"Mister Aamir, sketsa untuk rumah pribadi Anda beserta blueprint keseluruhan bangunan akan kami serahkan dalam dua hari. Nanti saya hubungi nomor ponsel Anda untuk pertemuan selanjutnya. Terima kasih!" ujar William seraya berjabat tangan dengan klien asal Maroko yang baru saja selesai meeting membahas proyek rumah mewah di atas lahan 500 meter persegi.Emmy pun ikut bangkit berdiri lalu menjabat tangan Mister Aamir Khalid Wattasid yang penampilannya mirip seorang syeikh kaya raya. Pria berkebangsaan Maroko itu berusia setengah abad dan menikahi tiga orang wanita berusia jauh lebih muda. Dia menatap Emmy dengan penuh penilaian lalu berkata, "Beautiful!"Dengan segera William merangkul bahu kekasihnya, dia tak ingin kliennya mencoba bermain mata dengan gadis imut kesayangannya. "Selamat jalan, Mister Aamir. Hati-hati di jalan!" ucap William mengusir dengan cara halus.Emmy menunggu pria asal Maroko itu meninggalkan lobi Hotel Dawliz Rabat Art and Spa. Dia lalu bertanya kepada William, "
"Apa Salmon Steak itu sesuai selera kamu, Kakak Sayang?" tanya Emmy menyunggingkan senyum manis di bibirnya. Dia menemui chef restoran hotel secara langsung dan menjelaskan menu yang disukai William. Pria itu ingin makan ikan, tetapi tidak bisa asal sembarang masakan karena GERD yang dideritanya. Sambil mengunyah daging Salmon lembut dengan saus Carbonara gurih, William menjawab gadis imut kesayangannya, "Enak sekali sesuai yang kuinginkan. Thanks, Darling. Kamu perhatian banget sama aku!""You're welcome. Menurutku masakan chef restoran hotel ini memang lezat dan unik, akhirnya bisa juga mencicipi Couscous dan Chicken Tajine khas Maroko yang terkenal di seluruh dunia. Aku harus berterima kasih karena sudah diajak ke mari, Kakak Sayang!" balas Emmy antusias. Memang William tidak bisa menemaninya berwisata kuliner, tetapi di hotel tempat mereka menginap pun gadis itu bisa mencicipi hidangan-hidangan khas Maroko yang berbeda dari lainnya.(Couscous: hidangan yang terbuat dari butiran g
"Ohh ... baiklah. Saya puas dengan hasil pekerjaan Anda, Mister William MacRay. Kontraktor terpilih akan membangun rumah pribadi saya sesuai blue print yang Anda buat ini!" tutur Mister Aamir Khalid Wattasid yang bertemu kembali dengan William dan Emmy di sofa lobi hotel. Dia lalu bertanya, "kapan rencananya kalian pulang ke Jakarta?" "Nanti malam kami akan berangkat dari bandara. Kalau ada yang tidak dimengerti oleh pihak kontraktor, silakan hubungi saya saja langsung, Mister Aamir!" jawab William lalu bangkit dari sofa dan berjabat tangan dengan pria konglomerat asal Maroko tersebut. Dia kurang suka melihat cara kliennya menatap Emmy dengan terlalu perhatian.Maka pria asal Maroko itu menerima uluran tangan dari William dan pamit meninggalkan lobi Hotel Dawliz Rabat Art and Spa. Urusannya telah selesai dengan ringkas dan hasil pekerjaan arsitek asal Indonesia itu berada dalam CD yang dibawanya pulang."Kita mau ke mana sekarang, Kak Willy?" tanya Emmy yang dirangkul bahunya memasuk
"Kakek, aku memang menyayangi Kak Willy, tetapi usiaku masih 22 tahun. Seharusnya aku masih giat bekerja agar kelak tidak menjadi beban suamiku!" kelit Emmy tak ingin menerima ide menikah di usia dini yang baginya menyeramkan karena akan merampas kebebasannya berkarya.Namun, Nenek Dahlia mengingatkan cucunya, "Kalau begitu jaga dirimu baik-baik bila bepergian ke luar negeri bersama William. Yang namanya khilaf itu susah ditebak kapan datangnya, kalau sudah nasi menjadi bubur baru menyesal. Itu pun tak ada gunanya tanpa ikatan pernikahan yang resmi!"Gadis manis itu pun menganggukkan kepalanya dengan serius. Dia juga mengerti kebenaran perkataan kakek neneknya yang sangat menyayanginya dan tak ingin dia terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau menjadi perempuan simpanan om-om. "Ya sudah, kamu pasti capek sehabis penerbangan jauh dari Afrika. Mandi terus tiduran saja, kalau kamu lapar, Nenek sudah siapkan menu lauk pauk di meja makan yang bisa kamu makan kapan saja!" ujar Nenek Dahlia
