Sejak hari itu, Agni kembali pada kepribadiannya yang dulu, bahkan terkesan lebih parah dari sebelumnya.Ia yang beberapa waktu terakhir berhenti minum dan balapan liar sebab harus segera pulang ke rumah setelah rutinitasnya kuliah dan bekerja—demi menjaga sang bunda di rumah, kini hampir tak pernah lagi pulang ke rumahnya.Harinya kini hanya dihabiskan di jalanan luar. Mabuk, balap liar kembali menjadi rutinitas kesehariannya lagi.Pulang ke rumah hanya untuk tidur—meski tak jarang, ia lebih memilih tidur di jalanan. Hidupnya kembali berantakan, kuliahnya tak lagi dilanjutkan pun dengan pekerjaannya di kantor serta beberapa misi yang ia tinggalkan.Hanya satu misi yang gadis itu tanam dan lakukan dengan gencar, yaitu membalaskan dendamnya pada Bagas. Segala bukti sudah ia lampirkan untuk laporan ke pihak kepolisian. Namun, sayang ... Otak kasus pembunuhan sang bunda itu tengah melarikan diri saat ini. Berbagai prasangka buruk berlarian di otak Agni, mengira bahwa Yudistira yang mel
Belum habis rasa dukanya, dunia seolah berniat kembali menguji seorang Agni Gantari.Hati yang selalu dipenuhi amarah semakin meluap-luap kala ia ditarik paksa oleh anak buah Yudistira. Didandani sedemikian rupa dan dipaksa menghadiri sebuah pertemuan di sebuah hotel dengan Yudistira beserta rekan bisnisnya untuk membahas sebuah perjodohan."Apa-apaan ini, Opa?!" protes Agni setelah berhasil membawa Yudistira menyingkir dari para keluarga di dalam. "Hanya kamu yang bisa membantu Opa, Nak.""Dengan cara seperti ini? Ya Tuhan, Opa!" keluh Agni tidak habis pikir dengan keluarganya sendiri yang seolah tiada henti memperalatnya. "Tidak! Agni tidak akan pernah mau dijodohkan. Agni tidak akan menikah sampai kapan pun, Opa!" tolak Agni pada Yudistira dengan kata-kata yang penuh penekanan.Keduanya tengah berada di balkon saat ini. Meninggalkan dua keluarga yang sedang asik berbincang di meja makan di restoran dalam hotel tersebut.Yudistira hanya mampu memijat keningnya, pening. Berbagai car
Setelah menghembuskan napas berkali-kali, Agni kembali mencoba meyakinkan diri bahwa ini adalah keputusan terbaik yang memang harus ia pilih.Wanita itu lantas melangkah ke dalam, kembali ke mejanya dengan menggenggam satu keputusan final."Maaf membuat kalian lama menunggu," ucap Agni kembali duduk seraya tersenyum ramah ke arah semua orang. Ekspresinya berbanding terbalik dengan beberapa waktu sebelumnya di mana ia selalu menekuk wajah cantiknya itu dengan ketus."It's oke. Kami mengerti mungkin kamu terkejut dengan ini semua. Dan, ya ... Jika kamu membutuhkan waktu lebih untuk menjawabnya, kami bersedia memberikannya," ucap Lina—Mama Tirtha, mencoba untuk memahami."Tapi bukankah lebih cepat lebih baik, bukan begitu, Agni? Aku tak masalah jika kamu menolak perjodohan ini. Jangan membuang waktuku lebih lama dengan harus menunggu jawabanmu yang belum pasti itu," ucap Tirtha menimpali. Melipat kedua tangan di depan dada, bersandar santai di sandaran kursi yang didudukinya."Tirtha ..
