Share

2. Kecelakaan

last update Last Updated: 2025-10-10 10:14:38

Setelah selesai dikebumikan, Nayla beranjak pulang kerumah. Namun, langkahnya terhenti mana kala bapak polisi itu menarik tangannya. Nayla menoleh ke samping.

"Maaf pak, ada apa lagi ya?" Tanya gadis itu dengan lugunya.

"Hmm, kamu tinggal dimana?"

Nayla bingung untuk mengatakan perihal alamat rumahnya dimana, sebab, sekarang ia tak lagi memiliki tempat tinggal. Tetapi ia tak mau membebani siapapun lagi.

"Tinggal saya jauh, Pak! saya izin pulang dulu ya!" sahut Nayla dengan buru-buru pergi meninggalkan pemakaman umum.

Rizal dan para jajarannya pun pergi menuju markas mereka terlebih dahulu untuk absen sebelum pulang.

karena suaminya yang tak kunjung menjemputnya, Sindy terpaksa pulang sendiri dengan perasaan yang gelisah. sedari tadi ia terus memikirkan Nayla yang bisa ada disamping suaminya.

Sesampainha ia dirumah, wanita yang mengabdikan dirinya untuk menjadi pelayan masyarakat telah terduduk lemas karena termakan oleh pikiranmu sendiri mengenai sang suami.

ia memandangi keadaan rumah yang juga masih sangat sepi. "Sudah jam segini, kenapa Mas Rizal belum juga pulang?" Gumamnya seorang diri sambil memegangi perut yang mulai keroncongan.

ia kembali terduduk di kursi makan dengan memegang ponsel. Lalu ia bergegas menelpon sang suami.

Dering ponsel mengaggetkan Rizal yang masih didalam perjalanan. karena begitu kaget, Rizal buru-buru mencari dimana ponselnya berada.

Disaat ponselnya sudah ia temukan, ponsel itu mendadak jatuh dari genggaman tangannya, ia pun menundukkan tubuhnya untuk mengambil benda pipih itu yang terletak didekat kakinya.

karena ia menunduk, ia tak tahu bila dihadapannya ada sebuah mobil yang melaju dengan sangat cepat. hingga akhirnya kejadian Naas tersebut pun tak dapat dielakkan lagi.

"Bummmm, Brakkkkk!" Tabrakan hebat terjadi diperlintasan antar kota.

Dirumah, Sindy yang kesal karena telponnya tak diangkat oleh suaminya, ia pun semakin kesal.

"Ihhh, inilah yang membuatku malas menjalani biduk rumah tangga dengannya, pangkatnya saja yang tinggi. tetapi aku selalu diabaikan! Atau jangan-jangan dia sedang menggatal dengan anak miskin itu?"

Karena terlalu lama menunggu, dan perutnya semakin keroncongan. ia memutuskan untuk memesan makanan siap saji dari salah satu aplikasi berwarna hijau.

30 menit berlalu, ia yang sedang santai menunggu pesanannya datang, tiba-tiba ponselnya berdering, ia pun tersenyum dan mengira bahwa itu adalah telpon dari jasa pengantaran makanan.

ia mengangkatnya dengan penuh semangat, "ia bang, rumah warnah coklat ya," sahutnya cepat tanpa melihat nomor yang menghibunginya.

"Maaf, ibu. apa benar ini adalah keluarga dari Pak Rizal?" Ucap seseorang dari ujung telpon Sindy. Sindy terdiam sejenak dengan raut muka yang kebingungan, kenapa malah na suaminya yang ucapkan si penelpon.

"Iya, benar. kalau boleh tahu ini siapa ya? jangan bilang kamu adalah selingkuhan suamiku yang minta dinikahi karena sudah mengandung benihnya kan!" Tanya Sindy dengan panjang lebar, bahkan ia begitu berani menebak orang tersebut dengan nada sedikit sarkas.

"Oh, bukan-bukan Bu. Kami dari rumah sakit bina Sehat ingin menyampaikan bila pak Rizal baru saja mendapatkan musibah tabrakan di jalan lintas kota. Bisakah ibu kesini sekarang?"

