang.

Sialnya, malam ini Cia yang menjadi korban.

Niat bekerja lembur untuk mengumpulkan bonus harus pupus karena ulah Pak Bonang yang ternyata penuh modus. Cia lagi-lagi merutuk dalam hati, ke mana perginya semua penghuni kantor? Tidak mungkin jika hanya dirinya saja yang lembur. Beruntung dia bisa melarikan diri setelah menendang keras dua bola pusaka Pak Bonang.

"Cia, berhenti kamu! Sialan!" teriak Pak Bonang lagi.

Air mata Cia masih mengalir. Sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihat monster yang berlari mengikutinya. Ada rasa lega karena bisa lari sebelum terlambat. Namun kelegaan itu tidak bisa ia rasakan lama saat Pak Bonang belum menyerah. Demi membuatnya tutup mulut, dia rela mengikutinya hingga ke ujung dunia.

Tutup mulut? Cia masih tidak tahu bagaimana harus menyikapi hal ini besok. Apa dia akan menjadi korban selanjutnya? Karyawan yang dipecat secara sepihak karena kesalahan yang tidak jelas. Sekarang Cia tahu kenapa para senior wanitanya mendadak pergi tanpa kabar. Pasti ada beberapa dari mereka yang mengalami hal yang sama sepertinya, yaitu pelecehan.

Apakah mereka seberuntung dirinya yang bisa lari? Atau malah terjebak di ruang fotokopi yang terkunci?

Cia menggelengkan kepalanya mengingat tempat menyeramkan itu. Jika kembali ke kantor, dia akan memasukkan surat keluhan ke kotak keluhan yang berisi petisi untuk menghilangkan pintu ruang fotokopi. Ruangan yang ia yakini penuh dengan teriakan dan rasa trauma.

Cia berhenti berlari saat melihat sekumpulan pemuda di seberang jalan. Hatinya lega karena akhirnya bisa bertemu dengan banyak orang. Entah orang jahat atau baik, yang pasti dia hanya ingin terbebas dari Bonang sialan yang mengejarnya.

Napas Cia semakin terdengar berat. Dia menunduk melihat kaki telanjangnya yang kotor. Terpaksa dia bertelanjang kaki karena sudah melempar sepatunya ke kepala Pak Bonang. Terselip rasa senang karena bisa memberikan pembalasan menyakitkan sebelum berhasil kabur.

"Berhenti kamu! Cewek sialan!"

Dada Cia semakin berdegup kencang mendengar suara menyeramkan itu. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyeberang. Cia harus cepat jika tidak ingin tertangkap.

Peduli setan!

Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Saat melihat cela, dengan cepat Cia berlari menyeberang. Suara klakson panjang mulai terdengar memekakan telinga dan disusul dengan suara hantaman yang cukup keras. Cia terkejut dengan mobil yang melaju ke arahnya tetapi anehnya tidak ada yang menabrak tubuhnya.

Rasa tidak enak mulai ia rasakan. Perlahan Cia menoleh dan melihat ke arah suara keras itu. Matanya membulat dengan tangan yang bergetar. Tak jauh darinya, terdapat sebuah mobil yang terbalik menghantam tiang lampu merah karena menghindarinya.

Ya Tuhan, apa dia baru saja membunuh seseorang?

Cia sudah tidak memiliki tenaga untuk lari. Melihat kondisi mobil yang memprihatinkan membuatnya jatuh terduduk dengan lemas. Kasarnya aspal mulai terasa nyaman di tubuhnya, membuat Cia mulai hilang kesadaran. Hal terakhir yang ia lihat adalah banyaknya orang yang mulai berdatangan. Selain itu, dia juga melihat Pak Bonang yang berhenti dan menjauh dari keramaian.

"Bajingan," gumam Cia sebelum akhirnya benar-benar tak sadarkan diri.

