Novan dan Rini saling pandang saat mendengar jawaban Roy. Kandungan Rini baru dua puluh minggu dan mereka bahkan belum memikirkan soal jenis kelamin bayi. Atasan mereka yang kaku sudah menjadi ayah dan bertambah nilai kekakuannya. Roy menanggapi candaan mereka dengan serius. Dahi Roy yang mengernyit menatap wajah putrinya nyaris membuat suami istri itu tertawa.
Sahara duduk menatap bayinya yang berada dalam pelukan dengan sorot terpana. Rini duduk di sebelahnya dengan kursi yang sepanjang hari ditempati Roy.
“Aku benar-benar enggak sangka,” gumam Sahara.
“Enggak sangka apa?” tanya Rini.
“Ternyata aku bisa punya anak,” jawab Sahara.
“Kamu bisa bercinta, harusnya enggak perlu heran. By the way, bayimu perempuan. Kurasa Roy akan terus memintamu hamil sampai dia memiliki anak laki-laki.”
Sahara seketika menoleh pada Rini. Matanya membulat tak percaya. “Jangan mengada-ada, Miss. Roy enggak mungkin begitu,” kata Sahara, melirik Roy yan
Setiap update akan saya baca kembali. Kalau terdapat typo, akan langsung saya ubah dan baru bisa terupdate esok hari, ya .... Terima kasih.
Tak ada maksud apa pun di hati Roy untuk menyembunyikan suatu hal dari Sahara. Toh, wanita itu sudah mengetahui semua masa lalu meski sebenarnya saat itu dia belum siap. Dia sudah menerima bagaimana kenyataan mempermalukanya di depan semua orang-orang terdekat. Namun, hari itu berbeda.Sahara baru melahirkan anak pertama mereka dan sedang dirundung kesedihan karena belum bisa menyusui bayinya. Roy harus membangkitkan rasa percaya diri istrinya. Mendukung, juga mendampingi dalam setiap proses yang harus mereka lewati sebagai orang tua baru.Berbeda dengan dirinya yang terbilang sangat mapan dalam hal kesiapan. Meski belum pernah membayangkan memiliki anak sebelumnya, tapi dia sudah cukup dewasa untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap fase kehidupannya. Sahara belum cukup siap untuk itu. Bisa dibilang, kehidupan istrinya berubah 180 derajat. Dia mengerti bahwa Sahara sedang menyesuaikan diri dengan segenap kemampuannya.“Saya permisi ke
“Hal yang aku dan Rara bicarakan di rumah sakit? Kurasa bukan hal yang penting. Aku tak mau membuat Ibu memikirkan hal-hal sepele. Kami juga sudah tidak membicarakannya,” ujar Roy, berjalan menuju ibunya dan mendorong kursi roda hingga berasa di depan sebuah sofa tunggal yang akan dia tempati. “Roy … duduklah. Ada hal yang sepertinya harus Ibu tegaskan padamu,” ucap Gustika dengan nada bicara sedikit resmi. Roy mengerti dengan tindak-tanduk ibunya ketika ingin mengatakan hal penting. Dia duduk dan menghela napas dalam-dalam. Menumpukan dua siku di pahanya dan sedikit mencondongkan tubuh ke depan. “Bisa beritahu Ibu?” ulang Gustika. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, setengah memohon.“Bu … harusnya Ibu tahu kalau aku tidak mau menceritakan hal-hal begini pada Ibu karena aku—” “Mengkhawatirkan soal kesehatan Ibu? Itu yang mau kamu katakan?” tanya Gustika. Dia lalu gantian mencondongkan sedikit tubuhnya untuk menyentuh tangan Roy dan mengusap pung
“Kenapa terdiam? Apa karena merasa apa yang ibu katakan benar?” tanya Gustika."Aku tahu soal istriku yang kaya dan dia sudah banyak menyesuaikan diri dengan aku, suaminya yang berusia dua kali lipat dengannya. Aku mengerti itu, Bu.” Roy menarik napas panjang. Memasukkan oksigen sebanyak-banyaknya ke paru-paru. Dia merasa satu beban yang paling berat telah diangkat dari bahunya.“Sekarang mana Rara?” tanya Gustika ikut menoleh ke lantai dua.“Aku memaksanya untuk beristirahat. Kepercayaan dirinya sedang sangat diuji. Kemarin aku sempat menelepon psikiater untuk bertanya soal itu. Aku khawatir dia terserang baby blues."“Bagus kalau kamu bertanya soal itu. Psikologi seorang wanita yang baru saja melahirkan memang sangat penting. Dia mengalami keletihan jiwa dan raga dalam satu waktu. Seorang Ibu selalu menuntut dirinya sendiri untuk jadi sosok sempurna. Rara butuh dukunganmu. Dia masih terlalu muda dan kamu harus b
