Share

Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin
Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin
Penulis: Viallynn

1. Malam Menegangkan

Penulis: Viallynn
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-12 11:57:15

Deru napas yang berat tidak menghentikan seorang gadis yang tengah berlari. Jalanan ibu kota yang sepi juga tidak membuatnya bergidik ngeri. Justru laju larinya semakin meninggi untuk menghindari seseorang yang mengejarnya tanpa henti. Tidak ada yang gadis itu pikirkan saat ini selain melarikan diri.

Cia, nama gadis itu. Nama lengkapnya adalah Alicia Cantika. Nama yang manis untuk gadis yang juga berwajah manis. Paras cantik dan lugunya mampu membius kaum adam dengan mudah, termasuk atasannya sendiri, pria yang saat ini masih mengejarnya sambil meringis kesakitan.

"Tolong!" teriak Cia saat rasa lelah mulai ia rasakan. Jalanan yang sepi membuatnya mengumpat dalam hati.

Ke mana perginya semua orang?

"Berhenti kamu!" teriak atasannya. Orang-orang memanggilanya Pak Bonang, seorang duda yang meresahkan. Bukan karena tampan, melainkan karena mata keranjang.

Sialnya, malam ini Cia yang menjadi korban.

Niat bekerja lembur untuk mengumpulkan bonus harus pupus karena ulah Pak Bonang yang ternyata penuh modus. Cia lagi-lagi merutuk dalam hati, ke mana perginya semua penghuni kantor? Tidak mungkin jika hanya dirinya saja yang lembur. Beruntung dia bisa melarikan diri setelah menendang keras dua bola pusaka Pak Bonang.

"Cia, berhenti kamu! Sialan!" teriak Pak Bonang lagi.

Air mata Cia masih mengalir. Sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihat monster yang berlari mengikutinya. Ada rasa lega karena bisa lari sebelum terlambat. Namun kelegaan itu tidak bisa ia rasakan lama saat Pak Bonang belum menyerah. Demi membuatnya tutup mulut, dia rela mengikutinya hingga ke ujung dunia.

Tutup mulut? Cia masih tidak tahu bagaimana harus menyikapi hal ini besok. Apa dia akan menjadi korban selanjutnya? Karyawan yang dipecat secara sepihak karena kesalahan yang tidak jelas. Sekarang Cia tahu kenapa para senior wanitanya mendadak pergi tanpa kabar. Pasti ada beberapa dari mereka yang mengalami hal yang sama sepertinya, yaitu pelecehan.

Apakah mereka seberuntung dirinya yang bisa lari? Atau malah terjebak di ruang fotokopi yang terkunci?

Cia menggelengkan kepalanya mengingat tempat menyeramkan itu. Jika kembali ke kantor, dia akan memasukkan surat keluhan ke kotak keluhan yang berisi petisi untuk menghilangkan pintu ruang fotokopi. Ruangan yang ia yakini penuh dengan teriakan dan rasa trauma.

Cia berhenti berlari saat melihat sekumpulan pemuda di seberang jalan. Hatinya lega karena akhirnya bisa bertemu dengan banyak orang. Entah orang jahat atau baik, yang pasti dia hanya ingin terbebas dari Bonang sialan yang mengejarnya.

Napas Cia semakin terdengar berat. Dia menunduk melihat kaki telanjangnya yang kotor. Terpaksa dia bertelanjang kaki karena sudah melempar sepatunya ke kepala Pak Bonang. Terselip rasa senang karena bisa memberikan pembalasan menyakitkan sebelum berhasil kabur.

"Berhenti kamu! Cewek sialan!"

Dada Cia semakin berdegup kencang mendengar suara menyeramkan itu. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyeberang. Cia harus cepat jika tidak ingin tertangkap.

Peduli setan!

Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Saat melihat cela, dengan cepat Cia berlari menyeberang. Suara klakson panjang mulai terdengar memekakan telinga dan disusul dengan suara hantaman yang cukup keras. Cia terkejut dengan mobil yang melaju ke arahnya tetapi anehnya tidak ada yang menabrak tubuhnya.

