Share

Arwah Suster

[Emang lu yakin banget kalau bakal berjodoh sama cewe dengan nama Elina?] tanya teman Riyan meragukan. Mereka belum memulai game sedari tadi.

[Tentu saja. Gue sangat yakin banget.] Riyan tersenyum seraya membalas chat tersebut.

[Waduh pada ngomongin cewe, nih. Kapan mau main?] singgung teman yang lain.

[Ayok sekarang.]

Game dengan dua tim saling berlawanan, masing-masing tim yang terdiri dari 5 pemain tengah berusaha untuk meraih kemenangan mereka. Sepertinya keberuntungan sedang berpihak pada tim Riyan sedari tadi tim mereka terus menerus meraih kemenangan. Riyan bahkan sudah tidak menghitung berapa kali pertandingan ia mainkan. Ia sudah terbawa suasana bermain.

Keasyikannya bermain tanpa memperhatikan sekitar tanpa Riyan sadari, sosok pada malam sebelumnya beberapa menit lalu tengah berdiri di sudut ruangan memperhatikan Riyan. Dengan baju yang sangat kotor serta darah yang ikut mengotori sebab luka di leher sosok itu membuat penampilannya kian menyeramkan. Anehnya tidak ada bau amis di ruangan tersebut sebagai tanda adanya sosok itu.

“Astaga aku keasyikan main!” Riyan baru menyadari saat melihat jam di layar ponsel.

Selagi terus bermain Riyan beralih pada room chat game memberitahukan bahwa ini yang terakhir. Setelahnya ia tidak akan lanjut lagi. Pertandingan dimenangkan oleh tim lawan Riyan kemudian keluar dari game. Ia menyetel alarm agar tidak terbangun siang nanti. Feelingnya mengatakan sesuatu, ia merasa seperti ada yang memperhatikannya.

Riyan mengecek dari samping kanan kiri, atas dan belakang. Ia merasa aman kembali seolah-olah hal tadi cuma perasaannya saja. Tidak ingin berlama-lama terjaga lagi Riyan segera tidur.

“Ri-riyann ….” Sosok itu akan terus memperhatikan Riyan sebab ia tertarik.

Jangan beranggapan kalau perihal jatuh cinta hanya terjadi pada makhluk bernyawa saja, pasalnya makhluk tak kasat mata pun juga bisa. Tidak heran banyak kasus-kasus yang berserakan di berita televisi seperti, sosok kuntilanak yang menyukai laki-laki penjual nasi goreng dan lain sebagainya.

Ada sesuatu yang membuat mereka bisa seperti itu dan jelasnya hanya orang yang terhubung dengan makhluk tersebut yang bisa menyadari. Mereka akan memberikan gangguan kecil sebagai rasa ketertarikan pada manusia.

***

Rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari pusat kota tersebut punya jam pelayanan selama 24 jam full. Dibandingkan dengan rumah sakit lain yang masih satu daerah dengan rumah sakit tersebut, rumah sakit itulah yang paling lama berdiri dan masih beroperasi sampai sekarang. Tidak menutup kemungkinan hal-hal mistis di sana mampu membuat bulu-bulu merinding, seperti sosok gadis dengan leher robek yang berkeliaran.

Beberapa orang yang pernah bertemu sosok itu mengatakan bahwa sosok tersebut berkeliaran dengan langkah yang tertatih, serta salah satu tangannya terus memegang area leher. Mereka tidak tahu penyebab sosok itu masih menempati rumah sakit tersebut lantaran apa. Beberapa orang menyimpulkan bahwa sosok itu masih mempunyai urusan yang belum selesai sehingga sampai meninggal pun arwahnya masih belum tenang.

Satu-satunya yang bisa menjawab rasa penasaran dan tanya di benak adalah kamar nomor delapan. Letaknya setelah lorong panjang dari pintu luar rumah sakit.

“Bro antarin gue ke depan, yuk. Mau beli cemilan,” pinta salah satu staf rumah sakit pada temannya. Kebetulan mereka mendapat bagian shif malam.

“Emangnya kenapa kalau pergi sendiri?”

Staf tersebut menghela napas kasar. “Lu kerja di sini berapa tahun, sih? Gak mungkin lupa dengan kamar dekat lorong, ‘kan.”