“A-aku? Pertanyaan macam apa itu? Aku udah pernah menceritakan bagaimana aku saat melihat kamu pertama kali,” ujar Sahara. “Aku ingin jawaban itu, Sayang. Aku merasa sedang melakukan kejahatan padamu karena kamu terlihat bersedih setelah melahirkan anak kita.” Bath tub sudah terisi setengah dan Roy mematikan kran air. Dia beralih pada sebotol sampo mahal bermerek sama dengan yang pernah digunakan Sahara untuk mencuci seprai. Tiap mengingat hal itu, Roy pasti akan tersenyum. “Karena perkataan Ibu padaku, aku semakin merasa bersalah.” “Aku bersedih bukan karena hal yang kamu sebut, Sayang. Aku sedih karena air susuku enggak ada. Aku mau seperti Ibu baru yang kutonton di video-video sebelum aku melahirkan. Tidak ada hubungannya dengan Shelly. Ya—aku akan menyebut namanya dengan jelas sekarang. Aku sekarang sudah menjadi Ibu. Urusan Shelly itu hanya mengambil sedikit tempat di hatiku. Hatiku sekarang terisi penuh dengan putriku yang cantik,” omel Sahara, memejamk
Roy menekuk satu lututnya di tepi bath tub dan memejamkan mata. Mencium Sahara dengan sangat lembut. Jauh dari kata ciuman panas. Ciuman itu lebih menunjukkan suatu hal romantis. Ciuman untuk mencium, bukan untuk bercinta.Pertanyaan Roy soal apakah Sahara mencintainya, sebenarnya dia sendiri tidak perlu jawaban terlalu gamblang. Dia hanya ingin mendengar wanita itu mengucapkannya. Ingin membuat wanita itu merasa lebih dari sekedar dibutuhkan.Siang itu Sahara keluar kamar mandi dengan wajah yang berbeda. Pijatan lembut dan obrolan dari hati ke hati yang barusan dia dan Roy lakukan mengembalikan rasa percaya dirinya. Sahara duduk di depan cermin meja rias dan sudah kembali berceloteh soal kecantikan Sabby yang menyerupainya. Roy berdiri di belakangnya mengulum senyum seraya menyisir rambut Sahara dengan sikat lembut favoritnya.“Ayo, aku enggak sabar ketemu Sabby. Rasanya memang sangat capek punya bayi. Tapi enggak melihat Sabby sebentar
Pemandangan pertama yang dilihat Roy dan Sahara saat tiba di pemakaman adalah Irma. Mereka sama-sama baru tiba di parkiran. Entah siapa yang memberitahu Irma soal pemakaman Dony hari itu. “Kenapa dia bisa tahu, ya?” tanya Sahara dengan suara pelan. “Kemungkinan besar staf khusus. Kurasa mereka masih berhubungan baik sampai saat ini. Jadi, semua berita dari kantor masih bisa diakses Irma. Berita-berita umum maksudnya. Karena staf khusus sekarang sedang terlibat proyek pembangunan tower di Timur.” Novan mendahului langkah mereka. Herbert dan seorang staf yang ikut Roy ke Brasil sudah berdiri di depan bangunan yang mirip sebuah kapel. “Apa enggak ada keluarganya yang lain? Pemakamannya sepi sekali. Atau Pak Roy sejak dulu menyukai wanita yatim piatu?” sindir Sahara, meremas tangan Roy yang menggenggamnya agar pria itu menjawab. “Mereka bukan yatim-piatu. Keluarganya tinggal jauh dari sini. Lagipula adik-adiknya mungkin tak ingin terlibat ma
Pagi sebelum kegaduhan perihal susu dimulai, Roy berjalan tergesa menuju ruangannya. Melewati meja Letta dan mengangguk pertanda dia meminta sekretarisnya itu masuk. Letta dengan sigap berdiri dan meraup map yang sudah dia persiapkan sebelumnya.“Site Manager sudah hadir?” tanya Roy, membuka satu kancing jas di bagian bawah, lalu duduk di kursi besarnya.“Site Manager sudah hadir, Pak. Engineering dan Administration Manager juga sudah hadir,” lapor Letta.“Siapkan rapat sekarang. Maaf kalau saya sedikit terlambat. Harusnya saya sudah berada di ruangan sekarang,” ujar Roy, mengecek tiap nama di map yang diletakkan Letta.“Tidak apa-apa, Pak. Semua memakluminya. Pak Roy saat ini sedang memiliki bayi,” sahut Letta.Roy mendongak dan tersenyum pada Letta. “Thanks,” ucap Roy.“Apa ada yang perlu ditanyakan, Pak?” Letta berdiri di seberang meja.
Sahara nyaris berlari saat keluar dari pintu pembatas halaman belakang. Menaiki tangga menuju kamar dengan terburu-buru. Andai saja Roy melihat apa yang dilakukannya, suaminya pasti mengomel, pikir Sahara.“Persiapan harus selesai sebelum Roy sampai di rumah,” gumam Sahara. Menghambur ke dalam kamar dan langsung menuju lemarinya. Dia membongkar rak paling bawah untuk mencari seperangkat lilin aromaterapi yang dibelinya saat mendatangi outlet bernama Bath & Sleep bersama Roy.“Di mana … harusnya ada di sini,” gumam Sahara meraba-raba ke bagian bawah. Dia masih ingat meletakkannya di sana. Sebelum melahirkan Sabina Roy mengajaknya berbelanja dan membelikan banyak benda-benda yang dirasanya tidak terlalu penting.Tak berhasil menemukan yang dicarinya di rak bawah, Sahara menegakkan tubuh dan berjinjit.“Ah … ini dia. Ternyata semuanya udah dikeluarkan dari plastik. Selalu rapi,” uc