Accueil / Young Adult / Gadis Incaran Duda Menawan / Menyelidiki Latar Belakang Charlotte

Share

Menyelidiki Latar Belakang Charlotte

Auteur: Author Mars
last update Dernière mise à jour: 2025-03-05 15:34:16

Charlotte berjalan pelan menyusuri deretan rumah yang terlihat seragam, dengan model dan warna hijau yang sama persis. Wajahnya tampak bingung, seolah memikirkan sesuatu yang mengganjal di benaknya.

"Kalau kami benar-benar melakukannya, seharusnya aku pasti merasa sakit..." gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Ia mengernyitkan dahi, menatap langkah kakinya yang terus membawa dirinya maju. "Tapi kenapa aku tidak merasakan apa-apa? Tidak mungkin seorang pria melepaskan semua pakaianku tanpa melakukan apa pun." Ia berhenti sejenak, menatap ke depan dengan pandangan kosong. "Di dunia ini, mana ada pria yang tidak tergoda dengan tubuh wanita..." lanjutnya dengan nada lirih, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya.

Charlotte menghela napas panjang, akhirnya sampai di salah satu rumah. Dengan santai, ia membuka pintu dan melangkah masuk. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat orang-orang di dalam rumah tersebut. Semua kepala menoleh ke arahnya dengan pandangan heran.

"Charlotte, kamu pasti salah masuk lagi. Rumahmu ada di ujung sana," ujar seorang pria paruh baya dengan nada santai, sambil menunjuk ke arah luar.

Wajah Charlotte memerah karena malu. "Maaf, Paman. Aku salah masuk lagi," ujarnya sambil menundukkan kepala dan tersenyum kaku. Ia cepat-cepat melangkah keluar, meninggalkan rumah itu dengan langkah terburu-buru.

Pria paruh baya itu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil. "Gadis ini selalu saja salah masuk rumah," gumamnya sambil kembali fokus pada kegiatannya.

Di luar, Charlotte berjalan dengan ekspresi kesal, menggerutu sambil melipat tangan di depan dada. "Sudah kubilang pada Papa untuk memasang nomor rumah supaya aku tidak salah masuk terus. Tapi dia tidak mau!" gerutunya dengan nada sebal. Ia menendang kerikil kecil di depannya dengan gemas. "Selain warna hijau, model rumah juga sama semua. Sekarang aku lupa rumah kami ada di nomor berapa!" Suaranya dipenuhi frustasi, tapi langkahnya tetap berlanjut menuju ujung jalan, berharap kali ini ia tidak salah lagi.

Charlotte berdiri di tengah jalan dengan tangan di pinggang, merasa frustrasi setelah salah masuk rumah lagi. Ia menghela napas panjang, memutar otak untuk mencari cara lain agar tidak mengulang kesalahan yang sama.

"Dari pada aku salah masuk terus, lebih baik aku gunakan cara lain untuk menemukan rumahku," gumamnya sambil memandang deretan rumah yang tampak seragam. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya. Charlotte menghirup napas dalam-dalam sebelum berteriak sekeras mungkin, "Elvis Wilson! Di mana rumah kita?" Suaranya menggema di sepanjang jalan, membuat beberapa tetangga keluar untuk melihat sumber keributan.

Belum sempat ia berpikir lebih jauh, seorang pria muncul dari rumah di dekatnya. Dengan langkah tegas, pria itu berjalan mendekatinya sambil membawa kipas di tangan.

"Ahhh!" jerit Charlotte kaget ketika pria itu tiba-tiba menepuk kepalanya dengan kipas yang ia bawa.

"Kenapa teriak-teriak di jalan seperti orang hilang akal?" omel pria itu, yang ternyata adalah ayahnya sendiri, Elvis Wilson. Wajahnya terlihat kesal, "Sampai kapan kau baru bisa menghafal rumahmu sendiri, hah? Padahal kau hanya perlu menghitung dari depan sampai ke rumah ke lima belas. Apa itu susah sekali?"

