Kruuuuk, krukukk ...
Kamea mengernyitkan alisnya mendengar bunyi sesuatu dari perut laki-laki yang masih duduk di tepi samping tempat tidurnya. Lelaki itu lantas langsung memegangi perutnya yang tiba-tiba berbunyi.
Cacing diperutnya berdemo meminta untuk segera diisi sesuatu. Lelaki beralis tebal itu menyeringai saat mendapatkan tatapan intens dari Kamea. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa malu pada gadis itu.
"Astaga. Apa Mas belum makan?" tanya Kamea. Belia itu langsung beranjak duduk. Dan lelaki berlensa cokelat itu menggelengkan pelan kepalanya.
"Kenapa gak bilang? Ish ...."
Gadis itu beringsut hendak turun dari kasurnya. Ia berniat untuk mengambilkan makanan untuk Alif. Tapi langkahnya terhenti karena lelaki itu menahannya.
"Sanee," panggilnya.
"Hm? Ada apa? Mas butuh sesuatu selain makanan?" tanya Kamea tetapi lelaki it
Kamea hendak pergi dari kamarnya hendak ke kamar sebelah. Lelah rasanya sedari tadi terus berdebat dengan Alif yang bertingkah sangat menyebalkan. Namun niatnya tertahan karena lelaki beralis tebal itu mencekal tangannya kemudian menarik tubuh mungil itu hingga terjatuh tepat di atas tubuh Alif.Lagi dan lagi, Kamea dibuat terkejut dengan perlakuan Alif secara tiba-tiba.Tiba-tiba datang,Tiba-tiba memarahinya,Tiba-tiba bersikap menyebalkan,Dan tiba-tiba menarik tubuhnya hingga ia berada di posisi canggung seperti ini."Saya akan tidur di kamar ini bersamamu," ucap Alif.Kamea mengerjap. Ia hendak memberontak untuk melepaskan diri, tetapi Alif malah semakin menarinya. Sehingga tubuh mungil itu berpindah menjadi terbaring di samping lelaki beralis tebal itu."Kita akan tidur di kamar dan kasur yang sama malam ini," u
"Kemarin, aku melihat cincin di jari manis Reval. Sebelumnya, dia tidak pernah melihat dia memakai cincin seperti itu. Maksudku ... apakah telah terjadi sesuatu selama aku tak ada?"Doni mendengarkan kecurigaan yang sedang Felysia rasakan kepada Alif. Lelaki berkacamata itu menghela napas panjang setelah wanita yang duduk di hadapannya telah menyelesaikan segala uneg-uneg dalam benaknya."Kenapa kamu gak bertanya langsung kepada Reval? Dia pasti memiliki jawaban versinya sendiri," sahut Doni dengan sikap yang masih terlihat tenang.Felysia terdiam beberapa detik, lalu kemudian menghela napas dan menghembuskan perlahan. Wania itu menggelengkan pelan kepalanya. "Enggak. Eh, kamu jangan bilang sama dia aku bertanya tentang ini sama kamu," ucapnya kemudian. Doni hanya mengangguk sebagai jawaban."Kamu mau meeting, kan? Aku juga mau pergi, ada sesuatu yang harus aku selesaikan juga," ucapnya berpamitan ke
"Aku sudah kenyang,"Kamea menutup mulut dengan telapak tangannya saat Alif kembali menyodorkan sesendok makanan ke mulutnya. Perutnya benar-benar sudah merasa kenyang dan tak sanggup menghabiskan semua makanan di piring."Kenyang? Kamu baru makan lima suap saja. Bagaimana mungkin bisa kenyang," protes Alif dengan nada galak.Belia itu membulatkan matanya, kemudian mengerjap sekali. "Mas menghitungnya?" tanyanya tak percaya dengan yang dilakukan oleh Alif.Lelaki beralis tebal itu menganggukkan kepala. "Ya. Ayok makan lagi dan habiskan semuanya," ucap Alif sambil memasukkan makanan ke dalam mulut Kamea dengan sedikit memaksa."Kamu harus makan yang banyak biar cepat besar," katanya lagi sambil kembali menyodorkan makanan ke mulut Kamea."Mas yang benar saja. Aku sudah besar begini, lagian kurang kerjaan sekali Mas sampai menghitung berapa sendok aku makan," g
Kamea tertegun selama beberapa detik ketika melihat Felysia bertamu ke rumahnya dan Alif. Mendadak kerongkongannya kering hingga salivanya terasa menyangkut di tenggorokan.Manis senyum wanita itu merekah menyapa Kamea. "Hai, kamu sepupunya Reval, kan?" sapanya."Eh, iya, Mbak. Mau cari Mas Alif eh Mas Reval?" sahut Kamea kikuk. Wanita itu kembali tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya."Enggak kok. Aku kangen aja kepengen main ke rumah ini," ucap Felysia."Eh, sampe lupa, silakan masuk Mbak." Kamea membuka pintunya lebar-lebar membiarkan tamunya masuk ke dalam.Sudah seminggu Kamea kembali dari Bandung bersama Alif. Lelaki berparas tampan itu terus membujuk agar ia mau kembali bersamanya. Sebenarnya Kamea masih ingin tinggal lebih lama di rumah peninggalan orang tuanya itu, tetapi tak tega dengan Alif.Kamea tahu lelaki itu bukan seorang pengangguran, ia