Rasa tidak enak mulai ia rasakan. Perlahan Cia menoleh dan melihat ke arah suara keras itu. Matanya membulat dengan tangan yang bergetar. Tak jauh darinya, terdapat sebuah mobil yang terbalik menghantam tiang lampu merah karena menghindarinya.

Ya Tuhan, apa dia baru saja membunuh seseorang?

Cia sudah tidak memiliki tenaga untuk lari. Melihat kondisi mobil yang memprihatinkan membuatnya jatuh terduduk dengan lemas. Kasarnya aspal mulai terasa nyaman di tubuhnya, membuat Cia mulai hilang kesadaran. Hal terakhir yang ia lihat adalah banyaknya orang yang mulai berdatangan. Selain itu, dia juga melihat Pak Bonang yang berhenti dan menjauh dari keramaian.

"Bajingan," gumam Cia sebelum akhirnya benar-benar tak sadarkan diri.

***

Suara khas ambulan yang cukup keras membuat Cia membuka mata. Dia menatap langit gelap tanpa bintang yang tampak mencekam. Perasaan Cia mulai tidak tenang. Medengar suara ribut di sekitarnya, dia mulai bangun. Dengan cepat Cia berdiri dan melihat ke sekitar.

"Dia sadar!" teriak seseorang.

"Mbak, Mbak nggak apa-apa? Ada yang sakit?"

Orang-orang yang mengelilinginya mulai bertanya. Cia mengabaikan mereka semua dan dengan cepat membelah kerumunan. Dari jauh dia bisa melihat ambulan yang berusaha mengevakuasi korban kecelakaan, lebih tepatnya kecelakaan yang disebabkan oleh dirinya.

"Pak, orang di mobil itu masih hidup, kan?" tanya Cia panik.

"Belum tau, Mbak. Masih mau dibawa ke rumah sakit."

Tanpa banyak bicara, Cia berlari mendekat dan menjelaskan apa yang terjadi secara singkat ke pada petugas. Akhirnya dia ikut ke rumah sakit untuk pemerikasaan lebih lanjut. Ternyata dia tidak sadarkan diri selama 10 menit. Beruntung dia sudah sadar saat ambulan datang.

Namun bukan itu yang menjadi fokus Cia. Tangisnya kembali pecah saat melihat keadaan pengendara mobil yang mengenaskan. Seorang pria yang tubuhnya penuh dengan luka. Bahkan Cia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena darah yang seperti mengguyur tubuhnya.

Tidak ada yang Cia inginkan selain keselamatan pria itu. Terdengar mustahil melihat bagaimana kondisi akhir mobil yang mengenaskan karena sangat hancur. Namun tidak ada salahnya berharap. Cia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika pria itu pergi dari dunia ini karena kelalaiannya.

***

Bibir Cia terbuka lebar melihat total biaya rumah sakit yang harus ia tanggung. Lagi-lagi lututnya terasa lemas membuatnya jatuh terduduk dengan wajah pias. Kondisi pengendara mobil yang parah membuat operasi dadakan harus dilakukan. Demi keselamatan pasien, Cia yang akan bertanggung jawab. Lagi pula ini semua terjadi juga karena kebodohannya.

"Kalau bayar setengahnya dulu apa bisa?" tanya Cia hati-hati.

Tidak ada pilihan lain yang harus Cia lakukan. Dengan perasaan antara rela dan tak rela, akhirnya dia mengeluarkan seluruh tabungannya. Tabungan hasil kerja kerasnya selama ini. Tabungan yang awalnya ia gunakan untuk liburan mewah. Impian yang ia inginkan sedari kecil tetapi belum terwujud hingga saat ini. Namun sepertinya impian itu harus kembali mundur atau lebih parahnya terkubur.

Tidak masalah. Cia akan mencoba mengabaikan itu semua. Uang tidak lebih berharga dari nyawa manusia. Jika saja pria itu tidak menghindarinya, mungkin dirinya yang berada di ruang operasi saat ini. Memikirkan hal itu, lagi-lagi air mata Cia mengalir. Hanya butuh satu hari, tetapi mampu membuat banyak kejadian yang menyayat hati.