Mendengar berita bila suaminya mengalami kecelakaan, Sindy terdiam dengan tangan yang sudah melemah, bahkan ponsel yang ditangannya juga telah terjatuh dilantai.

"Benarkah suamiku kecelakaan? pasti ini hanya mimpi, Ayo bangun, Bangun Sindy!" Ucapnya dengan bibir yang masih bergetar dan raut wajah shock.

"Hallo, Bu, hallo!" Panggil pihak rumah sakit dari ponsel, namun tak urung juga di sahut Sindy lagi.

Dan akhirnya panggilan telpon diputus secara sepihak oleh pihak rumah sakit. Sindy sendiri masih terpaku di bawah lantai dengan keadaan tubuh yang semakin lemas.

"Apa ini ada kaitannya dengan sumpah serapah yang anak gadis itu ucapkan tadi pagi ya? atau dia memang sengaja ingin membalas dendam padaku?" Bulir bening berjatuhan membasahi pipinya. segala praduga mulai muncul di benak Sindy.

Lalu, suara Abang kurir terdengar dari depan pintu, kurir tersebut terus berteriak memanggil namanya. ia pun segera bangkit dan berjalan perlahan menuju halaman depan.

"ini ya Bu, pesanannya." Ucap pak Kurir dengan ramah, Sindy yang masih tak berdaya langsung duduk di boncengan motor bapak kurir tersebut.

Bapak kurir pun menjadi bingung, ia menoleh kebelakang.

"Pak, tolong antarkan saya kerumah sakit Bina Sehat ya. Nanti saya kasih bayarannya."

Kurir tersebut pun mengangguk dan pergilah mereka dimalam itu juga menuju rumah sakit.

Tidak berselang lama, mereka akhirnya sampai juga dilokasi. Sindy membayarkan upah bapak kurir tersebut. lalu ia berjalan menuju ruangan resepsionis.

"Mbak, benarkah disini ada korban kecelakaan atas nama Rizal?"

Staf rumah sakit itu mencoba melihat data para pasien dari komputer dengan mengetik nama pasien tersebut.

"Benar ibu, saat ini pasien sedang berada diruangan IGD menunggu tanda tangan keluarganya."

"Saya, saya istrinya mbak! tolong antarkan saya keruangannya." Desak Sindy dengan terus berlinang air mata.

Sindy pun diantar keruangan, dan betapa hancurnya perasaannya kala melihat kondisi sang suami yang sudah sangat memprihatinkan.

Namum, dalam kesedihannya, tiba-tiba terlintas dibenaknya mengenai suaminya yang duduk bersebelahan dengan Nayla, Anak SMA yang Sindy abaikan saat diuskesmas tadi. Hingga mengakibatkan ibu Nayla meninggal dunia.

"Ya Allah, Mas! kenapa kamu bisa begini, sebenarnya apa yang sedang terjadi padamu? Ada hubungan apa kamu dengan anak SMA itu?" Teriak Sindy dengan terus mukul-mukul dada suaminya yang terkulai lemas tak sadarkan diri.

Emosinya masih membara kala mengingat wajah Nayla, entah kenapa sejak kejadian di Puskesmas, ia terus di bayang-bayangi oleh sosok Nayla.

Padahal sampai saat ini saja Nayla belum mengetahui hubungan Sindy dan Rizal itu bagaimana.

Lalu datanglah seorang dokter untuk melerai Sindy yang terus berusaha mengobati suaminya.

"Stop! Hentikan! Tolong keluar!" Usir Dokter tersebut pada Sindy.

Sindy menoleh dan keduanya pun saling pandang satu sama lain.

"Sindy! Kamu Sindy kan?"

Dokter tersebut seperti terhipnotis kala melihat seseorang yang sangat ia rindukan ada didepan matanya.