Charlotte mengusap kepalanya yang masih terasa sakit akibat pukulan kipas tersebut. Ia melirik ayahnya dengan wajah kesal. "Papa, jangan salahkan aku! Kenapa tidak memasang nomor rumah saja? Kalau ada nomor, pasti lebih mudah ditemukan. Biar aku tidak salah masuk rumah orang lagi!"

Elvis mendengus, lalu melipat tangannya di depan dada. "Sejak kapan kau tidak pernah salah masuk, hah? Bahkan saat aku menyuruhmu mengejar nenekmu yang salah naik bus, kau malah masuk ke mobil jenazah!" ucapnya dengan nada setengah kesal, setengah geli.

Charlotte mengerucutkan bibirnya, mencoba membela diri. "Nenek kan sudah tua! Jadi aku mengira nenek masuk ke mobil jenazah, makanya aku ikut. Itu bukan salahku!" jawabnya santai, seolah kejadian itu hal biasa.

Elvis hanya menggelengkan kepala sebelum kembali menepuk kepala Charlotte dengan kipas di tangannya.

"Aah! Jangan pukul aku terus!" jerit Charlotte sambil memegangi kepalanya yang kembali terasa sakit. Ia memandang ayahnya dengan wajah cemberut.

Elvis mengabaikan protesnya dan menatap Charlotte dengan sorot mata serius. "Sekarang katakan, ke mana kau semalam? Kenapa tidak pulang? Kau ini seorang gadis, semalaman tidak pulang dan tidak ada di kantor. Kau ke mana saja, hah?" Nada suaranya naik, memperlihatkan kekhawatirannya.

Charlotte langsung menunduk, merasa sedikit bersalah. Dengan suara pelan, ia menjawab, "Aku... dikhianati oleh Calvin. Dia berkencan dengan wanita lain. Jadi aku mabuk dan tidur di rumah temanku."

Elvis terdiam sesaat, lalu mendengus sambil tersenyum kecil. "Bagus juga kalau dia berselingkuh. Pria mana yang bisa tahan dengan gadis pelupa seperti dirimu? Bahkan saat aku memintamu pergi beli obat saja, kau malah nyasar ke kebun binatang!" ucapnya

Charlotte menatap ayahnya dengan kesal. "Anakmu ini baru saja diselingkuhi, tapi kenapa Papa malah senang?" tanyanya dengan nada tajam, melirik ayahnya dengan pandangan tidak percaya.

Elvis hanya tertawa kecil sambil memukul kepalanya lagi dengan kipas, membuat Charlotte menggerutu kesal sambil mengusap-usap kepalanya. Di balik tingkah konyol itu, jelas terlihat hubungan ayah dan anak ini dipenuhi kasih sayang yang unik, meski penuh dengan omelan dan pukulan kipas.

Malam hari.

Sebuah mansion mewah

Cahaya lampu yang temaram membiaskan bayangan di dinding mansion mewah itu. Suasana terasa sunyi, hanya terdengar suara dentingan es di dalam gelas kristal yang dipegang Daniel. 

Daniel duduk dengan santai di sofa kulit hitam, salah satu tangannya memegang gelas minuman sementara tangan lainnya bertumpu di lengan sofa. 

Levis, pria berjas hitam yang berdiri di hadapannya, menunggu dengan sikap tegap sebelum akhirnya mulai melaporkan hasil penyelidikannya. Suaranya tenang, tetapi ada sedikit keraguan dalam nada bicaranya.

"Tuan, informasi mengenai nona itu sudah kami dapat. Namanya Charlotte Wilson, sering dipanggil Lolipop. Usianya 23 tahun dan bekerja sebagai fotografer," ucap Levis sambil membuka catatan kecil di tangannya. "Ayahnya bernama Elvis Wilson, pria berusia 55 tahun yang telah menikah delapan kali. Beberapa istrinya meninggal, sementara sisanya bercerai. Neneknya, Nanny, berusia 70 tahun dan memiliki pendengaran yang sangat buruk."

Daniel mendengarkan dengan ekspresi datar, tetapi bibirnya sedikit melengkung ke atas. Matanya yang tajam mengamati Levis dengan penuh minat.

"Menikah sebanyak delapan kali?" gumamnya sambil mengangkat alis. Dia memutar gelasnya perlahan, memperhatikan cairan amber yang berkilauan di bawah cahaya lampu gantung. "Lalu, gadis itu anak dari istri yang keberapa?"

Levis tidak butuh waktu lama untuk menjawab. "Istri kedua, Tuan."

"Apakah dia sudah punya pacar?" tanyanya santai.

Daniel tersenyum tipis. Matanya berkilat tajam sebelum akhirnya berkata dengan nada ringan, seolah sedang membicarakan sesuatu yang sepele.

"Kalau sudah, kirim dia ke Afrika dan biarkan dia bekerja di sana seumur hidup!"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Gadis Incaran Duda Menawan   End

    Cuaca dingin dengan terpaan angin kencang menyapu tepian laut.Langit mulai menggelap, seakan ikut menjadi saksi bisu pertemuan dua insan yang telah lama terpisah. Angin menggoyangkan helaian rambut Charlotte yang terlepas dari ikatannya, sementara matanya masih tak percaya melihat Daniel berdiri di hadapannya.Mereka saling diam beberapa saat, membiarkan rindu dan luka masa lalu berbicara dalam tatapan.Daniel akhirnya memecah keheningan."Lama tidak bertemu... bagaimana dengan kabarmu?" tanyanya, suaranya berat namun lembut.Charlotte menelan ludah, suaranya terdengar tenang, tapi jelas ada dinding yang ia bangun di antara mereka."Aku baik-baik saja... Kenapa kau bisa ada di Jepang? Apakah ada urusan bisnis?"Daniel mengangguk singkat, meski jelas ia menyimpan sesuatu di balik jawabannya."Iya. Aku ada urusan penting."Charlotte tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai penolakan."Baiklah kalau begitu, aku p

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Pertemuan Kembali

    Malam hari.Apartemen.Lampu ruangan hanya menyala redup, menebar cahaya hangat ke seluruh sudut ruangan yang luas namun terasa sepi. Di salah satu sisi, Daniel duduk sendirian di sofa kulit hitam, ditemani sebotol wine yang hampir habis dan sebatang rokok yang mengepul di antara jari-jarinya. Asapnya berputar di udara, seolah menjadi bagian dari pikirannya yang kusut.Ia menatap kosong ke arah jendela, tempat bayangan kota malam terlihat kabur."Charlotte, lima tahun berlalu... kenapa kau masih tidak pulang?" batinnya lirih, suara hatinya lebih keras dari gumaman bibirnya. "Keluargamu ada di sini... apa kau berencana menghindar dariku seumur hidupmu?"Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap wine perlahan, membiarkan rasa getirnya mengalir bersama kenangan."Aku ingin memulai hubungan baru denganmu... Aku tahu, masa lalu adalah kesalahanku juga. Tapi pengorbananmu, darahmu—semuanya membuatku sadar... aku telah membuat kesalahan besar." Ma

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charllote Pergi

    Rumah Sakit. Malam Hari.Suara sepatu para tenaga medis bergema di lorong rumah sakit, membawa Charlotte yang bersimbah darah ke ruang UGD. Para dokter dan perawat bergerak cepat. Detak jantung Charlotte melemah. Wajahnya pucat, dan luka tembak di bagian perut kirinya terus mengucurkan darah. Sementara itu, di luar ruangan...Daniel berdiri kaku di depan pintu UGD. Matanya memerah, wajahnya pucat pasi, dan kedua tangannya mencengkeram erat liontin kalungnya—tempat cincin pernikahan Charlotte tergantung. Cincin itu berayun pelan, seolah mengikuti detak cemas hatinya.“Bos... Jangan khawatir, nyonya pasti bisa melewatinya,” ucap Levis, mencoba menenangkan. Ia berdiri di samping Daniel, namun suara tenangnya tak mampu menyentuh hati pria itu yang tengah diliputi penyesalan.Daniel menggeleng pelan, suaranya serak. “Kalau Charlotte sampai meninggal... aku lah pembunuhnya.”Ia menarik napas panjang, seakan berusaha menahan

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Tidak Sadarkan Diri

    "Aku... kembali... untuk menebus... hutangku padamu..." suara Charlotte mulai melemah, nafasnya terputus-putus. Wajahnya pucat, matanya mulai buram. "Ibumu... meninggal... karena aku... bukan... papaku..." lanjutnya sebelum akhirnya kepalanya terkulai, tak sadarkan diri dalam pelukan Elvis."Lolipop... Lolipop!" jerit Elvis panik, mengguncang tubuh putrinya yang sudah lemas. "Bangun, Lolipop! Jangan tinggalkan Papa…!"Daniel berdiri membeku, air matanya mengalir tanpa mampu ia cegah. Ia menatap sosok wanita yang pernah ia cintai, kini bersimbah darah di pelukan pria yang dulu ia anggap musuh.Dengan suara serak, ia bertanya, "Beritahu aku… apa maksud Charlotte tadi?"Elvis menatap Daniel dengan wajah kusut penuh penyesalan. Ia menggeleng pelan, suaranya berat saat menjawab, "Kalau aku tahu begini jadinya… seharusnya aku lebih berhati-hati...""Apakah ada sesuatu yang aku tidak tahu?" tanya Daniel, suaranya bergetar antara amarah, kebingungan, dan kesedihan yang menggerogoti pikirannya

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Ditembak Daniel

    Beberapa saat kemudian, anak buah Elvis berjatuhan tak berdaya. Suara tembakan menggema di udara, meninggalkan jejak darah dan erangan sakit yang memekakkan telinga. Beberapa di antara mereka tewas seketika, sementara yang lain tergeletak dengan luka parah, menggeliat menahan rasa sakit yang luar biasa.Elvis berdiri di tengah kekacauan itu, tubuhnya gemetar melihat kondisi anak buahnya yang begitu mengenaskan. Matanya memerah, bukan karena rasa takut, melainkan karena perasaan bersalah yang mendalam. Ia tidak pernah ingin pertumpahan darah ini terjadi. Nafasnya memburu, tubuhnya tegang menahan emosi.Dengan langkah berat, Elvis maju ke depan. Tangannya terangkat ke udara sebagai tanda menyerah."Daniel, bunuh saja aku... mereka tidak tahu apa-apa sama sekali," ucap Elvis lirih, suaranya parau oleh emosi. Ia berdiri di antara tubuh-tubuh yang terkapar, menjadi tameng hidup bagi mereka yang tersisa.Daniel melangkah maju perlahan, wajahnya dingin dan tanpa ekspresi. Pistolnya terarah t

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Baku Tembak

    Tidak lama kemudian, sejumlah mobil mendekati markas Elvis. Suara deru mesin dan debu yang mengepul di jalan tanah membuat suasana di sekitar mendadak tegang. Kehadiran mereka tidak luput dari perhatian Charlotte, yang tengah duduk menunggu di warung sepi di tepi jalan yang tidak begitu jauh dari markas ayahnya.Dahi Charlotte berkerut saat melihat iring-iringan kendaraan itu. Matanya menatap tajam ke arah mobil-mobil yang melaju cepat."Apakah itu Daniel?" gumam Charlotte dengan suara gemetar. Ia bangkit dari kursi usangnya dan berdiri sambil memandangi mobil-mobil yang semakin mendekat ke markas.Beberapa detik kemudian, mobil-mobil itu berhenti mendadak di depan gerbang. Daniel turun lebih dulu, disusul seluruh anak buahnya. Mereka semua keluar dari kendaraan dengan sigap, menggenggam senjata api di tangan masing-masing. Tatapan mereka penuh tekad, seakan tak akan mundur meski maut menanti di depan.Sementara itu, di dalam markas, Elvis, sang pemimpin

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status