Perlahan tangan Cia terkepal erat. Dia kembali mengingat Pak Bonang dengan tingkah kurang ajarnya. Rasa kesal dan dendam mulai ia rasakan.

"Lihat aja besok. Gue bakal aduin ke Pak Direktur langsung biar si Bonang Oneng itu dipecat!"

Tekat Cia sudah bulat. Dia akan membalaskan semua dendam teman-temannya selama ini. Peduli setan jika Pak Bonang adalah manager tempat ia bekerja. Cia yakin jika atasan dari atasan mereka tidak akan tinggal diam mendengar hal mengerikan ini.

Cia sudah bertekat akan menamatkan karir Pak Bonang, tanpa tahu jika karirnya juga akan tamat sebentar lagi.

***

TBC

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 6 - AKHIR SEMPURNA (TAMAT)

    Cia memasuki dapur dengan senyum lebar. Dia memelankan langkah kakinya agar tidak ada suara yang keluar. Dari belakang, matanya menatap Agam dengan jantung berdebar. Berniat mengejutkan suaminya yang tengah mengolah roti tawar. "Dor!" ucap Cia keras. Bukannya terkejut, Agam malah meliriknya santai. Membuat senyum Cia seketika luntur. Apa lagi saat pria itu kembali fokus pada masakannya. "Kok nggak kaget, sih?" tanya Cia memeluk Agam manja dari belakang. "Aroma parfum kamu sudah sampai duluan." Cia mencium tubuhnya dan mengangguk pelan. Benar juga, pagi ini dia merasa sangat segar sampai tanpa sadar menyemprot banyak parfum di tubuhnya. Cia mengedikkan bahunya dan kembali tersenyum. "Selamat pagi," ucapnya dengan bibir yang maju. Agam kembali menoleh dan menunduk, menyambut ciuman selamat pagi dari istrinya. Kegiatan romantis yang sudah menjadi kebiasaan mereka setelah menikah. "Kak Agam masak apa?" "Sandwich," ucap Agam sambil menyuapkan tomat ceri ke mulut istriny

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 5 - NGIDAM DADAKAN

    "Ke kiri dikit." "Ke kanan, Kak." "Itu agak miring." "Ih, terlalu ke bawah." "Nah, itu udah pa— aduh, belum. Masih miring." Agam menghela napas pelan. Dia menatap istrinya dengan sabar. Agam tidak mau berucap yang tidak-tidak pada istrinya yang tengah hamil besar. Bisa-bisa keadaan akan langsung berbalik. Wanita itu yang akan kembali mengomel. "Di lihat dulu. Posisi mana yang kamu mau?" "Ke kanan dikit." "Gini?" tanya Agam menggeser posisi pigura yang akan ia pajang. "Nah, pas!" Cia bertepuk tangan senang. Agam pun lega. Dia turun dari tangga dan berdiri di samping istrinya. Ikut menatap empat buah foto yang terpajang di ruang tengah mereka. Foto maternity yang terlihat begitu indah. Jangan pikir jika Cia yang menginginkan pemotretan itu. Justru Agam yang mengusulkannya. Baginya, setiap momen penting memang harus diabadikan. "Ada yang lupa." Cia mengambil sebuah kertas dari saku bajunya. "Kak Agam punya pigura lagi, nggak?" Tanpa menjawab, Agam mengambil pigu

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 4 - HARI BAHAGIA

    Suara ketukan pintu kamar hotel terdengar. Cia menoleh dengan dahi berkerut. Tangannya bergerak menutup mulutnya rapat. Berusaha menahan suara aneh yang keluar dari sana. Ketukan kembali terdengar. Cia menatap Agam dengan gelengan pelan. Namun sayang, pria itu mengabaikannya. Semakin bergerak cepat di atas tubuhnya. "Kak?" bisik Cia tertahan. Matanya terpejam merasakan sensasi yang menyenangkan. Berhenti memang bukan hal yang diinginkan Agam dan Cia. Mereka hanya tinggal menunggu puncaknya saja. Namun ketukan pintu memberi sensasi yang berbeda. Seketika gerak Agam mulai tergesa. Membuat Cia pasrah di bawah tubuhnya. "Agam? Cia? Kalian masih tidur, Nak?" Cia kembali membuka mata. Dia menggeleng pada suaminya. Tidak menyangka jika ibu mertuanya yang datang. Agam masih mengabaikan ketukan itu. Dia menatap wajah istrinya lekat. Sampai akhirnya dia menggeram dan jatuh di atas tubuh Cia. "Kayaknya kita telat," bisik Cia terengah. Dengan malas, Agam bangun dan menarik Cia a