"Makasih ya, Mang Ali sudah dianter jemput ke kantor!" ucap Emmy ceria kepada sopir pribadi William sebelum turun dari mobil Maybach hitam pagi itu.Di teras depan rumahnya yang bak istana negeri dongeng Disneyland, William berdiri bersedekap menunggu gadis imutnya berjalan mendekatinya. Emmy menggigit bibir bawahnya cemas melihat sugar daddynya yang nampaknya masih mengambek efek dia menemui Evan di mall semalam."Selamat pagi, Kakak Sayang!" sapa Emmy menyunggingkan senyum termanisnya. "Pagi! Kamu tahu aku lagi bad mood?" balas William seraya meraih punggung Emmy hingga gadis itu berdiri bergelanyut di dadanya karena terkejut dan menjadi sedikit limbung.Emmy mendongak menatap wajah bercambang tipis dengan sepasang mata beriris cokelat yang memicing dingin. Dia pun tergagap menjawab, "A—aku ... aku tahu, tapi Kak—" Detik selanjutnya bibir Emmy sudah berada di dalam mulut William yang menyedotnya bak vacum cleaner full power. Lututnya terasa melunak bagaikan terbuat dari jeli. Cium
"Big Boss, ada tamu yang nyari di bawah ya!" kata Haikal saat menghadap William di ruang kantornya.Pria itu mengerutkan keningnya karena tidak sedang menunggu tamu, dia lalu bertanya, "Siapa tuh, Mo?""Namanya Evan Knightingdale dari Boston, US. Jauh bingits deh asalnya, gimana Bos, mau ditemuin nggak?" balas Haikal menggaruk-garuk kepalanya. Kasihan juga tamu William karena berasal dari luar negri kalau diusir begitu saja, pikirnya."Okay, gue turun." William pun bangkit dari kursi kerjanya dan berkata kepada Emmy, "Kamu ikut aku yuk, sepertinya si Evan ini teman lamaku deh, namanya familiar cuma rada lupa. Maklum aku dalam setahun ketemu orang baru banyak banget jadi jangan tanya deh daya ingat soal nama payah banget, Baby!" Kemudian Emmy menghela napas, dia menggandeng lengan sugar daddynya. "Kak Willy, kalau aku bilang jujur marah nggak?" tanya gadis itu sambil menuruni anak tangga bersebelahan dengan William."Ngomong aja, kenapa kok aku marah segala?" tukas pria itu hingga mer
"Maafkan aku, Emmy Darling. Aku tadi cemburu buta sama Evan. Pikiranku jadi nggak stabil. Yes, no sex before married. Tapi, kamu perlu ingat satu hal, aku menginginkanmu ... sangat!" ujar William berdiri tegap di hadapan Emmy lalu merentangkan kedua tangannya.Seolah mengerti apa yang diinginkan oleh sugar daddynya yang ganteng itu, Emmy maju ke dalam dekapan William. Dia menyandarkan kepalanya di dada bidang pria blasteran yang sangat mencintainya. 'Akan ada suatu hari di mana kita bersatu dan tak terpisahkan lagi, Kak Will!' batin Emmy dalam diamnya."Kita lanjutin kerjanya aja ya, apa kamu sudah lapar. Aku pengin pesan pizza deh, Chef Juno pinter bikin pizza uuenak banget. Sebentar ya kutelepon ke dapur dulu!" William bergegas ke meja kerjanya lalu mengangkat gagang telepon dan menekan angka tiga yang langsung tersambung ke tempat kekuasaan Chef Juno."Halo, gimana Boss Willy?" sahut Chef Juno ringan.William pun berkata, "Halo, Chef. Aku pengin dibikinin pizza super supreme extra
Amsterdam, Belanda."Wow, bandaranya ternyata gede banget ya, Kak Willy!" desah kagum Emmy sembari menggandeng lengan sugar daddynya yang sedang mendorong troli berisi koper mereka."Iyalah, Baby. Bandara Internasional Schipol ini ada di urutan ketiga bandara tersibuk di dunia. Orang kalau berkunjung ke Eropa biasanya lewat Bandara Heathrow di Inggris, Bandara Frankfurt di Jerman, atau Bandara Charles De Gaule di Perancis, selain ke sini sih!" jawab William yang sudah kenyang berkeliling dunia karena pekerjaannya sebagai arsitek ternama.Diam-diam Emmy mengagumi pengalaman kekasihnya yang begitu banyak. Mereka berdua naik taksi bandara menuju ke sebuah hotel di Amsterdam. "Kita istirahat dulu semalam di kota ini, besok pagi baru naik kereta ke Rotterdam. Penerbangan 14 jam pasti bikin kamu jetlag!" ujar William sembari mengusap-usap puncak kepala Emmy."Iya, agak berat kepalaku sih, Kak. Apa sore ini mau jalan-jalan keliling kota Amsterdam?" sahut Emmy sambil melihat-lihat pemandanga