“Apakah kamu sudah siap malam ini?” tanya Fia sambil memperhatikan Elara yang berulang kali menghela napas dengan sangat panjang.
Terlihat jelas dari tatapannya, kalau Elara tidak bersemangat, lesu penuh dengan keterpaksaan. “Siap tidak siap? Aku bisa apa? Karena aku juga tidak mau kalau harus dipenjara!”
“Ya ... sudahlah, jalani saja, setidaknya pekerjaan ini bayarannya menjanjikan, apalagi kalau di penampilan kamu selanjutnya, bahkan bisa saja sekarang juga, jika kamu bisa menarik perhatian penonton dan kamu akan mendapatkan tips yang cukup besar dari mereka.”
Hembusan napas Elara keluar dengan kasar, dia mengangguk dengan jelas dan dari ujung Ruangan, seorang wanita dengan lipstick merah menyala dan kipas di tangannya mendekat. “Elara! Siap-siap sekarang, segera ke belakang panggung, pertunjukan akan dimulai 5 menit lagi dan saya tidak ingin ada yang telat dan mengacaukan semuanya!”
“Baik Madam,” jawab Elara secara terpaksa.
“Jangan lupa, lepas jaket yang kamu gunakan, karena tidak ada yang akan menonton kamu dengan pakaian seperti ini!”
Elara mengangguk dan Madam Emi melangkah menjauh meninggalkan Elara dan juga Fia. “Mau aku bantu lepaskan?” tanya Fia baik, tapi Elara menggeleng, hingga kemudian dia melepaskan pakaian yang dia gunakan.
Pandangan Fia masih fokus memperhatikan Elara yang menggunakan rok yang sangat pendek dengan atasan tangtop yang cukup menutupi bagian dada, bahkan pusarnya yang masih tertutup. Fia juga memperhatikan celana leging yang Elara gunakan. “Emh ... Ra, penampilan kamu ... tidak sesuai dengan standart penampilan mereka, karena jika kamu menggunakan pakaian ini ... kamu lebih terlihat seperti penari balet, bukan penar—
“Arh! Aku malu Fia!”
Nada bicara Elara yang tinggi membuat Fia melangkah mundur. “Hidup itu pilihan Elara, kamu yang memilih masuk ke sini, maka kamu harus ikut pada aturan yang ada di sini.” Fia berucap dengan sangat santai.
“Aku tidak akan memaksa kamu melepaskan itu, hanya saja aku ingin memberi tahu kamu kalau ... kalian bisa tampil sesuka hati kalian, termasuk dengan pakaian, tapi di atas panggung nanti ... masih ada kemungkinan penonton yang datang, naik ke panggung untuk menyuruh kamu melepas apa yang kamu gunakan atau bisa saja Madam Emi yang melakukan itu dan kalau itu terjadi ... aku rasa itu lebih memalukan, karena kamu melepaskan apa yang kamu gunakan di hadapan semua penonton.”
Kalimat itu membuat Elara terdiam, dia berpikir beberapa saat dan memang apa yang Elara katakan cukup memalukan, hingga kemudian dia menarik napasnya dan secara perlahan melepaskan leging yang dia gunakan, juga menarik tangktop yang dia gunakan. “Apakah ini cukup? Aku masih ingin menutup yang bawah.”
Fia memperhatikan penampilan Elara dari atas sampai ke bawah, dia ragu untuk menjawab, tapi dia berusaha mengangguk. “Aku harap cukup, jangan menangis.” Jari tangan Fia mengelus lembut pipi Elara yang baru saja basah, karena tetesan air matanya.
“Hem! Semoga aku kuat ya!”
“Oke, good luck! Aku ada di bangku penonton, kalau kamu malu ... kamu bisa jadikan aku titik fokus kamu, tapi aku rasa akan lebih baik kalau kamu membayangkan bahwa ini hanya show balet biasa, seperti yang kamu lakukan waktu dulu.” Fia benar-benar memberikan semangat dengan begitu baik.
