Share

6. Amarah Murka

Author: Miumi601
last update Last Updated: 2023-07-21 13:00:54

"Bangun, Vid! Apaan sih lu begini? Nggak suka gue!" omel Agni setelah berusaha menahan dirinya agar tidak terbuai dengan apapun yang dijanjikan oleh seorang lelaki. Agni berusaha membangunkan David dari duduk bersimpuhnya.

"Nggak usah ngejanjiin gue hal apapun, Vid. Dua orang terdekat yang ngebuat gue ada di dunia ini pun nggak bisa ngasih gue kebahagiaan. Apalagi lu yang istilahnya orang luar?" lanjutnya lagi dengan tertawa miris. Ia bukan menertawakan David, melainkan menertawakan dirinya sendiri yang tak bisa merasakan apa itu makna bahagia.

"Tapi lu bisa percaya gue, Ni." David masih terus berusaha meyakinkan Agni.

"Nggak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang bisa gue percaya."

"Ada. Gue!" ucap David masih kekeh dengan rasa percaya dirinya yang tinggi.

Agni makin tertawa mendengarnya.

"Lu mau janjiin gue kebahagiaan yang kayak gimana, Vid? Bahkan diri gue sendiri pun nggak bisa bikin gue bahagia. Gimana dengan orang lain? Gue aja nggak bisa percaya sama diri gue sendiri. Gimana gue bisa percaya sama orang lain? Lelucon lu nggak lucu!"

"Udah ah, gausah kayak gini lagi. Kita berdua ini sahabat, nggak ada cinta-cintaan, nggak ada nikah-nikahan. Apa itu menikah? Bullshit! Omong kosong! Menikah cuma satu tempat untuk menciptakan luka baru. Gue nggak suka menikah dan nggak mau menikah!" ujar Agni kemudian berlalu pergi meninggalkan David yang masih diam mematung.

Ini bukan kali pertamanya ia ditolak oleh seorang Agni Gantari, satu-satunya wanita yang berani menolaknya. Namun, rasa sakitnya masih saja sama. Meskipun itu tak bisa mengurangi kadar rasa cintanya pada wanita dengan penampilan tomboy tersebut.

***

Brum, Brum ....

Seorang pria bertubuh tinggi besar keluar dari dalam rumah kala mendengar suara deru motor yang memasuki pelataran rumahnya.

"Bagus! Ke mana saja kau tidak pulang dari kemarin?" oceh pria yang tak lain adalah Bagas pada Agni yang baru saja mematikan kendaraan bermotor dengan tipe ZX-25R berwarna merah pemberian Yudistira, sang kakek.

Agni yang tak berniat menjawab pun hanya diam. Ia turun dari atas motor lalu melenggang begitu aja dengan santai melewati Bagas yang menatapnya dengan geram.

"Heh, anak tuli!" marah Bagas mencengkeram lengan Agni dengan kuat.

"Lepas!" desis Agni menatap Bagas dengan tatapan tajamnya.

"Jawab dulu! Dari mana aja kamu?!" Bukannya melepaskan, Bagas malah memperkuat cengkeramannya yang membuat Agni sedikit meringis kesakitan. Tulang tangannya serasa akan remuk jika ia tak berusaha melepaskan tangan Bagas dari lengannya.

"Lepas, Brengsek!"

"Jawab dulu, sialan!"

"Apa pedulimu, hah? Mau aku ke mana itu bukan urusanmu! Urusi saja duniamu. Jangan pernah ikut campur dengan duniaku!" sahut Agni dengan nada yang ditekankan di setiap ucapannya. Ia melepas tangan Bagas dengan paksa meskipun itu juga melukai tangannya sendiri.

"Sialan! Dasar anak tidak tahu diuntung! Sudah berani melawan kamu sekarang, hah?!" Bagas kembali menghalangi langkah Agni yang hendak melangkah menjauh.

"Sejak kapan aku takut pada manusia sepertimu?" sahut Agni tak kalah sengit. "Takkan kubiarkan kamu kembali menginjak-injak aku lagi seperti belasan tahun silam! Ingat itu!" ucap Agni mengangkat jari telunjuknya sebagai suatu tanda peringatan.

Agni kemudian membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam rumah, menjauh dari sosok Bagas. Namun, tepat di depan pintu, langkahnya terhenti sebab melihat sang ibu yang berdiri di sana.

"Ibu ...." Agni menatap iba pada sosok perempuan yang telah melahirkannya.

Sosok itu sungguh terlihat sangat memprihatinkan. Wajah dan tubuhnya penuh dengan lebam dan bengkak. Terdapat robekan pula di pelipis serta sudut bibirnya.