***

Suara khas ambulan yang cukup keras membuat Cia membuka mata. Dia menatap langit gelap tanpa bintang yang tampak mencekam. Perasaan Cia mulai tidak tenang. Medengar suara ribut di sekitarnya, dia mulai bangun. Dengan cepat Cia berdiri dan melihat ke sekitar.

"Dia sadar!" teriak seseorang.

"Mbak, Mbak nggak apa-apa? Ada yang sakit?"

Orang-orang yang mengelilinginya mulai bertanya. Cia mengabaikan mereka semua dan dengan cepat membelah kerumunan. Dari jauh dia bisa melihat ambulan yang berusaha mengevakuasi korban kecelakaan, lebih tepatnya kecelakaan yang disebabkan oleh dirinya.

"Pak, orang di mobil itu masih hidup, kan?" tanya Cia panik.

"Belum tau, Mbak. Masih mau dibawa ke rumah sakit."

Tanpa banyak bicara, Cia berlari mendekat dan menjelaskan apa yang terjadi secara singkat ke pada petugas. Akhirnya dia ikut ke rumah sakit untuk pemerikasaan lebih lanjut. Ternyata dia tidak sadarkan diri selama 10 menit. Beruntung dia sudah sadar saat ambulan datang.

Namun bukan itu yang menjadi fokus Cia. Tangisnya kembali pecah saat melihat keadaan pengendara mobil yang mengenaskan. Seorang pria yang tubuhnya penuh dengan luka. Bahkan Cia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena darah yang seperti mengguyur tubuhnya.

Tidak ada yang Cia inginkan selain keselamatan pria itu. Terdengar mustahil melihat bagaimana kondisi akhir mobil yang mengenaskan karena sangat hancur. Namun tidak ada salahnya berharap. Cia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika pria itu pergi dari dunia ini karena kelalaiannya.

***

Bibir Cia terbuka lebar melihat total biaya rumah sakit yang harus ia tanggung. Lagi-lagi lututnya terasa lemas membuatnya jatuh terduduk dengan wajah pias. Kondisi pengendara mobil yang parah membuat operasi dadakan harus dilakukan. Demi keselamatan pasien, Cia yang akan bertanggung jawab. Lagi pula ini semua terjadi juga karena kebodohannya.

"Kalau bayar setengahnya dulu apa bisa?" tanya Cia hati-hati.

Tidak ada pilihan lain yang harus Cia lakukan. Dengan perasaan antara rela dan tak rela, akhirnya dia mengeluarkan seluruh tabungannya. Tabungan hasil kerja kerasnya selama ini. Tabungan yang awalnya ia gunakan untuk liburan mewah. Impian yang ia inginkan sedari kecil tetapi belum terwujud hingga saat ini. Namun sepertinya impian itu harus kembali mundur atau lebih parahnya terkubur.

Tidak masalah. Cia akan mencoba mengabaikan itu semua. Uang tidak lebih berharga dari nyawa manusia. Jika saja pria itu tidak menghindarinya, mungkin dirinya yang berada di ruang operasi saat ini. Memikirkan hal itu, lagi-lagi air mata Cia mengalir. Hanya butuh satu hari, tetapi mampu membuat banyak kejadian yang menyayat hati.

Perlahan tangan Cia terkepal erat. Dia kembali mengingat Pak Bonang dengan tingkah kurang ajarnya. Rasa kesal dan dendam mulai ia rasakan.

"Lihat aja besok. Gue bakal aduin ke Pak Direktur langsung biar si Bonang Oneng itu dipecat!"

Tekat Cia sudah bulat. Dia akan membalaskan semua dendam teman-temannya selama ini. Peduli setan jika Pak Bonang adalah manager tempat ia bekerja. Cia yakin jika atasan dari atasan mereka tidak akan tinggal diam mendengar hal mengerikan ini.

Cia sudah bertekat akan menamatkan karir Pak Bonang, tanpa tahu jika karirnya juga akan tamat sebentar lagi.

***

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status