Dengan peraasaan berat, Elara mengangguk, dia mencoba mengubah isi kepalanya. Sepanjang perjalanan, Elara hanya menguatkan dirinya untuk melakukan semua ini, karena dia tidak mau dijodohkan dengan pria itu dan juga tidak mau mendekap di penjara karena kasusnya yang sudah menipu Handoko.
Seperti show pada umumnya, dimulai dengan gerakan yang mengikuti alunan musik, hanya saja gerakan dengan pakaiannya yang berbeda, lebih terbuka, bahkan ada yang hanya menggunakan pakaian dalamnya saja dan itu mereka anggap sebagai seni juga hiburan.
Penonton sangat menikmati pertunjukkan yang menunjukkan lekukan tubuh mereka, banyak pasang mata yang mendadak terasa menjadi lebih jernih saat melihat pertunjukkan itu, hanya saja ada satu di antara mereka semua yang mengernyit tidak senang.
“Sejak kapan ada dia?” Pria itu menatap bawahannya dengan serius.
“Saya tidak tahu Tuan, mungkin dia baru di sini, karena bisa dilihat kalau dia masih malu-malu dalam bergerak dan pakaiannya juga tidak seterbuka penari yang lainnya.”
Pandangan pria itu terus fokus ke panggung, hanya saja dia tidak begitu memperhatikan pertunjukkan, dia lebih fokus pada perempuan yang dari awal mencuri perhatiannya, hingga sebuah rasa tidak terima muncul dan tangannya mengepal kuat.
“Ada apa Tuan?”
*****
Elara yang sedang tampil tiba-tiba mendapatkan panggilan dan itu membuatnya bertanya-tanya. “Ada apa? Apakah aku melakukan kesalahan atau apa?”
“Aku tidak tahu, aku hanya disuruh Madam untuk membawa kamu keluar dari panggung.” Orang itu menjawab apa adanya.
Kening Elara mengernyit penuh tanda tanya, lalu dia mengalihkan pandangannya dan melihat Madam Emi yang melangkah ke arahnya. “Elara.”
“Iya Madam, ada apa? Kenapa aku dibawa keluar barusan? Apakah waktu tampil aku sudah selesai, tapi sepertinya belum? Apakah aku melakukan kesalahan?” Elara sudah terlihat panik sekarang. “Tolong Madam, kalau emang melakukan kesalahan, berikan aku kesempatan, aku mau memperbaiki semuanya, tapi jangan pecat aku madam!”
“Kamu sekarang pergi ke kamar 124.”
Pikiran Elara langsung melayang, dia sama sekali tidak bisa berpikiran baik. “Ada apa Madam? Kenapa harus ke kamar itu? Apakah aku akan dihukum karena tidak tampil memuaskan?” Kekhawatiran sangat terlihat jelas di mimiknya, bahkan keringat gelisah mendadak menetes.
“Jangan banyak tanya, kamu pergi ke sana saja sekarang.”
“Apakah ada klien exlusive yang ingin aku tampil private?”
Senyuman di bibir Madam Emi terukir dengan jelas. “Kamu pintar, cukup pintar dan saya rasa kamu tidak perlu banyak tanya, kamu bisa langsung pergi ke kamar itu.”
“Baik Madam, aku ke sana sekarang.”
Madam mengangguk. “Iya, kamu ke sana sekarang dan jangan sampai mengecewakan klien, karena kepuasan klien adalah yang paling utama.”
Ditemani oleh rasa penasarannya, Elara melangkahkan kaki menuju ke kamar yang sudah diberitahukan di mana letaknya, dia berjalan santai sampai pada akhirnya membuka pintu. “Permisi, saya masuk.”
