Share

Gadis Dekil Kesayangan CEO
Gadis Dekil Kesayangan CEO
Penulis: Author Rina

Karena Aku Tak Cantik

Prolog

"Tidak..."

Seorang gadis berteriak pilu, suaranya memenuhi ruangan mewah itu. Tubuhnya yang tak berpakaian sehelai pun, darah yang mengotori sprei sudah cukup menjadi bukti bahwa dia sudah tak perawan lagi, mahkota yang selama dua puluh tahun ini dia jaga semuanya terenggut sia-sia entah siapa yang merenggutnya karena gadis itu tak ingat semuanya selain suasana pesta yang meriah dan kepalanya menjadi pusing setelah meminum segelas air.

Gadis itu terus menangis meratapi nasib malang yang menimpanya hingga tatapannya tertuju pada sebuah kertas yang di letakkan di atas nakas. Secepat kilat, gadis itu meraih kertas itu.

[Hallo baby you are the besth this tip for you.]

Ttd Sean

Hana meremas kertas itu apalagi setelah dia sadar ada tumpukan uang di sampingnya. dadanya terasa panas dan bergelombang, dia kenal pria bejat itu.

"Bangsat!" teriaknya sambil meremas rambutnya frustasi.

Bab 1 Awal Mula

"Pokoknya kalau kalian tidak bisa membayar hutang maka anak kalian yang cantik itu harus melayani aku," ujar pria berwajah sangar itu sambil melirik gadis cantik yang berdiri di samping ibunya.

"Nggak Bu aku nggak mau," jawab gadis itu.

Dia kemudian bersembunyi di balik tubuh ibunya.

"Jangan Pak, anak saya ini masih perawan kalau bapak mau anak saya yang itu saja yang bapak ajak tidur."

Gadis yang ditunjuk oleh perempuan setengah baya itu mendongak dia tidak percaya jika Ibunya bisa berbuat seperti itu padanya. Memang apa salahnya hingga harus di jual pada preman.

"Ah nggak mau lah gadis jelek seperti itu buat apa, beli rp50.000 juga aku nggak mau kalau seperti itu," jawab pria itu sambil menatap jijik kepada sang gadis yang wajahnya kusam penuh jerawat dengan rambut yang masih acak-acakan, dilihat dari pakaian putih abu-abu yang dia pakai sepertinya dia baru pulang sekolah.

"Ya kalau anak saya ini nggak bisa lah Pak, dia ini kan cantik dan lagi pula saya akan mencarikan pekerjaan model buat dia," jawab wanita itu dengan bangga saat membicarakan anak yang satunya yang berparas cantik, kulitnya mulus, bodinya tinggi semampai dengan jari yang lentik dan kuku panjang yang terbentuk rapi penuh warna-warni.

"Pokoknya aku kasih kamu waktu satu minggu, kalau kamu tidak bisa mengembalikan hutang-hutang kamu, maka jangan harap aku akan memberikan ampun pada kalian lagi. Pilihannya cuman dua kamu serahkan anak gadis kamu yang cantik itu atau kamu serahkan rumah dan tanah milik kamu ini untuk melunasi semua hutang hutangmu," tegas lelaki itu.

"Pak, saya mohon kasih waktu kami lebih lama lagi Pak, karena bagaimana mungkin dalam waktu satu minggu kami bisa dapat uang 200 juta itu, sementara pekerjaan saya hanya serabutan, anak dan istri saya itu juga tidak bekerja Pak." Kini giliran seorang lelaki berperawakan kurus yang memohon sepertinya dia adalah kepala rumah tangga di keluarga itu.

"Nggak usah banyak drama pokoknya kalian siapkan saja, aku kasih kamu waktu dua minggu, kalau dalam waktu itu kalian tidak mampu melunasi hutang-hutang kalian maka siap-siap saja anak kamu yang cantik itu akan aku ambil paksa dari rumah ini untuk menjadi istriku yang ke empat," kata pria berwajah sangar itu sambil tersenyum penuh napsu pada gadis yang masih sembunyi di balik tubuh tambun ibunya. Matanya dikedipkan sebelah untuk menggoda sang gadis.

"Saya akan berusaha, Pak," jawab si pria kurus tersebut.

Setelah mengancam pria preman itu lalu

bergegas pergi bersama anak buahnya meninggalkan rumah sederhana dengan bangunan kuno yang bahkan dindingnya belum di semen dari luar.

"Ibu itu keterlaluan, kenapa Ibu menyuruh para preman itu untuk tidur dengan Hana, seharusnya sebagai orang tua Ibu itu melindungi anak-anak Ibu bukan menyerahkan salah satu anak ibu untuk ditiduri oleh seorang preman, di mana hati nurani ibu!" geram lelaki itu pada istrinya.

"Ya biarin lah lagian si Hana itu kan jelek mana mungkin sih preman itu mau sama gadis jelek seperti Hana, melihatnya saja juga pasti sudah mau muntah itu," jawab si istri yang bernama Mutia menghina anaknya sendiri.

"Ibu itu betul-betul nggak bisa menjaga perasaan anak ya, padahal mereka itu semua adalah anak kandung ibu, ibu yang melahirkan mereka seharusnya ibu itu bisa menghargai perasaan Hana!"

Fahmi suami Mutia betul-betul tidak habis pikir karena istrinya itu selalu saja membedakan anaknya hanya karena wajah Hana tidak secantik kakaknya Laura. Dari kecil Mutia selalu membedakan mereka bahkan ketika hari raya tiba sekalipun, Laura selalu mendapat baju baru sementara Hana tak pernah dapat.

