Beranda / Thriller / Gadis Rumah Sakit / Roti Untuk Arwah

Share

Roti Untuk Arwah

Penulis: Vania Official
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-05 22:31:24

“Cantik emang yang namanya Elina itu?” tanya Bu Ela ikut penasaran.

Riyan menyelesaikan makanan di mulutnya terlebih dulu, “Cantik, Bu cantik banget!”

Ibu Ela mengernyitkan keningnya heran sendiri melihat keantusiasan Riyan soal wanita bernama Elina tersebut. Sejujurnya ia ikut penasaran dengan wanita itu.

“Tambah lagi Riyan rebungnya,” ujar Anwar ikut bergabung.

“Iya, Mas.”

Segera Riyan selesaikan sarapannya. Ia tadi sudah mengobrol dengan Bu Ela soal Elina, ia juga tahu akan membawa apa untuk Elina nanti. Selesai sarapan, Riyan beralih untuk membersihkan warung. Hari ini Bu Ela membuat porsi dagangannya lebih banyak ketimbang kemarin. Kalau nantinya hari ini ramai atau bisa lebih ramai lagi dari hari kemarin bisa dipastikan mereka akan tutup lebih awal lagi.

“Mas nasi gorengnya satu, yah.”

Riyan sedikit terkejut dengan datangnya dua orang remaja berpakaian sekolah, saat dirinya tengah mengisi tempat tisu. Sebelum menanyakan kembali Riyan mempersilahkan untuk mereka masuk duduk terlebih dulu.

“Maaf tadi pesan apa, yah?” tanya Riyan.

“Nasi gorengnya satu makan di sini, satunya lagi dibungkus,” jawab salah satu dari mereka mengulang.

“Baik.” Riyan berlalu untuk membuatkan pesanan mereka.

Karena Bu Ela dan Anwar masih di belakang maka Riyan yang memegang di depan sebentar walau biasanya mereka bertiga. Selesai membuat pesanan tadi Riyan pun mengantarnya kini ia berlanjut pada pesanan yang dibungkus. Sebenarnya Riyan mau menggoreng sekaligus hanya saja pesanan yang dimakan meminta pedas, sedangkan yang dibungkus tidak. Mau tidak mau ia harus menggoreng dua kali.

***

Ibu Ani mengedarkan pandangannya di ruangan yang hampir bosan ia lihat setiap hari itu. Berbaring dengan tubuh yang lemah tanpa bisa apa-apa. Kalau boleh jujur, ia merasa capek harus terus-menerus merepotkan Riyan, anak laki-laki satu-satunya itu. Harus bekerja demi bisa membiayai biaya rumah sakitnya. Kalau bisa ia ingin menggantikan posisi Riyan, ia yang seharusnya bekerja mencari rupiah sebagaimana tugas orang tua.

“Ibu sarapan pagi dulu setelah itu minum obat, yah,” jelas Suster Ina.

“Ina, Riyan belum datang?”

“Belum, Bu. Mas Riyan, ‘kan datangnya nanti sore.” Suster Ina tersenyum. “Saya ambilkan bubur untuk sarapan dulu, yah.” Ia berlalu pergi.

Ibu Ina perlahan mencoba untuk setengah berbaring, dilihat dengan jelas selang infus yang entah sudah berapa lama menetap di pergelangan tangan kanannya itu. Tidak lama Suster Ina kembali dengan bubur untuk sarapan pasiennya. Ia meletakan bubur tersebut di atas lemari pasien. Suster Ina mendekatkan kursi pada Ibu Ani, ia biasanya menyuapkan sarapan pada pasien yang dipegangnya.

“Ibu sarapan habis itu minum obat oke.” Sendok berisi bubur sudah siap masuk hanya tinggal menunggu Bu Ani membuka mulutnya.

“Inaa.”

“Iyaa,” sahut Suster Ina,

“Kamu di rumah sakit biasa sampai jam berapa? Atau kadang stay di sini kadang tidak begitu?” tanya Bu Ani penasaran.