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 3 - MAKAN MALAM ISTIMEWA

    Perjalanan Agam dan Cia pulang ke Jakarta berlangsung cukup melelahkan. Selain karena kurang tidur, tenaga yang ada seolah hanya tertinggal sisa-sisa saja. Bahkan mereka hampir terlambat terbang tadi pagi karena kesiangan. Apa lagi jika bukan karena ulah Agam. Pria itu seolah tidak membiarkan Cia bersantai meski sejenak. Dia seperti tak kenal lelah semalam. Membuat Cia hanya bisa pasrah dalam rengkuhan. Dalam bayangan Cia saat ini, tempat tidur adalah hal yang ia damba. Pasti rasanya begitu nikmat merebahkan diri di sana. Tidur di pesawat memang sedikit mengurangi rasa lelahnya, tetapi tetap rasanya tidak senyenyak saat di tempat tidurnya. Beruntung Dika bersedia menjemput mereka di bandara. Ini lebih nyaman dari pada menggunakan taksi. Setidaknya baik Agam dan Cia bisa memejamkan mata sejenak. Membiarkan Dika menjadi supir pribadi mereka untuk kali ini saja. "Febi nggak ikut, Kak?" tanya Cia memeluk lengan Agam dan menyandarkan kepalanya di sana. "Nggak bisa izin, habis ken

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 2 - KEJUTAN HARI TERAKHIR

    Angin laut yang berhembus bergerak menerbangkan rambut seorang gadis yang tak terikat. Sengaja rambut panjang itu diurai untuk menghalangi sinar matahari yang lumayan menyengat. Namun meski begitu, panasnya matahari tidak membuatnya berlindung dengan cepat. Gadis itu justru menikmati momen bersama suaminya dengan hangat. Saat ini Agam dan Cia sudah berada di Sumba, di salah satu villa cantik yang telah Agam siapkan. Sudah tiga hari mereka di sana, dan hari ini adalah hari terakhir mereka sebelum kembali ke Jakarta besok pagi. Jangan tanya bagaimana bulan madu mereka berjalan. Menyenangkan tentu saja. Namun ada satu hal yang membuat kesenangan mereka tidak sempurna, yaitu keintiman yang ada. Meski begitu, Cia tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik pada suaminya. Malu tentu masih terasa. Namun semua itu tertutupi oleh rasa bersalahnya. Tidak ada yang bisa mereka perbuat selain menundanya. "Nanti kirim laporannya ke email. Biar saya cek." Agam mengakhiri panggilannya dan

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 1 - GAGAL HONEYMOON

    Jantung itu masih berdebar kencang. Menciptakan momen aneh yang begitu tegang. Seharusnya setelah resepsi selesai, perasaannya bisa lebih tenang. Bukannya demikian, aura di sekitar malah terasa semakin menantang. Di lorong hotel, hanya terdengar suara langkah kaki. Suara nyaring itu keluar dari sepatu Cia yang berhak 10 senti. Di belakangnya, Agam terlihat mengikuti. Mengawasi langkahnya yang terlihat tertatih. Akibat lelah karena acara resepsi. Tidak ada lagi pihak wedding organizer yang menemani. Acara sudah benar-benar selesai. Setelah berganti pakaian, baik Cia dan Agam kembali ke kamar mereka hampir dini hari. Tubuh lelah tentu mendominasi. Namun percayalah, hati Cia tidak memikirkan hal itu saat ini. Ada hal yang lebih menegangkan akan terjadi dan itu adalah pertama kalinya ia alami. Malam pertama. Ah, jantung Cia benar-benar berdebar. Dia bertanya-tanya, apa Agam merasakan hal yang sama? "Yang lain di kamar mana, Kak?" tanya Cia menunggu Agam membuka pintu kamar mer