"Memang kenyataannya seperti itu kok Hana itu nggak cantik wajahnya itu nggak seperti ibu makanya Ibu tuh nggak suka sama Hana, terus dia sekolahnya juga bodoh dia itu nggak ada masa depan sama sekali lain dengan Laura, dia sekolahnya pintar, wajahnya cantik dan tentu dia akan mendapatkan masa depan yang cerah tidak seperti adiknya itu," cibir Mutia merendahkan anak keduanya yang dia anggap jelek dan bodoh itu.

"Harusnya ibu itu berterima kasih kepada Hana karena Hana itu telah banting tulang untuk membantu keuangan keluarga ini, tiap pagi dia harus bangun pukul 03.00 pagi untuk membuat gorengan lalu dengan sabar dia menjual gorengan itu di sekolahnya dan nanti jika tidak habis dia akan berkeliling kampung untuk menjajakan dagangannya dan itu semua untuk siapa, untuk kita semua Bu untuk membantu keuangan kita. Ayah ini nggak buta Bu, ayah juga ngelihat Laura itu sering sekali minta uang pada Hana untuk keperluannya sepele padahal Hana itu lebih memerlukan uang itu daripada membeli bedak dan lipstik," jawab Fahmi geram.

"Eh bapak jangan salah ya kalau Laura itu menjaga penampilannya Itu sebab cita-citanya yang ingin menjadi model, kalau nanti Laura itu menjadi model yang terkenal kan kita juga yang senang kita bisa hidup mewah."

"Iya tapi kenyataannya sampai sekarang Laura itu nggak jadi model bahkan Ibu kena tipu agensi dan itu nggak sedikit 200 juta, parahnya lagi Ibu itu juga terjerat hutang sama rentenir kejam seperti Pak Harun, kalau sudah seperti ini bagaimana, apa yang kita lakukan?"

"Ya sudah kalau begitu suruh saja Hana berhenti sekolah lalu bekerja untuk membayar hutang-hutang kita, sekolah juga percuma kalau bodoh seperti itu, buang-buang duit saja." Sinis Mutia.

"Ibu!" Fahmi berteriak marah, "enteng sekali ibu menyuruh Hana berhenti sekolah lalu bekerja untuk membantu melunasi hutang ibu sementara itu semua adalah murni kesalahan ibu, dimana pikiran ibu coba?" lanjut Fahmi kesal. Dada lelaki itu bergelombang, wajahnya merah padam karena menahan amarah akibat keputusan istrinya yang sepihak.

"Pokoknya bapak nggak setuju kalau ibu menyuruh Hana berhenti sekolah, Bapak ingin anak-anak bapak bisa mendapatkan pendidikan yang cukup," tegas Fahmi.

"Halah si Hana itu kan bodoh nilai raportnya saja nggak bagus nggak pernah dapat juara, apa yang harus diharapkan sama anak seperti dia, lagi pula gaji bapak itu berapa mana cukup untuk bayar hutang-hutang kita apalagi kita itu cuman dikasih tempo selama dua minggu."

"Bapak akan berusaha sebisa bapak, asal Hana gak jadi korban," tegas Fahmi dengan mengeraskan rahangnya.

"Memangnya bapak mau usaha apa, mau jual diri? memang janda mana yang mau beli bapak, muka juga sudah peot begitu" kata Mutia mengejek.

"Pokoknya apapun kata ibu bapak nggak mau kalau ibu menyuruh Hana untuk berhenti sekolah dan bekerja, titik!" seru Fahmi dengan nada tegas dan penuh penekanan.

Pria kurus itu kemudian berjalan meninggalkan rumah untuk bekerja seperti biasa.

"Emangnya kamu itu siapa, kalau kamu bisa memenuhi kebutuhan kami aku nggak akan maksa anak itu untuk bekerja, orang kamu aja jadi pria lembek gitu kok, untuk memenuhi kebutuhan kami aja nggak bisa, giliran istri punya hutang, bingung!" cibir Mutiah yang kemudian masuk ke dalam rumah.

___________

"Hana!"

Panggil Mutia kepada Hana yang sibuk memasukkan keripik ke dalam plastik kecil. Disamping jualan gorengan, Hana juga punya sambilan jualan keripik, keripik itu dia ambil dari pengusaha dalam jumlah yang banyak lalu dia kemas ke dalam wadah yang lebih kecil untuk dijual eceran.

"Iya Bu?" jawab gadis itu sopan.

Dia meletakkan plastik berisi keripik yang siap untuk ditimbang lalu beralih menatap ibunya.

"Kamu kan tahu bagaimana kondisi keuangan keluarga kita, apalagi kamu juga tahu kalau Ibu ini punya hutang yang nggak sedikit jadi mulai sekarang ibu tekankan sama kamu, kamu nggak usah sekolah, kamu berhenti sekolah lalu bekerja ke kota untuk membantu keuangan kita."

"Tapi, Bu." Hana tidak melanjutkan ucapannya.

"Nggak usah tapi-tapian pokoknya sekarang juga kamu harus berhenti sekolah lalu pergi ke kota, nanti ibu akan menelpon teman ibu untuk menjemput kamu."

Hana akhirnya hanya bisa diam, ingin melawanpun percuma karena ibunya pasti tetap akan memaksa.

Di saat hening seperti itu tiba-tiba terdengar suara Laura berteriak dari pintu depan.

"Ibu, ibu , bapak Bu, bapak," jerit Laura yang membuat Hana dan Mutia terkejut dan spontan berlari kedepan untuk melihat apa yang terjadi.

Sesampainya di pintu depan mata mereka membulat, dada mereka bergelombang dan dengan spontan Hana berteriak.

"Bapak!"

Saat Hana melihat Fahmi dalam keadaan...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status