Suster Ina mengernyitkan keningnya. “Ina tidak pernah netap di sini. Jam-jam Sembilan sepuluh Ina udah pulang,” jelasnya. Suster Ina kembali menyuap.

Berganti Ibu Ani yang mengernyitkan kening. “Kalau suster yang lain? Apa sama juga begitu?” Ia bertanya demikian karena penasaran dengan semalam.

“Sama, kok hanya beberapa suster saja yang tinggal untuk menjaga bersama staf rumah sakit yang lain. Ada apa emangnya, Bu?”

“Iya itu semalam Ibu, ‘kan bangun haus mau minum terus kebetulan ada suster yang bantu. Ibu mengira itu kamu Ina. Semalam yang di sini kamu bukan?” Ibu Ani ingin memastikan.

Suster Ina sejenak berhenti menyuap. Ia menggelang pelan kemudian melanjutkan menyuap pasiennya lagi.

“Mungkin suster lain, ya. Ibu sudah kenyang mana obatnya.”

Menyudahi sarapan pagi itu dan beralih dengan minum obat.

***

“Ina tolong bantu aku di pasien lain bisa gak?” pinta Vivi tiba-tiba.

Ina yang baru keluar dari ruangan ibu Ani dibuat terkejut dengan datangnya Vivi. Ia menghela napas kesal sembari melihat Vivi.

“Kalau datang itu pelan-pelan dong, Vi jangan dibuat kaget akunya kayak gitu,” tegur Ina. Pasalnya tidak satu dua kali Vivi seperti demikian atau memang anak itu sengaja untuk iseng.

“Iya-iya maaf. Bantuin aku di pasien lain, yah.” Vivi langsung menggandeng tangan Ina mengajaknya pergi.

***

Menjelang sore selesai kerja, Riyan singgah disebuah toko roti. Sesuai dengan yang dibilang bu Ela padanya bahwa perempuan suka akan makanan. Riyan pun berinisiatif untuk membawakan roti untuk Elina. Riyan sampai di toko roti, tapi bukan toko roti langganan, ia kebetulan mendapati toko tersebut saat di perjalanan sedang mencari. Riyan maupun ibunya sebenarnya tidak begitu sangat suka akan roti. Setelah memarkirkan motor Riyan masuk ke toko itu.

Aroma roti di dalam toko itu bisa dengan jelas Riyan hirup. Baunya sungguh enak tidak heran kalau ramai yang berkunjung. Ternyata mereka juga menyediakan tempat makan bagi pelanggan yang ingin mencicipi roti langsung di tempat.

“Mari, Mas kami punya banyak pilihan rasa roti bisa lihat-lihat dulu.” Salah seorang karyawan di toko roti itu menuntun Riyan ke sebuah rak roti.

Riyan melihat satu per satu roti yang tersedia di rak-rak depannya. Ia bingung mau membeli yang mana soalnya tidak tahu Elina suka roti dengan rasa apa. Setelah beberapa menit berkutat dengan pikiran sendiri, Riyan mengambil 3 buah ukuran roti berukuran sedang.

“Yang ini saja?” tanya si karyawan wanita itu memastikan.

“Iya, Mba.”

“Baik biar saya bungkus, ‘kan.” Riyan mengikuti Mba tadi dari belakang.

Selesai membeli roti Riyan melanjutkan perjalanan ke rumah sakit seperti biasa menjenguk ibunya. Kalau dulu tujuannya ke sana hanya karena ibunda sekarang tujuannya mulai bertambah. Tidak lain ingin melihat gadis bernama Elina itu.

***

Ina berjalan pelan menghampiri kamar ibu Ani, otaknya berpikir keras soal suster siapa yang menemani ibu Ani semalam. Ia sudah menanyakan pada suster yang semalam ada di rumah sakit dan mereka yang berada semalam semua mengatakan bahwa tidak menjenguk ke kamar ibu Ani. Hal itu justru membuat Ina kepikiran. Ia khawatir pasalnya kamar ibu Ani tidak begitu jauh letaknya dengan kamar nomor 8. Ia takut jika sampai suster yang semalam adalah ….