Hari mulai larut. Jarum jam di pergelangan tangan milik Tirtha sudah mulai menunjukkan waktu dini hari. Namun, pria tampan itu masih berada di jalanan sebab baru saja menyelesaikan pertemuan dalam menjamu para klien dari luar negeri.Pertemuan di bar dengan minuman dan para wanita cantik di malam hari sudah menjadi satu hal lumrah di kalangan para pebisnis. Pria di balik kursi kemudi itu memijat tengkuknya perlahan, mencoba menetralkan rasa kaku dan letih yang mulai terasa di seluruh tubuhnya. "Berendam enak kali, ya," gumam Tirtha pelan.Netranya terus fokus mengemudi, menancap gas lebih cepat sebab sudah tak sabar rasanya ingin sampai di rumah untuk berendam air hangat lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk.Namun, di tengah perjalanan menuju pulang, netranya menyipit, fokusnya sedikit terbagi pada satu sosok manusia yang terbaring di jejeran kursi halte bus.Menurunkan kecepatan laju mobilnya, sedikit menepi, dan ...."Astaga, Agni!" pekiknya terkejut dengan mata terbe
"Sial*n! Gila, ya, itu orang!" rutuk Agni setelah keluar dari sebuah ruangan yang berada tak jauh dari halte tempat ia tertidur semalam."Kamu yang gila," celetuk Tirtha menimpali.Setelah drama debat pagi tadi, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk mendatangi tempat di mana Agni tertidur semalam. Menyelidiki di mana motor wanita itu berada. Tentunya semua terjadi atas paksaan dari seorang Agni Gantari.Beruntung, di area tersebut ada satu cctv. Meski tak sepenuhnya mengarah ke halte. Namun, itu cukup membantu mereka sebab ia bisa melihat siapa seseorang yang membawa motornya pergi meski area wajah sang pelaku tidak terlihat sempurna.Agni menghentikan langkahnya, memutar tubuh, menatap Tirtha dengan tatapan sengit."Kenapa? Mau protes?" tanya Tirtha balik menatap Agni. Pria itu kini mulai berani menentang setelah merasa bahwa dirinya berada satu langkah di depan sang wanita; sedikit merasa mampu mengendalikan, dan berharap ia mampu melunakkan kerasnya hati seorang Agni Gantari. "
Seorang gadis remaja berusia 15 tahun terlihat mengerjapkan matanya perlahan. Hari masih begitu gelap. Namun, keributan sudah mulai terdengar. Ini bukan satu hal asing lagi untuknya. Segala keributan, pertengkaran serta kekacauan sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya.Memutar bola matanya malas, gadis itu menyingkap selimut yang membalut tubuh bagian bawahnya. "Apa mereka tidak lelah setiap hari selalu saja bertengkar seperti ini?" gumam gadis itu meraup wajahnya kasar. "Aku saja lelah mendengarnya. Rasanya, telingaku seperti akan pecah," lanjutnya lagi mengusap kedua telinga.Kaki mungil itu kemudian turun dari ranjang dan melangkah keluar kamar berniat ingin menghentikan aksi kedua orang tuanya yang bertengkar di tengah malam seperti ini.Bahkan saat rumah manusia lain tengah aman dan damai sebab para penghuni yang masih berkutat dengan selimut, tenggelam dalam mimpi indah mereka, rumah gadis itu malah gaduh dan ramai oleh suara-suara pertengkaran serta benda-benda yang berjatu
Beberapa tahun berlalu. Nyatanya, ucapan Tari yang mengajak Agni pergi meninggalkan rumah hanyalah sebuah wacana semata. Karena nyatanya, sampai detik ini pun mereka masih bersama-sama tinggal satu atap di dalam gedung neraka yang diciptakan oleh Bagas. Pertengkaran serta perselisihan masih terus saja terjadi. Entahlah, Agni sendiri pun bingung apa yang membuat sang ibunda masih saja bertahan selama ini dengan Bagas. "Sebenarnya apa sih, Bu, yang bikin Ibu bertahan di sini?" tanya Agni untuk yang kesekian kalinya. Wanita jelita yang tujuh tahun silam sempat dicekik oleh ayahnya itu sungguh bingung dan tak mengerti dengan jalan pemikiran sang bunda. Ibunya itu sudah berkali-kali disakiti dan dihina. Namun, ia masih saja terus bertahan. Entah apa yang membuat Tari bertahan sehebat dan sekuat ini masih menjadi tanda tanya tersendiri untuk Agni. Sedangkan Tari, ia hanya bergeming tanpa berniat sedikitpun menanggapi segala rasa penasaran yang berkelana di dalam benak putrinya. Ia memb
Pertanyaan Tirtha berhasil membuat Bryan dan Haikal mengerutkan keningnya bingung. Karena ini merupakan kali pertama dalam sejarah pertemanan mereka, seorang Tirtha Abista bertanya perihal seorang perempuan."Ini yang nanya beneran Tirtha temen kita 'kan, Yan?" tanya Haikal pada Bryan masih dengan tatapan ketidak percayaannya.Bryan serta Haikal kemudian kembali membawa tatapan matanya ke arah luar, ke arah sekeliling yang tadi sempat ditunjuk oleh Tirtha."Sekelilingnya cewek semua, coy! Wah, momen langka ini. Akhirnya, seorang Tirtha penasaran juga sama cewek. Gue kira lu belok, Bro, hahahaha!" Bryan terbahak dan langsung disambut toyoran oleh Tirtha.Haikal yang tak mau kalah pun ikut terbahak menertawakan kekonyolan sahabatnya itu.Bagaimana tidak? Usia Tirtha yang sudah menginjak angka kepala tiga terlihat masih adem ayem saja menyendiri. Padahal, para wanita di sekelilingnya banyak yang terpesona dengan ketampanan seorang Tirtha Abista.Di antara mereka bertiga, Tirtha lah yang