"Devan, iya aku Sindy. Kamu kerja disini?" Devan pun mengangguk sambil tersenyum dengan mata yang berbinar-binar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Hina Penakluk Hati Suamimu   10. Mulai Berani Membalas

    Bambang, selaku papanya Sindy pun sedikit membuka latar belakang keluarga Rizal pada sang anak. tetapi bagaimana respon Sindy? Ia tetap tidak ingin bersatu lagi dengan Rizal yang kini telah lumpuh untuk selama-lamanya. "Akh, sudahlah Pa. Mau dia CEO sekalipun, Aku sudah tidak tertarik dengannya lagi. Tidak mungkinkan Aku harus menghabiskan waktuku untuk mengurusi dia. ogah banget deh!" Bambang tak bisa berkata-kata lagi dibuat sang anak, ia pun memilih untuk meninggalkan Sindy begitu saja diruang tamu. Ibu Sindy hanya bisa menggelengkan kepala melihat anaknya yang tak bisa dinasehati. "Mama berharap kamu tidak akan pernah menyesali atas apa yang telah Kamu lakukan ini, Sindy!" "Apa-apaan sih Mama! lebay banget, wajar saja Aku mencari yang lebih dari Si Lumpuh itu kan!""Plak!" tamparan keras mendarat di pipi Sindy. "Tapi tidak harus menjadi Pelakor! Apa yang telah Kamu lakukan itu semua salah, Sindy! geram sang Ibu. Sindy memegangi pipinya dan menatap wajah sang Ibu d

  • Gadis Hina Penakluk Hati Suamimu   9. Sekolah Baru

    Nayla masuk kedalam rumah dan Edwin juga telah pergi dari kediaman bosnya menuju ke sebuah tempat. Didalam kamar, Rizal menelpon Ikhsan, asisten pribadinya yang selama ini ia tugakan untuk mengolah perusahaannya. "Mulai besok jadwalkan rumah sakit yang bagus untuk Saya! ingat jangan yang biasa-biasa saja. Saya ingin secepat mungkin bida sembuh!" ucap Rizal dari sambungan telpon. "Siap Bos!" Begitulah Ikhsan dalam bekerja, ia terlalu dingin dalam menyikapi apapun. Lain dengan Edwin yang bisa bersikap lebih santai. Sebelum tidur, Nayla kembali masuk ke kamar Rizal untuk memastikan bila Rizal telah tetidur atau belum. Melihat Nayla yang telah masuk le kamarnya, Rizal segera meletakkan ponselnya diatas nakas yang berada disebelah ranjang tempat ia berbaring. Dilihatnya Nayla yang begitu telaten melayani Rizal, bahkan Nayla juga memakaikan kaus kaki ke kaki Rizal agar kaki Rizal tetap dalam keadaan hangat. Setelah itu ia menyelimutinya. "Apa Kau juga merawat Ibumu seper

  • Gadis Hina Penakluk Hati Suamimu   8. Menuntut Balas

    Rizal menatap sinis kearah Edwin yang saat ini sedang mengangkatnya keatas ranjang. "Dia anak asuhku! jangan berpikir yang macam-macam!" Edwin mencoba untuk menahan tawanya, didalam benaknya sungguh ia tak percaya dengan ucapan bosnya. Bagaimana mungkin anak remaja yang sebentar lagi juga akan beranjak dewasa itu dijadikan anak asuh. Bahkan tadi saja ia sudah melihat sendiri keduanya yang saling bertindihan. Melihat Edwin yang terus menahan tawa, Rizal kembali menoyor kepala Edwin. "Aduh, Bos! Kenapa aku ditoyor? dari tadi aku kan diam saja!" "Kau diam, tetapi tidak dengan pikiranmu, Aku tahu apa yang ada di otakmu itu!" geram Rizal menatap sengit wajah Edwin. Edwin mengeluarkan beberapa berkas kehadapan Rizal, Rizal pun menatap lekat berkas-berkas itu. Ia membaca isinya dengan raut wajah penuh kekecewaan, bagaimana bisa ia dipecat secara tidak hormat dari kesatuannya, bila selama ini saja ia sudah mendedikasikan seluruh waktunya pada kesatuannya. sampai-sampai

  • Gadis Hina Penakluk Hati Suamimu   7. Diduga Melihara Anak-anak.