Pandangan Elara dengan seketika terpaku pada seorang pria yang duduk membelakanginya, tapi dengan posisi itu saja sudah terlihat jelas perawakan tegap dari pria itu dengan bahu lebar yang sangat menggoda. “Permisi Tuan, ada apa memanggil saya kemari?”
Bola mata Elara dengan seketika membelalak saat melihat wajah tampan dengan rahang tegas, hingung mancung dengan tatapan yang menjadi pelengkap aura mempesona dari pria tersebut, bahkan Elara merasa tidak bisa berbohong kalau dia tertarik pada penampilan pria yang tidak dia kenali siapa.
“Memangnya kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan saat ada yang memanggil kamu ke Ruang private?”
“Memangnya kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan saat ada yang memanggil kamu ke Ruang private?”Dengan penuh kejujuran, Elara menggelengkan kepalanya. “Maaf Tuan, saya tidak tahu, karena saya baru di sini.” Elara menjawab dengan penuh kesopanan, dia sadar kalau dia harus bersikap profesional untuk menghindari masalah nantinya. “Apakah Tuan ingin saya menari di sini untuk Tuan saksikan secara pribadi?”Dominick mengangguk, lalu alunan musik dimulai dan dia begitu memperhatikan setiap gerakan dari Elara, terlihat sedikit malu, hanya saja tidak begitu kaku dengan tubuh indah yang membuatnya cukup merasa terhibur, apalagi saat melihat gerakan Elara yang semakin menyatu dengan musik.Waktu berlalu, hingga kemudian Dominick bangkit dengan tangan yang secara perlahan menyentuh Elara dan itu membuat Elara merasa tidak nyaman, tapi dia masih berusaha menyatu dengan musik dan terus menari dengan indah. “Kita lanjutkan tarian ini di atas tempat tidur.”Sontak bola mata Elara membulat, dia
“Apakah kamu sudah siap malam ini?” tanya Fia sambil memperhatikan Elara yang berulang kali menghela napas dengan sangat panjang.Terlihat jelas dari tatapannya, kalau Elara tidak bersemangat, lesu penuh dengan keterpaksaan. “Siap tidak siap? Aku bisa apa? Karena aku juga tidak mau kalau harus dipenjara!”“Ya ... sudahlah, jalani saja, setidaknya pekerjaan ini bayarannya menjanjikan, apalagi kalau di penampilan kamu selanjutnya, bahkan bisa saja sekarang juga, jika kamu bisa menarik perhatian penonton dan kamu akan mendapatkan tips yang cukup besar dari mereka.”Hembusan napas Elara keluar dengan kasar, dia mengangguk dengan jelas dan dari ujung Ruangan, seorang wanita dengan lipstick merah menyala dan kipas di tangannya mendekat. “Elara! Siap-siap sekarang, segera ke belakang panggung, pertunjukan akan dimulai 5 menit lagi dan saya tidak ingin ada yang telat dan mengacaukan semuanya!”“Baik Madam,” jawab Elara secara terpaksa.“Jangan lupa, lepas jaket yang kamu gunakan, karena tida
“Tidak ada cara lain, kita harus menerima perjodohan dari keluarga Scott, kita harus menikahkan Elara dengan Putra Sulung keluarga Scott, karena hanya itu yang bisa menyelamatkan perusahaan kita!” Nada bicara Wandah begitu tinggi, setengah gemetar. Pikirannya kacau memikirkan kondisi perusahaan keluarga yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan besar yang tersisa, sehingga saat perusahaan diambang kehancuran, semuanya panik.Bola mata Elara membulat penuh amarah, tangannya mengepal kuat. “Aku tidak sudi menikah dengan pria cacat! Aku masih pantas mendapatkan pria yang sepadan denganku!”Melinda yang sedari tadi diam mendengarkan Mertuanya berucap, langsung menatap Elara tajam, dia tidak suka terhadap penolakan yang Elara berikan. “Kapan? Kapan waktu itu tiba? Mana yang akan tiba lebih awal, pernikahanmu dengan pria yang bisa menolong hidupmu atau kehancuran dirimu? Kita sudah bangkrut Elara!”Elara tahu bagaimana kondisi perusahaannya, bahkan sejak lama dia sudah tahu kalau perusah
