Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya.
"Dyra," suara memanggilDyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kerahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat jendela." Melihat ke sekeliling."Kamu yakin. Kalau ketahuan, aku akan dimarahi lagi," ucap Dyra ragu-ragu."Tenanglah, aku akan mengantarmu setelah acaranya selesai," ucap Robin menyakinkan."Baiklah."Dyra berusaha menaiki jendela, kaki sebelah kanan telah berhasil keluar, diikuti dengan kaki kirinya. Sedikit lagi Dyra akan berhasil keluar, Robin yang ada di luar membantu, dia menggendong Dyra keluar."Hati-hati, jangan sampai terjatuh," ucap Robin."Cepat turunkan aku," ucap Dyra.Setelah berhasil keluar dari sana, Dyra dan Robin berjalan dengan sangat pelan melewati halaman depan rumah, dengan mengendap-endap keduanya berusaha agar tidak terlihat."Ayo, cepat. Sebelum kita ketahuan." Dyra menepuk punggung Robin dari belakang."Cepat naik," ucap Robin.Dyra dan Robin pergi dengan sepeda, dengan dayungan cepat keduanya langsung tiba di tempat tujuan. Di dalam penginapan, tepatnya di aula telah ramai orang. Mereka sebagian penduduk desa dan kerabat Ayu."Kalian sudah datang," suara ramah menyapa."Tante Mila, Apa kabar?" Salim Dyra dengan sangat sopan.Wanita paruh baya yang dipanggil tante Mila itu adalah Ibu dari Ayunda dan sekaligus adik dari Ibu kandung Dyra. Semenjak meninggalnya Ibu Dyra keluarga mereka menjadi tidak terlalu akur.Robin ikut menyalam. "Ayu mana tante?""Ayu masih bersiap-siap, sebentar lagi dia akan datang," ucap tante Mila."Kalau begitu kami akan tunggu disini," saut Robin."Dyra, tante dengar bahwa nilaimu sangat bagus, Apakah kamu akan melanjutkan sekolahmu?" tanya tante Mila."Tidak tante, untuk saat ini aku akan membantu Ayah bekerja di kebun, Ayah tidak punya cukup uang untuk biaya kuliahku dengan Sarianti," jelas Dyra."Jadi maksudmu, Sarianti akan kuliah, sedangkan kamu bekerja di desa." Raut wajah tante Mila tampak tidak senang."Begitulah tante.""Aku tidak bisa percaya ini, Adamas mengabaikan putri kandungnya. Dasar tidak tahu diri."Dahulu setelah Ibu Dyra meninggal, Ayah Dyra langsung menikahi seorang janda yaitu Rossy, dari sejak itu Mila sangat tidak menyukai Adamas, bahkan kerap terjadi pertengkaran di masa lalu."Tidak apa tante, Ayah berjanji tahun depan aku bisa kuliah setelah keuangan Ayah membaik," ucap Dyra."Tante bisa membiayai kuliahmu, ikutlah bersama Ayu, dan tetaplah belajar. Tante akan mengurus semua keperluan kamu." Tante Mila menggenggam tangan Dyra."Tidak perlu tante, aku tidak ingin tante mendapat masalah, Ibu tiriku itu akan membuat keributan, jika tante bersikeras membantu," saut Dyra.Dyra sendiri tidak bisa menerima kebaikan tantenya dikarenakan Rossy pasti akan mencari masalah dengan menghasut Ayahnya agar tante Mila tidak ikut campur tentang urusan keluarga."Baiklah, tapi setidaknya kamu bekerja disini saja, tante akan menempatkanmu di bagian tamu, itu akan jauh lebih baik untukmu daripada bekerja di kebun," ucap tante Mila."Akan aku pikirkan tante," saut Dyra.Ayu yang telah datang dari kejauhan menghentikan perbincangan antara Dyra dan tante Mila."Apa aku terlihat cantik," ucap Ayu riang"Kamu sangat cantik," puji Dyra sambil tersenyum."Robin! Apa kau tidak bisa memujiku sedikit saja, kau bahkan tidak memperhatikanku," ucap Ayu kesal karena melihat Robin biasa saja dengan penampilannya."Dyra sudah