Share

5. Menikahlah Denganku!

"Nih, kopinya." David menyodorkan secangkir kopi hitam pekat ke arah Agni yang tengah terduduk di sofa balkon dengan sebatang rokok di tangannya.

Tersenyum singkat, Agni menerima uluran kopi tersebut. "Thanks ya, Vid!" ucapnya lalu menyeruput isi dalam cangkir tersebut secara perlahan.

David mengangguk dan tersenyum hangat membalas ucapan Agni. Seketika, ingatannya terbang pada kejadian beberapa saat lalu kala mengingat betapa jahat niatnya tadi yang hendak menambahkan bubuk perangsang dalam minuman tersebut.

David memang bukanlah seorang pria yang baik. Puluhan gadis telah berhasil ia tiduri. Namun, semuanya dalam kondisi sadar dan sama-sama mau.

Perilakunya memang bejat. Akan tetapi, ia tak mau disebut sebagai pria pecundang yang menggauli wanita di bawah alam sadarnya. Dirinya akan berjuang lebih keras untuk membuat Agni mau menerimanya.

"Masih pusing ya, kepalanya?" tanya David mengusap pelan puncak kepala Agni.

"Sedikit. But, it's oke. Ini jauh lebih baik dari semalam," sahut Agni tersenyum. Hanya sekilas. Namun, cukup membuat hati seorang Davidson bergetar hebat.

"Mau aku pijat kepalanya? Biar sedikit enakan," tawar David pelan. Meski sebetulnya, di dalam hati, pria itu sungguh berharap Agni menerima tawarannya. Ia ingin sekali menyentuh kepala gadis itu untuk waktu yang lebih lama lagi dengan kondisinya yang sadar saat ini.

"Nggak perlu. Secangkir kopi pahit yang panas udah cukup balikin kondisi peningnya kepalaku, kok. Tenang aja," tolak Agni dengan halus, menjauhkan kepalanya dari tangan David.

"Ni ...," panggil David kembali membuka obrolan setelah beberapa waktu berlalu dan hanya ada kebisuan di antara keduanya.

"Ya?"

"Ke psikolog aja, yuk!" ajak David dengan penuh kehati-hatian.

"Lu kira gue gila?" cetus Agni menatap tak suka pada David.

"Enggak. Bukan gitu maksud gue." David menggeleng cepat. "Percayalah, Ni ... Gue, manusia yang nggak sempurna ini selalu mau yang terbaik buat lu. Gue mau lu punya tempat berlari selain gue dan alkohol saat pikiran lu penuh dengan beban dunia yang nggak adil ini. Mereka punya solusi, mereka punya obatnya, Ni. Bagaimanapun juga lu seorang perempuan, lu punya rahim yang harus lu jaga dan nggak boleh terus-terusan lu siram dengan minuman panas kayak gitu."

Agni menghela napasnya singkat sebelum kemudian berkata, "Lu udah nggak mau jadi tempat—"

"Sampai kapanpun, gue akan selalu mau dan bersedia jadi tempat lu bercurah. Bahu gue akan selalu ada setiap kali lu butuhin buat numpahin air mata," potong David cepat. "Tapi nyatanya, lu tetep belum cukup dengan gue. Lu masih terus lari ke alkohol, dan itulah yang membuat gue takut dan khawatir."

"Lu nggak perlu khawatirin apapun tentang gue. Justru gue seneng bisa kayak gini. Semuanya terasa melayang, ringan. Gue bebas tanpa beban. Saat minum, gue merasa menjadi sosok yang paling bahagia. Seandainya fisik gue jauh lebih kuat, udah pasti 10 botol minuman pun nggak bakalan gue tolak buat gue tenggak. Sayangnya baru empat botol aja gue udah teler, haha!" sahut Agni tertawa pelan.

Kepala gadis itu kemudian mendongak dengan mulut yang menyemburkan asap rokok ke atas.

"Tapi itu hanya sementara, Ni."

"Udahlah lu nggak usah sok-sokan ceramahin gue, Vid! Gue bisa ngatur hidup gue sendiri mo dibawa ke mana. Kita sama-sama pendosa. Hanya berbeda jalurnya aja. Gue dengan minuman sedangkan lu dengan para perempuan. Impas, bukan? So, jangan lagi-lagi lu ceramahin gue buat berhenti saat lu pun nggak tau 'kan apa lu bisa berhenti dari dunia lacur lu itu atau enggak," sahut Agni sarkasme.

"Gue bakal berhenti asal lu juga berhenti. Gimana?" tawar David menatap serius pada Agni. Berharap, ajakannya kali ini langsung mendapat persetujuan.

"Tawaran yang sungguh membagongkan. Haha! Sayangnya gue sama sekali nggak tertarik, Vid."

"Apa yang ngebuat lu nggak tertarik?"

"Ah, susah ngejelasinnya. Lu nggak akan pernah paham karena sejatinya, gue dan minuman haram kayak gitu adalah sebuah teman yang solid. Cuma dia yang bisa bikin gue melayang terbang saat seisi dunia selalu aja bergerak menjatuhkan."

"Gue juga bisa membuat membuat lu melayang tinggi!" David berucap yakin yang membuat Agni tertawa terbahak-bahak.

"Dengan pisang kematian lu itu?" Tunjuknya pada sesuatu di tengah tubuh David.

"Dengan apapun yang gue punya," sahut pria itu yang lagi-lagi dengan amat yakinnya. "Percaya sama gue, Vi, sekeras apapun dunia menjatuhkan lu, gue ada di sini, di samping lu, memeluk lu erat seenggaknya agar luka yang lu terima nggak terlalu sakit."

"Terima kasih untuk tawarannya, tapi gue masih belum tertarik." Agni mematikan putung rokoknya kemudian beranjak dari duduknya, berlalu pergi.

Namun, langkahnya ditahan oleh David yang mencengkram erat lengan Agni.

"Lu mau lari dari neraka yang bokap lu buat 'kan, Ni?" tebak David.

"Dia bukan bokap gue!" ucap Agni penuh penekanan, menatap mata David dengan sorot penuh amarah.

"Oke, sorry," ucapnya mengerti.

Kemudian, Agni dibuat ternganga kala secara tiba-tiba David berlutut di kakinya dengan tangan yang masih menggenggam tangannya. "Tawaran gue masih sama, Ni. Menikahlah sama gue. Gue janji akan kasih kebahagiaan yang selama ini nggak lu dapat di dalam rumah lu, percaya sama gua!"

Agni membeku. Perkataan David yang mengajaknya menikah sudah seringkali ia dengar. Namun, ini adalah kali pertamanya pria tersebut berani menurunkan segala harga dirinya untuk berlutut di hadapan perempuan seperti Agni. Perempuan urakan, pemabuk, perokok, penguasa jalanan. Perempuan yang keluarganya berantakan. Perempuan yang sama sekali tidak mencerminkan sosok perempuan baik-baik.

Gadis itu menatap lekat sorot mata pria di bawahnya. Terlihat ketulusan dan rasa cinta yang amat nyata dan besar Seketika, hatinya terasa berdesir. "Apa-apaan sih, Ni? Bisa-bisanya lu begini!" rutuk Agni pada dirinya sendiri.

___***___

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status