"Tasanee,"Begitu Alif membuka pintu kamarnya, ia langsung menanggil nama Kamea. Seolah takut belia itu tidak ada di kamarnya. Kecemasannya reda saat melihat sosok yang di carinya sedang berselonjoran di atas kasur sambil memainkan ponselnya.Alif langsung bergegas menghapiri gadis itu setelah menutup pintu kamarnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Kamea memutar kepalanya melihat ke arah Alif yang kini sudah duduk di tepi samping tempat tidur tepat berhadapan dengannya. Sebelah alisnya menaik ke atas."Memangnya aku kenapa?" Kamea balik bertanyakepada Alif dengan nada ketus.Alif terkekeh pelan, gemas melihat sikap gadisnya. Ia langsung mengacak puncak kepala Kamea membuat rabut sang gadis sedikit berantakan."Ada Felysia di bawah," ucap Alif."Hm, aku tahu." sahut Kamea masih bernada ketus. Alif menghela napasnya. "Dia masak di si
Kamea menunggu Alif menjemputnya. Katanya lelaki beralis tebal itu berjanji akan menjemput Kamea dari kampus hari ini. Meski gadis itu menolak karena tidak ingin lagi membuat suaminya itu merasa direpotkan harus antar jemput ke kampus.Ya, dulu memang Kamea sangat menginginkannya. Itu sebab gadis itu melakukan berbagai macam cara agar Alif bersedia antar jemput ke manapun ia akan pergi. Tapi sekarang, sudah cukup. Kamea tidak ingin bergantung dalam hal apapun kepada lelaki itu.Selama kurang lebih menunggu sekitar tiga puluhan menit, akhirnya mobil milik Alif berhenti di depannya. Kedua sudut bibir itu mengembang hendak ingin menyapa. Namun seketika senyum itu pudar saat melihat seseorang yang duduk di samping kursi kemudi. Felysia."Hai, Kamea. Ayok masuk," titah Felysia sambil memamerkan senyum manis menyapa gadis yang terpaku di tempatnya.Iris berwarna hitam itu melihat ke arah Alif melalui kaca
Alif terus menggumamkan kata maaf dalam hatinya pada Kamea. Setiap kali ia berniat untuk pergi berdua dengan gadis itu selalu saja ada halangannya. Seperti hari ini, padahal sebelumnya ia sudah berjanji akan menjemput Kamea di kampus.Ia tidak tahu jika Felysia akan mengunjunginya setiap hari ke kantor. Entah itu untuk mengantarkan makan siang untuknya, atau sekedar hanya ingin bertemu saja. Jika dulu Alif akan merasa senang dengan segala bentuk perhatian yang Felysia lakukan kepadanya. Berbeda dengan sekarang, dia menjadi merasa risih.Namun sayangnya, saat ini Alif belum bisa mengatakan kebenaran tentang hubungannya dengan Kamea.Ia masih perlu waktu untuk membaca situasi agar tidak menjadi lebih buruk. Terutama Alif tidak ingin nantinya pengakuan yang akan ia katakan membuat Felysia sakit setelah mengetahui riwayat penyakit yang pernah dideritanya."Aku gak bisa mampir, ya. Setlah ini kamu harus langsung istirahat," uc
[Saya tidak akan pulang malam ini. Felysia sedang sakit, saya akan menemaninya di rumah sakit.]Kamea meraih ponsel yang tergeletak di samping laptopnya yang sedang menyala. Gadis itu sedang mengerjakan tugas-tugas kuliah yang masih belum selesai ia kerjakan dan akan dikumpulkan besok.Iris berwarna hitam itu sendu menatap layar ponselnya, membaca chat yang dikirimkan oleh Alif. Ia menghela napas panjang, tak berminat merespons chat itu. Kamea menyimpan kembali ponselnya di atas meja."Kenapa harus mengirimiku pesan seperti ini? Hh, sepertinya dia sengaja ingin membuat suasana hatiku semakin memburuk," gerutu Kamea. Ia menyimpan ponselnya sedikit kasar.Kamea mulai merasakan gelisah. Kepalanya mendadak berdenyut sakit dengan napas yang terasa sesak. Belia itu mengambil sesuatu yang selalu ia bawa dalam tasnya. Meraih gelas berisi air minum kemudian meneguknya bersamaan dengan sebuah pil.