Share

Bab 2. Pulang Membawa Wanita

Lolita sibuk meraup pecahan vas dengan kedua tangannya. Karena kurang hati-hati, tangannya tertusuk salah satu pecahan yang membuatnya terluka. Darah segar mengucur dari bagian yang menganga itu. Dia meringis menahan sakitnya.

Lolita hendak berlari mengambil obat merah, tapi dia mengurungkan niatnya saat suara pintu terbuka ditangkap oleh pendengarannya. Om Edgar cepat sekali pulang, padahal biasanya baru pulang saat larut malam, pikir Lolita yang mencoba menengok ke arah ruang tamu.

Mata Lolita seketika melebar melihat Edgar sedang menggendong seorang wanita yang nyaris telanjang, hanya celana dalam berenda yang masih menempel di tubuh wanita itu. Mereka sedang berciuman panas. Edgar lalu meletakkan sang wanita ke sofa. Dan apa yang Edgar lakukan setelahnya membuat pipi Lolita bersemu merah.

"Boleh kan aku melihatnya?" tanya Lolita pada dirinya sendiri, membalikkan tubuhnya membelakangi Edgar. Dia masih bersembunyi di balik dinding, menimbang-nimbang apakah dia boleh melihat atau tidak adegan panas dan menggairahkan yang akan terjadi setelah ini.

"Tentu saja boleh. Usiaku kan sudah delapan belas tahun," ucap Lolita lagi sambil mengarahkan pandangan kembali kepada Edgar.

Edgar meremas payudara Loren, melepaskan desahan-desahan sensual dari bibir merah wanita itu. Lalu, tangan Edgar satunya menurunkan celana dalam Loren, menampakkan pemandangan indah yang membuatnya bergairah. Tanpa sadar, kejantanannya sudah menegang, minta dilepaskan.

Tapi, baru saja Edgar hendak bergerak. Penglihatannya menangkap Lolita yang berlari ke kamar. Edgar sempat berhenti, dan itu membuat Loren menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Ada apa, Tuan Edgar?" Loren melihat ke arah pandangan Edgar tertuju. Tidak ada siapa pun di sana.

"Bukan apa-apa," balas Edgar mengerutkan keningnya samar. Dia lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

Lolita menutup pintu saat sudah sampai di kamarnya. Dia masih berdiri di balik pintu dengan jantung berdetak cepat. Apa Om Edgar melihatku tadi? Batin Lolita bertanya. Pipinya semakin merah dan rasanya panas menjalari tubuhnya.

"Ini pertama kalinya bagiku melihat hal seperti itu. Bagaimana rasanya ya?" Lolita bahkan tidak menghiraukan luka di tangannya yang masih mengeluarkan darah. Dia terpaku, dan sebelah tangannya yang tidak terluka bergerak menyentuh miliknya yang ternyata sudah basah. Secepat ini kah dia terangsang?

Tangan Lolita terus bergerak sampai menemukan pusat bagian sensitifnya di balik celana dalamnya. Dia mengelusnya pelan dan dia membayangkan bagian sana ditusuk dan dimasuki. Ah… rasanya aneh dan menggelikan. Mendadak dia bergeleng. Tidak! Ini tidak benar. Kenapa justru bayangan wajah Edgar yang muncul sekarang?

Lolita menyingkirkan pikiran kotornya sambil menarik tangannya dari celana dalam. Dia kemudian berderap ke kamar mandi untuk membersihkan tangannya dari cairan kental yang lengket.

Sementara itu, Edgar dan Loren semakin panas. Tubuh mereka sudah menyatu. Edgar terus menggenjot Loren, menikmati tubuh Loren yang selalu berhasil membuatnya lepas dari pikirannya yang berkabut penuh emosi. Pada akhirnya dia bisa mulai berpikir jernih kembali.

Apa Lolita tadi melihatnya? Entahlah. Edgar mengedikkan bahunya samar. Walaupun Lolita melihat apa yang dia lakukan bersama Loren ini, dia tak peduli. Ini apartemennya, jadi terserah dia mau melakukan apapun di apartemennya. 

Edgar semakin cepat menggerakkan miliknya, sampai akhirnya dia mendapatkan puncak kenikmatannya. Dia ambruk di sofa dan memeluk tubuh Loren erat. 

"Servismu sungguh memuaskan, Loren."

"Terima kasih, Tuan Edgar. Saya akan selalu memberikan yang terbaik untuk Anda," ucap Loren membalas pelukan Edgar sambil tersenyum senang.

***

Edgar mengistirahatkan tubuhnya. Dia merasa lelah setelah melakukan lima ronde dengan Loren tadi. Dia kini duduk berselonjor di sofa di depan televisi yang menyala. Dia mendadak merasa haus.

"Huh…." Edgar membimbing langkahnya pelan menuju dapur untuk mengambil air. Betapa terkejutnya dia saat melihat pecahan vas di lantai, dan sialnya salah satu pecahannya mengenai kakinya.

"Arghhh!" teriak Edgar memegangi kakinya yang malang. Lolita sialan! Ini pasti ulah gadis itu.

Edgar mendudukkan dirinya di kursi. Dengan pelan dan hati-hati dia mencabut pecahan vas dari kakinya. Dia berteriak sekali lagi saat pecahan itu berhasil terlepas. 

Sialan! Edgar mengumpat. Dia berjalan dengan kaki pincangnya menuju kamar Lolita. Gadis itu harus bertanggung jawab dan harus membersihkan pecahan-pecahan itu, kalau tidak Edgar yang akan jadi korbannya lagi.

"Lolita, keluar dari kamarmu! Aku tahu kau kan yang memecahkan vas bungaku. Cepat bersihkan!" Edgar menggedor pintu kamar Lolita tak sabar. 

Lolita muncul dari pintu yang terbuka dengan pipi yang masih tampak merah, meski tidak semerah sebelumnya. Lolita tidak berani menatap Edgar. Dia tahu apa yang harus dia lakukan, membersihkan pecahan vas. Dia berlari cepat-cepat meninggalkan Edgar yang mematung di tempatnya berdiri.

"Apa ada yang salah dengan otaknya? Dasar tidak punya sopan, langsung menyelonong pergi padahal aku belum selesai bicara," geram Edgar.

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status