"Loh, Pak. Ko Prita sama Nak Firas ngga ada? Apa jangan-jangan mereka sudah pulang?" Wati terkejut melihat ruang perawatan putrinya kosong tanpa penghuni.
"Bapak juga ngga tau, Bu," sahut Susilo mengedikkan bahunya.
"Ko tega-teganya mereka ngga kabarin kita kalo mereka sudah pulang. Trus kita ngapain ke sini pagi-pagi bawa makanan?" keluh Wati.
Pagi-pagi buta, ia sudah bersibuk ria di dapur. Ia sengaja memasak banyak makanan, berencana membawa buah tangan untuk menantunya. Tapi ternyata orang yang dituju malah tidak ada di ruangannya.
"Ya udah, berhubung kita udah ada di sini. Mendingan kita sekalian jenguk Nak Zafran sama Anggi. Mau ngga Bu?" tanya Susilo.
"Ya udah ayo! Daripada sia-sia masakan buatanku. Lebih baik kasih Anggi sama Nak Zafran aja."
Susilo dan Wati keluar menuju tempat di mana Zafran dan Anggi berada. Sepanjang perjalanan yang hanya menghabiskan waktu lima menit. Wati terus saja mengoceh karena ketidakberadaan pu
Dengan berat hati, Prita turun dari ranjang pasien dengan memegang tiang infus di tangan kirinya. Ia berjalan seolah-olah tidak memiliki keinginan untuk hidup lagi. Pikirannya melayang, memikirkan apa yang akan sang ayah lakukan padanya."Pak? Bapak ngga akan ngapa-ngapain Prita karena ngga sopan sama Mas Firas 'kan?" tanya Prita takut-takut setelah keluar ruangan.Tatapan mata Susilo tajam, bahkan lebih tajam dari mulut Vanya. Ia mengangkat tangannya seperti hendak memukul Prita. Sampai-sampai Prita menunduk pasrah sambil memejamkan matanya."Ampun, Pak ampun! Prita janji ngga akan ngelakuin itu lagi," kata Prita ketakutan."Kamu kenapa? Emang kamu pikir bapak mau ngapain?" tanya Susilo mengusap-usap kepala putrinya yang selama ini ia rindukan itu.Ternyata Susilo mengangkat tangannya ingin mengusap puncak kepala putrinya. Namun sang anak justru berpikir yang macam-macam."Eh, maaf Pak. Prita kira Bapak mau--" sahut Prita terhenti."
Dua sosok yang berdiri di ambang pintu terpaku melihat pemandangan yang cukup memanas. Anggi menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Namun masih ada celah di antara jari-jarinya, yang memperlihatkan bagaimana kejadian di ruangan itu."He-hegar!" Prita terkejut melihat sosok yang tidak pernah terpikirkan olehnya untuk datang ke rumah sakit dan menjenguknya.Prita bangkit, ia sibuk merapikan pakaian dan rambutnya yang terlihat acak-acakan. Sementara Firas, ia hanya duduk santai tidak peduli dengan siapa yang berada tepat di depan pintu."Kalian? Kalian berdua kenapa bisa--" Hegar tidak bisa melanjutkan kata-katanya.Meskipun ia sudah mulai merasa kehilangan sosok Anggi. Namun, ia masih merasakan debaran yang sama seperti sebelumnya terhadap Prita. Jantungnya seperti diremas-remas, sakitnya tiada tara. Bagaimana bisa Prita dan Firas melakukan itu? Melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan dengan Om nya sendiri."Gu-gue... "Prita
Firas masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur kepalanya di bawah air mengalir. Ia membersihkan diri seperti biasanya, yang hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit. Setelah itu, ia mencoba untuk melancarkan rencananya. Membuat sang istri terpesona, dengan cara menunjukkan ketampanannya ketika baru selesai mandi.Klek!Prita menoleh ke arah suara pintu yang terbuka. Punggung tangannya ia angkat untuk menutupi matanya yang terasa silau. Dan yah, benar saja. Firas keluar dari kamar mandi seperti mengeluarkan cahaya yang menyilaukan. Bahkan melebihi sinar matahari di pagi hari.Rambut basah yang acak-acakan dengan buliran bening yang menetes. Membuat Firas terlihat lebih memesona. Apalagi ia sengaja tidak memakai bajunya, memperlihatkan roti sobek yang begitu terawat. Sehingga membuat Prita kesulitan menelan ludahnya."Ya ampun, Om. Kita itu lagi di rumah sakit. Jangan samain kaya lagi di rumah. Kalo sampe ada orang yang masuk lagi gimana?""Eman