mewakilinya, bukankah pendapat kita bertiga selalu sama," kekeh Robin."Selagi disini nikmatilah hidangannya, tante akan menyambut tamu lainnya." Tante Mila meninggalkan mereka bertiga."Aku sangat gugup, hari ini adalah pesta kelulusanku, aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya," ucap Ayu sambil mengusap dada."Kapan seorang Ayu akan merasa gugup, kau itu bagaikan bom waktu, meledak sesuka hatimu," ejek Robin."Yahhh, aku tidak seperti itu, aku ini gadis elegan dan paling cantik di desa ini, kau sangat beruntung bisa berteman dengan gadis secantik diriku ini," dengan percaya diri Ayu menyatakan bahwa dia paling tercantik."Sudah kuduga kau akan mengoceh," tertawa tipis.Candaan mereka membuat Dyra sedikit terhibur, dia tertawa dan merasa senang."Aku suka ini," ucap Dyra tiba-tiba.Robin dan Ayu menatap ke arah Dyra bersamaan."Apanya yang suka?" tanya Robin.Dyra tidak mengatakan isi hatinya karena itu dia berusaha mengalihkan pembicaraan. "Aku suka aroma makanannya."Dengan begitu mereka menikmati makanan, setelah hampir setengah jam, semua para tamu telah hadir di pesta.Ayu dipersilahkan untuk memberi kata sambutan. Dengan gaun berwarna pink, dan rambut terurai serta bando pink yang selaras dengan baju, Ayu tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih pada semua orang.Suara tepuk tangan terdengar riang, Dyra melihat itu mengingatkannya pada Ibunya. Membayangkan dirinya berada diposisi Ayu.Seandainya Ibuku masih ada, mungkin aku juga akan menjadi seorang putri yang bahagia. Batin Dyra.Robin yang berada disamping Dyra melihat bahwa mata Dyra seperti sedang berkaca-kaca."Ada apa?" Robin menatap Dyra."Apa?" Dyra balik bertanya.Ayu kembali menghampiri mereka berdua. "Apakah aku melakukannya dengan baik?" Ayu masih merasa gugup."Iya. Kau melakukannya dengan baik," ucap Dyra.Robin tidak mengatakan hal yang sama. "kata sambutannya terlalu panjang," senyum sumringah di wajah Robin."Robin! Hari ini saja, jangan meledekku. Aku akan marah jika kamu melanjutkannya," memukul bagian sisi bahu Robin."Ok, hentikan," ucap Robin."Kapan kamu pergi?" tanya Dyra."Sekitar dua minggu lagi, kita masih bisa bermainsebelum aku pergi." Ayu merangkul Robin dan Dyra.***Seminggu sebelum keberangkatan Sarianti kekota.Untuk memenuhi kebutuhan Sarianti, Ayah Dyra harus memaksakan diri untuk memperbaiki kapal dan menjual hasil panen.Hasil panen yang belum terjual akan dibawa ke kota, bersama dengan para pekerja lain, Ayah Dyra akan berdagang ke kota untuk sementara waktu, karena itu dia telah mengangkut barang-barang dan memasukkan ke dalam mobil lalu membawanya menuju pelabuhan."Ayah pergi dulu, kalian harus patuh pada Ibu, apalagi kamu Dyra, jangan membantah Ibumu lagi," ucap Ayah Dyra."Baik Ayah." Dyra patuh."Jaga anak-anak, aku akan segera kembali," ucap Ayah Dyra pada Rossy."Iya Pak, jaga kesehatanmu dan cepatlah pulang," peluk Rossy dengan hangat."Ayah, jangan lupa bawakan aku mainan setelah kembali," ucap Niko.Niko adalah adik tiri Dyra, anak dari Rossy dan Adamas. Karena itulah, Rossy mendapatkan kasih sayang penuh karena kehadiran Niko.Saat melihat Ayahnya akan segera pergi, hati Dyra sedikit sedih, dia begitu khawatir. "Ayah, hati-hati dijalan, jangan lupa makan, dan beristirahatlah dengan cukup," ucap Dyra mendekati Ayahnya.Ayah Dyra hanya tersenyum tipis membalas ucapan putrinya itu."Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan