Bella berjalan dengan semangat menuju istal setelah memetik banyak semanggi. Ia terlalu antusias dan berjalan tergesa-gesa sampai tidak melihat kubangan kecil di depannya. Kaki Bella tergelincir dan wajahnya akan mencium tanah jika Damian tidak segera menangkap lengannya.Pria itu membantunya untuk berdiri tegak. "Hati-hati.""Terima kasih," ucap Bella, agak malu.Damian tersenyum menatapnya, kemudian memutuskan untuk berjalan di depan. Bella mengikutinya, kali ini memperhatikan jalan. Namun, sepertinya kesialan tidak menginginkannya lolos begitu saja. Bella tidak tahu apa yang ia injak dibalik rumput, begitu licin hingga ia terpeleset. Refleksnya terlalu lambat dan kali ini tidak ada yang menangkapnya. Tubuhnya terjerembap ke belakang, bokongnya yang paling dulu menghantam tanah.Damian langsung menoleh mendengar pekikan Bella. Ia terdiam menatap si gadis, kemudian tidak bisa menahan tawanya ketika menyadari apa yang terjadi. Ia mengulurkan tangan dan Bella menerimanya dengan wajah
Nyonya Beatrix kembali datang pagi ini. Kali ini tidak sendiri, melainkan bersama wanita muda yang sangat cantik. Tidak lain adalah putrinya. Rambut wanita itu pirang berkilau, diikat tinggi dan dibuat bergelombang di bagian ujungnya. Tubuhnya semampai, dibalut dress hitam selutut yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Dia jauh lebih tinggi dari Bella. Garis matanya tampak tajam, dia mengamati mansion seperti yang dilakukan ibunya sebelum melangkah ke dalam. Apakah dia yang bernama Velvet? Perempuan yang dibicarakan oleh Nyonya Mirabesy dan Nyonya Beatrix? Bella mengalihkan pandangannya ketika Nyonya Mochelle muncul. "Bella, ikutlah berkumpul di dapur jam sebelas nanti. Akan ada pembagian hadiah untuk para pelayan." "Ya, Nyonya," sahutnya. Nyonya Mochelle mengangguk dan berlalu pergi. Sang kepala pelayan tampak sangat sibuk sejak matahari terbit. Mungkin untuk menyambut kedatangan Nyonya Beatrix dan putrinya. Bella mengambil beberapa tangkai mawar yang telah ia petik, lalu
Damian akan bertunangan. Damian akan bertunangan dengan wanita cantik yang datang pagi tadi. Bella menatap Damian yang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan banyak emosi. Tetapi pria itu lebih terlihat bingung dan sedih. Bella terdiam di tempat, tidak tahu harus mengatakan apa. Ia terlalu terkejut dengan informasi itu. Belum lama ia menyadari perasaannya sendiri, dan kenyataan justru menghempasnya seperti debu di jalanan. Ia kira perasaannya tidak seberharga itu. Ia hanya seorang pelayan. Jika Damian akan bertunangan, maka Bella tidak punya hak untuk mempertanyakan hal itu. Ia harusnya memberi ucapan selamat. Tetapi kenapa Damian terlihat kalut? Dia tampak bahagia ketika bicara dengan wanita itu. Apakah memberitahu Bella adalah suatu hal yang membebaninya? Atau mungkin itu hanya efek alkohol, sehingga ekspresinya seperti itu. "Selamat," ucap Bella pada akhirnya, memaksakan suaranya keluar. "Selamat untuk pertunanganmu, Damian." Ekspresi Damian berubah menjadi tidak senang.
Katanya Damian pergi ke penjara di pulau Alcatraz untuk mencari seseorang. Dia telah pergi selama dua minggu dan Bella tidak mau mengakui bahwa ia merindukan pria itu.Ia ingin melihatnya, cukup dari kejauhan untuk memastikan kalau pria itu baik-baik saja.Ia berharap mereka tidak bertemu secara langsung.Hubungan keduanya masih belum membaik.Bella berharap bisa menghilangkan perasaannya secepat mungkin, sebelum ia jatuh terlalu dalam. Damian dan Velvet adalah pasangan yang sempurna. Bagaimana mungkin ia menyimpan perasaan ini dan berharap Damian merasakan hal yang sama?Meskipun, segala perhatian manis pria itu masih menjadi tanda tanya baginya. Atau mungkin memang benar apa yang Damian lakukan adalah murni sebagai kasih sayang seorang sahabat, mengingat dia telah memiliki tunangan.Setiap kali Bella mengingat perasaannya sendiri dan statusnya, ia merasa jijik pada dirinya sendiri. Ia merasa rendah dan hina, tetapi tetap saja jantungnya berdegup kencang ketika mengingat Damian. Bahk
Selera Nyonya Mirabesy rupanya mirip dengan selera Nyonya Deborah. Bella telah mempersiapkan segala hal yang diperlukan dan menyelesaikan setengah bagian pekerjaannya. Ia kembali ke dapur ketika Nyonya Mochelle memanggil untuk makan siang. "Tadi aku melihat Nona Velvet pergi bersama Tuan Damian," ucap Erina di sela makan siang bersama yang mereka lakukan. Ia menusuk kentangnya, lalu menatap Bella dan Verona secara bergantian. "Apakah mereka akan pergi ke butik dan melakukan sesuatu yang orang-orang bilang dengan fitting baju pernikahan?" "Pertunangan," koreksi Verona. "Ya, maksudku itu. Apa itu yang akan mereka lakukan?" "Mana aku tahu. Aku belum pernah bertunangan," jawab Verona sambil mengangkat bahunya tak acuh. Dia menampilkan ekspresi menyebalkan yang membuat Erina kontan mendengus keras. Erina lantas berpaling ke arah Bella. "Bagaimana denganmu, Bella? Kau dari Delkins 'kan? Apa kau pernah mendengarnya?" Bella menggeleng. "Aku tidak tahu, maaf." Erina mengangguk dengan ce
Para pelayan dihebohkan dengan kedatangan Velvet dan Damian yang kembali dari suatu tempat. Velvet memeluk lengan Damian dengan mesra saat keduanya berjalan melintasi aula utama yang telah dihias. Dalam balutan dress-nya yang agak mengembang dan terbuka—di mana belahan dadanya selalu terlihat—Velvet melangkah dengan anggun dan sesekali menyandarkan kepalanya pada Damian yang menatap lurus ke depan. Pria itu terlihat tengah memikirkan sesuatu, pandangannya tampak kosong. Bella berdiri di lorong, di antara para pelayan yang berbisik-bisik dengan antusias. Ia meremat tangannya dan menelan saliva dengan pahit. Hatinya sakit, seolah telah dilubangi. Tetapi, ia hanya berdiri diam di tempatnya, menyiksa dirinya sendiri—berusaha untuk membiasakan diri. Ia harus terbiasa melihat kebersamaan mereka. Ia hanya seorang pelayan dan tidak mungkin ia bisa terus bersembunyi untuk tidak melihat kebersamaan mereka. Seiring waktu, ia pasti akan terbiasa, meskipun rasa sakitnya sama sekali tidak memud
'Aku pikir dia telah jatuh cinta padamu' Kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Bella. Ia menatap punggung Dhruv yang telah menjauh, kemudian menghilang dibalik tembok mansion. Terbilang sudah dua kali Dhruv mengatakan hal yang serupa—tentang perasaan Damian padanya. Ia tahu pria itu bicara dengan jujur. Apa yang dikatakannya adalah semata-mata pengamatannya sendiri, terutama mengenai sikap Damian yang berbeda dengannya. Jauh di dalam hatinya, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Damian. Segala perhatiannya dan caranya menatap Bella begitu lembut juga teduh. Hanya saja, ia terlalu takut untuk mengambil kesimpulan. Ia takut berharap terlalu banyak dan pada akhirnya tenggelam dalam kubangan kekecewaan. Bagaimana kalau ia terlanjur membiarkan dirinya melayang tinggi, sementara Damian malah menjatuhkannya dengan penolakan menyakitkan? Ia tidak mau berharap sedikit pun sampai Damian sendiri yang menyatakan perasaannya. Ah, benar-benar. Apakah Damian bahkan akan me
Bella menatap lekat-lekat pantulannya di cermin dapur yang besar.Ia telah memakai baju khusus pelayan yang memanjang hingga tumitnya. Bagian badannya berwarna hitam, sementara lengannya berwarna putih. Ada banyak pita kecil yang menghiasi bagian kerah seragam sampai bagian pinggang. Seragamnya sangat lembut dan cukup tebal, katanya terbuat dari kain muslin yang mahal. Aroma lavender samar-samar tercium ketika kain saling bergesekan.Satu jam lagi, batinnya.Satu jam lagi menuju acara pertunangan Damian. Bella tidak tahu sudah berapa kali ia menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya dengan perlahan. Lagi dan lagi.Ia berusaha menenangkan diri. Ia berusaha untuk terlihat biasa saja, padahal hatinya sakit luar biasa. Setiap kali ia menatap aula yang telah didekorasi, air mata mendesak keluar, tetapi ia menahan diri untuk tidak menangis.Ia bukan siapa-siapa. Ia tidak seharusnya merasa seperti ini."Bella, mari susun kuenya di meja," panggil Verona seraya melambaikan tangan.Di sa