"Maaf!" lirih Anggi dengan mata yang sedikit berkaca-kaca."Maaf, A. Maaf karena aku udah bikin Aa Za sakit," lirih Anggi memukul-mukul dadanya yang terasa sesak."Ya Allah, Anggi. Kamu kenapa nangis? Maafin aku yang ngga sengaja bentak kamu," ucap Zafran.Ia turun dengan memegang tiang infus. Ia berjalan dan berlutut di kaki Anggi, yang sedang duduk di tepi ranjang pasien, dengan posisi kaki yang menggelantung ke bawah."Maaf!" Anggi masih bergumam mengucapkan kata maaf."Maaf buat apa? Aku mohon jangan seperti ini. Bukankah aku baik-baik saja. Kecelakaan kemarin hanya kecelakaan biasa. Lihat saja! Aku hanya mengalami lecet-lecet di bagian wajah, Tangi, dan kakiku. Selebihnya, aku baik-baik saja," kata Zafran mengatakan kenyataannya. Bukan hanya ingin menenangkan Anggi semata.Anggi masih saja menunduk tidak menghiraukan ucapan Zafran. Hanya suara isakkan saja yang terdengar di telinga laki-laki itu. Ia menatap ke atas tepat di bawah wajah
[Lo di mana, sih, Van? Udah siang gini ko belom nongol juga. Gue kesepian tau kalo ngga ada lo. Cengiluk sana celinguk sini udah kaya orang ilang.]Saat ini, Rena sedang menunggu Vanya di kelas. Sudah lewat dari satu jam pelajaran tapi sahabatnya belum juga datang. Dari pagi ia sudah beberapa kali menghubunginya. Namun ia tidak mendapat jawaban.[Duh, kesian amat temen gue. Gue izin, Na. Sekarang gue lagi jalan mau jenguk abang gue di rumah sakit.][Emang Pak Irsyad kenapa? Sakit?][Iya. Kemaren katanya hampir ketabrak mobil. Untung ada yang nolongin. Tapi sayangnya, yang nolongin malah yang ketabrak.][Innalilahi. Ya ampun, cepet sembuh ya Van buat Pak Irsyad.][Iya, Na. Makasih banyak yah.]Vanya turun dari mobil di area rumah sakit. Ia mencoba menghindar dari cahaya matahari, dengan cara menutupi wajah menggunakan telapak tangannya. Ketika itu, ia melihat sekilas sosok seseorang yang ia kenal. Ia bersembunyi di balik tembok d
"Kamu ini apa-apaan, sih, Dek? Ya ngga lah. Kemaren abang itu lagi mau ke mini market sebrang jalan. Karena ujan gede, jadi abang ngga fokus dan ngga liat ada mobil yang mendekat," elak Pak Irsyad beralasan.Pandangan matanya mengarah ke arah lain. Ia tidak berani menatap mata adiknya, karena takut ketahuan sudah berbohong."Masa? Tapi Vanya ngga percaya tuh," ujar Vanya meragukan jawaban sang kakak."Terserah kamu aja, sih, mau percaya atau ngga," jawab Pak Irsyad."Tapi ko bisa-bisanya yah, si Prita pacaran sama om-om. Apa dia ngga takut didatengin sama istrinya. Atau jangan-jangan dia itu sugar baby nya om-om itu," kata Vanya membuat Pak Irsyad tersedak. Padahal saat ini ia tidak memakan apapun."Ngga usah bahas masalah Prita. Kamu ngga tau apa-apa tentang dia. Lebih baik diam sebelum kamu menyesal," sahut Pak Irsyad mengingatkan.Ia tahu bagaimana kebenarannya tentang Prita. Sebuah kebenaran yang sangat menyakitkan hatinya. Jadi, ia tida
Indira berjalan mengendap-endap mengikuti Firas dari belakang. Ia penasaran siapa orang yang sedang dirawat. Sesekali ia bersembunyi ketika Firas menoleh ke belakang. Laki-laki itu nampak curiga ada seseorang yang membuntutinya."Ko aku ngerasa kaya ada yang ngikutin yah?" batin Firas curiga.Laki-laki itu menoleh ke belakang, namun tak ada seorang pun di sana. Kemudian, ia memiliki sebuah rencana untuk menangkap basah orang yang mengikutinya dari belakang. Ia masuk ke dalam ruang perawatan yang terbuka. Ia bergegas masuk ke dalam dan menutup pintu. Ia ingin tahu, siapa yang berani membuntutinya."Loh, Mas Firas mana? Ko tiba-tiba ngilang gitu aja, sih. Apa jangan-jangan ruangannya di dekat sini," gumam Indira mengedarkan pandangannya mencari sosok Firas.Wanita itu berjalan ke depan tanpa tahu, bahwa Firas sedang bersembunyi di sebuah ruangan, yang sebentar lagi akan wanita itu lewati. Masih dengan langkah pelan, ia mencari sosok Firas."Kir
"Indira!" teriak Firas melihat Indira turun dari mobil dan berlari ke arah istrinya berada.Laki-laki itu berbalik arah dan bergegas mengejar Indira. Detak jantungnya berdegup kencang karena takut Indira akan berbuat nekat pada istrinya.Sementara Prita, ia hanya duduk santai menyandarkan kepalanya di kursi. Ia tidak tahu-menahu mengenai kedatangan Indira. Ia hanya menunggu sang suami membukakan pintu untuknya. Ketika ia berpikir bahwa suaminya yang membuka pintu. Ia langsung menoleh ke samping dan melihat Indira sedang tersenyum menatap ke arahnya."Halo," sapa Indira melambaikan tangannya."I-iyah," balas Prita terbata.Firas langsung menarik tangan Indira dengan kasar. Ia terlihat seperti menyeret wanita itu ke arah mobilnya. Lantas membuka pintu mobil dan memintanya untuk pergi."Pergi dari sini sekarang juga atau--" Firas mendorong Indira masuk ke dalam mobilnya."Atau apa?" potong Indira."Atau mau aku seret keluar!" bent