“Hei! Jangan main-main denganku! Aku butuh uang yang banyak, semua lowongan kerja yang kau berikan tidak akan menolong hidupku! Aku mungkin bisa bertahan hidup 1 minggu atau 1 bulan ke depan dalam keterpaksaan dengan uang itu, tapi hidupku akan hancur selamanya, bahkan aku tak yakin aku masih bisa bebas dengan semua hutang yang menggunung!”Seorang perempuan bernama Elara Felicya G. bukan membutuhkan uang untuk bertahan hidup, melainkan untuk menyelamatkan hidupnya yang sudah dititik kebangkrutan, perusahaan yang dia pegang, mengalami kehancuran karena kesalahan yang tak sengaja dia lakukan, dia terjebak dalam banyak jebakan.“Aku butuh uang yang banyak, menjanjikan dan bisa menolong kehancuranku Fia!”Hembusan napas keluar dari mulut Fia, pikirannya sudah terasa panas, kepalanya terasa akan pecah mendengarkan masalah sahabatnya. “Aku sudah memberimu banyak uang sebagai bentuk pertolongan untukmu dan aku juga sudah menawarkan pekerjaan yang melebihi gaji satu bulan sebagai karyawan, t
“Pak Handoko?” Elara diam sejenak sambil memperhatikan layar handphone-nya, dia memikirkan apakah dia harus menerima panggilan itu atau tidak, sampai kemudian Elara mengukirkan senyumannya karena sebuah hal terlintas di pikirannya dan panggilan langsung dia terima.“Hallo Om?”“Hallo, kamu di mana? Bisa kita bertemu sekarang?”Senyuman Elara melebar dengan pikiran yang semakin fokus pada satu rencana. “Aku di Kantor Om, aku usahakan ke sana ya. Ada apa? Apakah Om rindu?”“Iya, kita ketemu sekarang ya? Saya tunggu di Kantor.”“Iya Om, aku selesaikan dulu urusan aku, nanti aku ke sana.”“Hati-hati.”“Iya Om, aman.” Sambungan telepon terputus dan sekarang raut wajah Elara berubah dengan rasa bahagia yang muncul.“Anak baik, selalu ada saja uang yang datang! Aku akan ke sana, setidaknya aku bisa mendapatkan uang untuk bertahan hidup dan juga bisa membayar gaji beberapa karyawan yang punya pengaruh besar dan relasi besar, agar mereka tidak membawa masalah ini ke jalur hukum! Untuk karyawan
“Kalian sudah melihatnya bukan? Dia ada di sebelah sana, sedang terpuruk, minum sendirian dan ... kalian punya waktu banyak untuk bersama dengannya.”“Jangan lupakan kalau kita sudah membayar, sehingga kita harap kalau kamu tidak memberikan batasan atas apa yang akan kita lakukan padanya!”Senyuman terukir dengan jelas di bibir perempuan bernama Selina, dia mengangguk dengan santai. “Tentu saja, aku tahu bagaimana permainan dalam dunia ini, kalian sudah membayar mahal, kalian bebas melakukan apa saja dengan dia, lagi pula ... aku tidak peduli dengan dirinya yang sudah tidak memiliki apa pun.”Keempat pria itu dengan seketika mengangguk, mereka paham dengan apa yang sudah dibicarakan, hingga akhirnya mereka semua berjalan menjauh dari tempat ini untuk menghampiri Elara yang sekarang sudah berbaur menyatu dengan lagu yang sedang menggema.Tubuh indah perempuan bernama Elara Felicya bergerak menari mengikuti alunan musik dengan kesadaran yang sudah setengah hilang karena pengaruh alkohol