Sungguh, muak sudah tak bisa lagi ia bendung. Kali ini rasa sabarnya sudah habis. Takkan ada lagi toleransi. Maka, Agni membawa tatapan matanya ke arah Bagas. Ia menatap sengit pria yang orang lain sebut sebagai ayahnya. Namun, peran dan kasih sayangnya sebagai seorang ayah tak pernah sekalipun dapat ia rasakan.

"Apa ini hasil karyamu, Tua Bangka?!" tanya Agni dengan murka yang padahal, jelas ia sudah tahu apa jawabnya.

"Ya! Tentu saja," sahut Bagas enteng. Bahasa tubuhnya sungguh congkak. Merasa dirinyalah yang paling kuat dan paling berkuasa.

"Sialan!" desis Agni pelan dengan tangan yang mulai terkepal kuat di sisi kanan dan kiri tubuh. Napasnya memburu, tiga kali lebih cepat dari biasanya.

Ia tatap wajah sang ibunda sekali lagi dengan mata yang berkaca-kaca. Dirinya memang membenci sosok sang ibu sebab sikapnya yang terlalu lemah. Namun, hati anak mana yang tega melihat wanita yang melahirkannya babak belur menahan sakit seperti ini.

Langkah kakinya ia ayunkan ke depan, ke arah pria tinggi besar yang selalu ia tandai sebagai musuh besarnya. Sorot mata tajam tak pernah ia palingkan, terus saja menatap penuh kebencian pada mata pria di hadapannya, dan seketika ....

Bugh!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Penantang Takdir    45. Tirtha pun Bisa Mengancam

    "Sial*n! Gila, ya, itu orang!" rutuk Agni setelah keluar dari sebuah ruangan yang berada tak jauh dari halte tempat ia tertidur semalam."Kamu yang gila," celetuk Tirtha menimpali.Setelah drama debat pagi tadi, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk mendatangi tempat di mana Agni tertidur semalam. Menyelidiki di mana motor wanita itu berada. Tentunya semua terjadi atas paksaan dari seorang Agni Gantari.Beruntung, di area tersebut ada satu cctv. Meski tak sepenuhnya mengarah ke halte. Namun, itu cukup membantu mereka sebab ia bisa melihat siapa seseorang yang membawa motornya pergi meski area wajah sang pelaku tidak terlihat sempurna.Agni menghentikan langkahnya, memutar tubuh, menatap Tirtha dengan tatapan sengit."Kenapa? Mau protes?" tanya Tirtha balik menatap Agni. Pria itu kini mulai berani menentang setelah merasa bahwa dirinya berada satu langkah di depan sang wanita; sedikit merasa mampu mengendalikan, dan berharap ia mampu melunakkan kerasnya hati seorang Agni Gantari. "

  • Gadis Penantang Takdir    44. Tirtha Agni

    Hari mulai larut. Jarum jam di pergelangan tangan milik Tirtha sudah mulai menunjukkan waktu dini hari. Namun, pria tampan itu masih berada di jalanan sebab baru saja menyelesaikan pertemuan dalam menjamu para klien dari luar negeri.Pertemuan di bar dengan minuman dan para wanita cantik di malam hari sudah menjadi satu hal lumrah di kalangan para pebisnis. Pria di balik kursi kemudi itu memijat tengkuknya perlahan, mencoba menetralkan rasa kaku dan letih yang mulai terasa di seluruh tubuhnya. "Berendam enak kali, ya," gumam Tirtha pelan.Netranya terus fokus mengemudi, menancap gas lebih cepat sebab sudah tak sabar rasanya ingin sampai di rumah untuk berendam air hangat lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk.Namun, di tengah perjalanan menuju pulang, netranya menyipit, fokusnya sedikit terbagi pada satu sosok manusia yang terbaring di jejeran kursi halte bus.Menurunkan kecepatan laju mobilnya, sedikit menepi, dan ...."Astaga, Agni!" pekiknya terkejut dengan mata terbe