“Yaudah lewat pintu belakang aja aman,” sarannya. Sebetulnya ia pun enggan untuk melewati kamar itu mengingat waktu sudah tengah malam.

“Pintu belakang jauh nanti balik dari luar baru lewat pintu belakang. Ayolah lu gitu banget ntar gue belikan sekalian.”

“Kayak perempuan aja takut ayo dah.” Padahal ia sendiri pun juga takut hanya pintar menyembunyikan raut wajah takutnya. Prinsipnya tidak keren kalau laki-laki takut hal seperti itu berbeda dengan perempuan.

Saat mereka melewati kamar tersebut sejujurnya tidak begitu apa-apa kalau diperhatikan dari luar. Berbeda lagi jika berniat untuk masuk, tanpa perintah indra pendengaran bisa langsung mendengar jeritan menangis yang tertahan. Dunia mereka mungkin berbeda, tapi tidak menutup kemungkinan kalau mereka tidak merasakannya. Satu-satunya saksi detail soal kamar tersebut adalah suster yang berkeliaran di kamar itu juga.

“Mas tolong air mineralnya dua, yah.”

“Kenapa kamar itu gak dibongkar terus bikin ruangan baru saja, yah?”

“Ya pikirnya gue juga bagus gitu, tapi gak tahu kenapa yang punya rumah sakit sepertinya tidak mau menanggapi. Mungkin, karena dia tidak pernah mengalami apa yang selalu kita alami di sana.”

“Ini airnya, Mas.” Pemilik warung menyela obrolan mereka.

“Oh iya terima kasih. Sekarang balik lewat pintu belakang saja.”

***

Ibu Ani terbangun sekitar jam 03:00 malam, ia batuk beberapa kali karena tenggorokan yang kering dan ingin minum. Tapi, gelas minumnya tidak sampai jangkauan.

“Sus tolong ambilkan minum,” pintanya pada suster di pojok ruangan.

Suster itu mendekat mengambilkan minum serta membantu agar Ibu Ani bisa minum. Setelah meneguk air yang cukup Ibu Ani kembali untuk tidur. Ia meminta tolong pada suster yang dikiranya adalah suster Ina. Padahal bukanlah suster Ina melainkan suster di kamar nomor delapan.

Senyuman mengerikan terlihat.

06:30 pagi Riyan sudah rapi. Ia sengaja tidak memasak untuk sarapan lantaran permintaan bu Ela kemarin meminta agar dirinya sarapan di sana saja. Riyan sudah coba menolak, tapi bu Ela tetap ingin Riyan untuk sarapan di sana. Pasalnya jarang bahkan mungkin sangat jarang sekali Riyan ikut sarapan dengan mereka. Bukan karena apa, Riyan sebenarnya hanya tidak ingin merepotkan bu Ela.

“Oke aku bisa berangkat sekarang,” ucap Riyan kemudian berlalu pergi dari rumah dengan motor menuju tempat kerja.

Di perjalanan Riyan terfikirkan ingin membawa apa untuk Elina sore nanti. Ia tidak begitu tahu banyak soal kesukaan perempuan bahkan, dengan ibunya sendiri pun kadang ia lupa. Padahal setiap hari bertemu apalagi itu ibu yang merawatnya dari bayi sampai sekarang ini.

Sesampainya di warung bu Ela Riyan langsung memarkirkan motor. Hari selasa hari kedua dalam minggu ini. Masih ada empat hari ke depan sebelum ia menjemput waktu liburnya.

“Mas Anwarr,” sapa Riyan melihat Anwar yang keluar membawa kantong sampah.

“Sarapan dulu Yan.”

“Oh iya, Mas.”

Begitu baik dan sangat menghargainya Riyan sebagai orang kerja di warungnya, baru saja Riyan melangkah masuk tidak lupa mengucap salam Bu Ela yang menghampiri langsung menyuruhnya untuk sarapan terlebih dulu. Setelah sarapan baru bisa pegang kerjaan.

“Ibu hari ini masak rebung pisang. Riyan harus coba, Anwar saja sampai tambah dua kali,” kata Bu Ela secara tidak langsung memuji masakan sendiri.

“Apa aku coba tanya aja, yah ke Bu Ela,” batin Riyan seraya mengambil nasi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status