    Di kediaman Rizal, Rizal terus memperhatikan Nayla yang hampir satu harian terus bekerja, Ia sampai tidak tega melihat gadis kecil itu mengerjakan semua pekerjaan rumah. Diam-diam ia menghubungi orang kepercayaanya untuk mencarikan sekolah yang bagus buat Nayla. Disaat Rizal sedang fokus berbicara, Nayla berjalan pelan membawakan nampan yang berisikan sepiring makanan dan segelas air mineral. "Maaf pak, Ini makanannya." Tawar Nayla, lalu meletakkan makanan dan minuman itu diatas meja makan. Rizal mengangguk dan mengakhiri telponnya dan Nayla pun dengan sangat telaten mendorong kursi roda Rizal menuju meja makan. Rizal terpaku sebentar, Ia teringat oleh istrinya. Bila ternyata selama mereka menikah, Sindy tidak pernah melayaninya seperti Nayla. Bahkan biasanya malah Rizal lah yang terlalu memanjai Sindy. Ia tersenyum miris, ia baru sadar bila selama ini Ia telah berjuang seorang diri. Nyatanya setelah Ia mengalami kelumpuhan, sang Istri langsung menyingkirkannya begitu saja.

  • Gadis Hina Penakluk Hati Suamimu   6. Karma Menghampiri Mereka

    Beberapa hari berlalu, ditempat lain, ada seorang istri yang terus menunggu kepulangan suaminya yang sudah beberapa hari ini tak juga kunjung pulang. Pikirannya terus berkecamuk, setelah kemarin mendapatkan beberapa bukti perselingkuhan suaminya dari salah satu karyawannya. "Benarkah ia sedang bertugas keluar kota? Kenapa dia tak mengirimkan surat jalannya? Biasanya ia selalu memberi kabar padaku. hmm, apakah semua bukti ini adalah benar?" ucap Dira, istri yang dinikahi Devan hanya untuk sebuah status. Bahkan Devan rela berpura-pura bahagia agar Dira berlaku baik dengannya. Dira yang mulai curiga, bersiap untuk pergi kerumah sakit, tempat dimana suaminya bekerja. Ia juga tidak lupa membawa anaknya yang kini sudah berusia tiga tahun. Sesampainya ia disana, dan betapa terkejutnya ia kala mengetahui bila suaminya baru saja pulang dan mengatakan bila suaminya juga tetap praktek dirumah sakit, bukan diluar kota seperti apa yang dikatakan suaminya. "Masa sih, mbak! Tapi katan

  • Gadis Hina Penakluk Hati Suamimu   5. Rahasia Besar Yang Tidak Diketahui Oleh Sindy

    "Pak Polisi! Ya Bapak kan yang sudah membantu aku menguburkan ibuku. Bapak masih ingat aku kan? Kenapa bapak bisa seperti ini? Memangnya pa yang terjadi pada bapak?" Banyak pertanyaan yang Nayla lontarkan pada Rizal, hingga membuat Rizal semakin kesal. Namun lain halnya dengan Nayla yang begitu senang dapat bertemu kembali dengan sosok polisi yang pernah membantunya. Rizal terdiam memperhatikan penampilan Nayla yang semakin kotor tak terurus. Karena Rizal masih diam saja dan tak juga mengeluarkan sepatah katapun, Nayla bergegas membantu mengangkat tubuh Rizal yang besarnya dua kali lipat dari tubuh kecilnya itu. Saat itu pula keluarlah security perumahan dan berjalan mendekati mereka. "Hey, jangan bantuin dia! nanti kamu ketularan penyakit mematikan darinya!" Rizal kembali menatap security tersebut seolah berkata didalam hati, apa lagi yang sudah istrinya ucapkan pada security tersebut. Kenapa bisa bapak security bicara seperti itu. "Saya lumpuh! Bukan memiliki riway

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status