  • Gadis Penantang Takdir    43. Misi di Balik Keputusan

    Setelah menghembuskan napas berkali-kali, Agni kembali mencoba meyakinkan diri bahwa ini adalah keputusan terbaik yang memang harus ia pilih.Wanita itu lantas melangkah ke dalam, kembali ke mejanya dengan menggenggam satu keputusan final."Maaf membuat kalian lama menunggu," ucap Agni kembali duduk seraya tersenyum ramah ke arah semua orang. Ekspresinya berbanding terbalik dengan beberapa waktu sebelumnya di mana ia selalu menekuk wajah cantiknya itu dengan ketus."It's oke. Kami mengerti mungkin kamu terkejut dengan ini semua. Dan, ya ... Jika kamu membutuhkan waktu lebih untuk menjawabnya, kami bersedia memberikannya," ucap Lina—Mama Tirtha, mencoba untuk memahami."Tapi bukankah lebih cepat lebih baik, bukan begitu, Agni? Aku tak masalah jika kamu menolak perjodohan ini. Jangan membuang waktuku lebih lama dengan harus menunggu jawabanmu yang belum pasti itu," ucap Tirtha menimpali. Melipat kedua tangan di depan dada, bersandar santai di sandaran kursi yang didudukinya."Tirtha ..

  • Gadis Penantang Takdir    42. Tawaran

    Belum habis rasa dukanya, dunia seolah berniat kembali menguji seorang Agni Gantari.Hati yang selalu dipenuhi amarah semakin meluap-luap kala ia ditarik paksa oleh anak buah Yudistira. Didandani sedemikian rupa dan dipaksa menghadiri sebuah pertemuan di sebuah hotel dengan Yudistira beserta rekan bisnisnya untuk membahas sebuah perjodohan."Apa-apaan ini, Opa?!" protes Agni setelah berhasil membawa Yudistira menyingkir dari para keluarga di dalam. "Hanya kamu yang bisa membantu Opa, Nak.""Dengan cara seperti ini? Ya Tuhan, Opa!" keluh Agni tidak habis pikir dengan keluarganya sendiri yang seolah tiada henti memperalatnya. "Tidak! Agni tidak akan pernah mau dijodohkan. Agni tidak akan menikah sampai kapan pun, Opa!" tolak Agni pada Yudistira dengan kata-kata yang penuh penekanan.Keduanya tengah berada di balkon saat ini. Meninggalkan dua keluarga yang sedang asik berbincang di meja makan di restoran dalam hotel tersebut.Yudistira hanya mampu memijat keningnya, pening. Berbagai car

  • Gadis Penantang Takdir    41. Siapkan Lamaran

    Sejak hari itu, Agni kembali pada kepribadiannya yang dulu, bahkan terkesan lebih parah dari sebelumnya.Ia yang beberapa waktu terakhir berhenti minum dan balapan liar sebab harus segera pulang ke rumah setelah rutinitasnya kuliah dan bekerja—demi menjaga sang bunda di rumah, kini hampir tak pernah lagi pulang ke rumahnya.Harinya kini hanya dihabiskan di jalanan luar. Mabuk, balap liar kembali menjadi rutinitas kesehariannya lagi.Pulang ke rumah hanya untuk tidur—meski tak jarang, ia lebih memilih tidur di jalanan. Hidupnya kembali berantakan, kuliahnya tak lagi dilanjutkan pun dengan pekerjaannya di kantor serta beberapa misi yang ia tinggalkan.Hanya satu misi yang gadis itu tanam dan lakukan dengan gencar, yaitu membalaskan dendamnya pada Bagas. Segala bukti sudah ia lampirkan untuk laporan ke pihak kepolisian. Namun, sayang ... Otak kasus pembunuhan sang bunda itu tengah melarikan diri saat ini. Berbagai prasangka buruk berlarian di otak Agni, mengira bahwa Yudistira yang mel

  • Gadis Penantang Takdir    40. Duka

    Selepas menjalani serangkaian proses serta berbagai prosedur untuk bukti pelaporan ke pihak kepolisian atas kasus pembunuhan sesuai permintaan langsung dari Agni, kini Tari akhirnya bisa dibawa pulang ke rumah duka untuk segera dimakamkan.Yudistira berada di samping Agni, terus berusaha mendampingi meski tak dihiraukan keberadaannya.Pun dengan Tirtha. Pria yang belum pulih betul dari luka tembak itu pun datang mengucap bela sungkawanya.Saat semua proses pemakaman telah berjalan lancar, David yang beberapa hari belakangan tidak terlihat batang hidungnya pun kembali muncul. Dengan setelan kemeja hitam serasi dengan celana bahannya yang juga berwarna hitam, ia memasuki pekarangan rumah Agni. Netranya langsung tertuju pada gadis cantik yang tengah terduduk dengan tatap mata yang memandang kosong. Garis sendu terlihat jelas di raut wajahnya yang pucat."Hai," sapa seorang pria yang langsung duduk berjongkok di hadapan Agni.Gadis itu terbelalak, cukup terkejut ketika melihat David yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status