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   89. Bahagia Bersama (Selesai)

    Selama dua bulan Cia dan Agam disibukan dengan persiapan pernikahan. Selama dua bulan juga Cia dan Agam sering berdebat karena perbedaan pendapat. Selama dua bulan pula banyak huru-hara yang terjadi di antara mereka. Namun dalam dua bulan juga, mereka dibuat sangat mantap dengan keputusan yang mereka ambil. Yaitu, pernikahan. Tidak ada yang menduga jika momen istimewa ini akan terjadi. Tidak ada yang menduga juga jika mereka berdua bisa melalui semua rintangan yang ada. Dan tidak ada yang menduga pula jika keduanya akan bersatu di pelaminan. "Sah!" Cia memejamkan mata erat begitu suara saksi terdengar sangat lantang. Rasa haru mulai ia rasakan. Namun sebisa mungkin Cia tidak ingin menangis. Riasan wajahnya sudah sangat cantik dan Cia tidak mau merusaknya. "Cium-cium!" Suara siapa lagi jika bukan si bungsu Febi. Membuat Cia menoleh pada pria di sampingnya. Rasa panas mulai menjalar ke wajahnya. Demi apapun, dia malu jika harus menatap mata Agam secara langsung. Menatap ma

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   88. Buah Kesabaran

    Suara pintu yang terbuka dan tertutup secara perlahan membuat Cia membuka mata. Dia sudah bangun sejak subuh, hanya saja dia kembali berbaring sebelum matahari benar-benar muncul. Di dalam kegelapan, Cia bisa melihat siluet seorang gadis yang tengah berjalan mengendap. Febi, sahabatnya itu sudah bangun. Cia melirik Agam yang masih tertidur. Dengan hati-hati dia bangun dan mengikuti ke mana Febi pergi. Dia melihat gadis itu membuka pintu apartemen, bersiap untuk pergi. "Mau ke mana?" tanya Cia berbisik. Febi terlihat terkejut. Tubuhnya menegang dan ia berbalik dengan hati-hati. Dia menghela napas kasar saat hanya melihat Cia. "Gue mau pulang." Cia melipat kedua tangannya di dada. Tidak percaya dengan ucapan Febi. Karena sahabatnya itu berbicara tanpa menatap matanya. "Gue mau liat Kak Dika. Please, jangan kasih tau Kak Agam." Akhirnya Febi mengaku. Cia menghela napas kasar. "Kak Agam bisa marah kalau tau." "Tolong, Ci. Gue kepikiran Kak Dika. Wajahnya babak belur se

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   87. Rencana Pernikahan

    Berita tentang hubungan Agam dan Cia kembali menjadi perbincangan. Kali ini bukan lagi rumor belaka, melainkan benar adanya. Foto yang diunggah oleh Febi Mahadita adalah sumbernya. Potret lamaran yang sangat mengejutkan karena dilakukan secara tiba-tiba. Namun percayalah, tidak ada kabar buruk di balik semuanya. Baik Agam dan Cia hanya ingin cepat bersama. Cia sendiri juga tidak lagi peduli dengan rumor yang beredar tentangnya. Toh, dia juga sudah tidak bekerja untuk Agam. Yang terpenting, rumor itu juga tidak benar. Diterpa berbagai masalah membuat Cia sadar. Jika terus mendengarkan perkataan orang lain, hidup tidak akan bisa tenang. Seperti kata Agam, kita tidak bisa mengontrol pikiran orang lain. Karena itu, Cia sebisa mungkin tidak memedulikan kabar buruk tentang dirinya. Yang terpenting adalah orang-orang terdekat tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiga hari setelah acara lamaran, Cia kembali ke Jakarta. Mulai sekarang dia akan disibukkan dengan rencana pernikahan. Ternyat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status