“Halo, Sus.” Sapaan Riyan membuyarkan lamunan Ina sekaligus juga mengagetkannya.

“Iya-iya. Ibu ada di dalam masuk saja.”

“Ya, ‘kan emang ibuku di dalam. Hati-hati, Sus tadi hampir nabrak pintu,” ucap Riyan melangkah masuk.

Ina lantas berdiri terdiam di pintu luar malu rasanya ditegur seperti itu. Ia tidak akan mungkin bersalah tingkah kalau tidak punya perasaan pada Riyan. Masalah soal suster semalam kembali memenuhi pikirannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Rumah Sakit   Elina Yang Tidak Terlihat

    Riyan mengetuk pintu sekali kemudian memutar knop lebih dulu masuk diikuti teman-temannya di belakang. Suasana yang tenang, ibunya juga tengah tidur. Pandangan Ridho menyisir habis ruangan tempat ibunya Riyan dirawat. Ia mendudukkan diri di satu-satunya sofa yang ada di sana. Sementara, Iwan berdiri di samping diri Ibu Riyan sekilas memperhatikan selang infus di depannya. Saat hendak membangunkan ibunya tiba-tiba Ridho memanggil. "Yan, nanti aja, deh. Kasian Ibu lu lagi istirahat," ucap Ridho. "Ah, gak apa." Riyan mengguncang pelan ibunya, dengan sopan. Ibu Ani yang memang belum sepenuhnya tidur lantas bangun melihat ke samping kiri ada anaknya. Samping kanan ada anak laki-laki juga serta menyadari yang sedang duduk di sofa. Hanya saja ia tidak tahu siapa mereka. "Riyan, udah balik?" tanya ibunya. "Iya, Bu. Riyan gak ganggu tidur Ibu, kan?" Bu Ani menggeleng dengan senyum diikuti Riyan yang juga tersenyum. "Oh, iya hampir lupa. Ini yang Riyan bilang tadi. Kenalin teman-teman Ri

  • Gadis Rumah Sakit   Menjemput Teman di Bandara

    Frustasi, Ina memijat pelipisnya perlahan. Berapa kali pemilik kos bertanya alasan dirinya hendak pindah dan sudah berapa kali juga, Ina enggan untuk menjawab. Yang ia ingin hanya pindah dari kost-an itu."Apakah air di kost tidak bersih, Ina?" Ibu kost mengganti pertanyaan lagi.Satu alasan yang membuat ibu kost tidak memperbolehkan Ina pergi karena rajinnya Ina dalam membayar kost. Tepat waktu dan sangat jarang menunda."Maaf, Bu. Saya terpaksa harus pindah karena tidak betah lagi di sini," jelas Ina pada akhirnya. Walau begitu si Ibu kost masih menunggu alasan lebih jelasnya."Kalau ada yang perlu diganti atau apa bilang saja sama saya. Lagian mau pindah kemana? Di sini udah paling murah, loh." Sama seperti Ina, Ibu kost juga masih bersikeras.Helaan napas mulai keluar dari Ina. Ia memandangi Ibu kost dengan tenang, berniat untuk memberitahu alasan sebenarnya ingin pindah."Saya nemu belatung di kamar, Bu dan saya ketakutan. S

  • Gadis Rumah Sakit   Riyan, Elina Rindu

    Pukul 03:00 pagi Riyan terbangun. Entah sudah ke berapa kalinya ia terbangun. Awalnya sehabis beberapa jam dari waktu isya dan keadaan yang lumayan enak untuk kembali tidur.Namun, seperti ada yang mengganggu agar tidurnya Riyan tidak tenang. Itu sebabnya ia tidur uring-uringan dan beberapa kali kebangun akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan tidur lagi. Toh, sekalian menunggu waktu subuh.Sembari mengumpulkan nyawa, Riyan mengecek ulang jam di ponselnya. Ia juga ingat sekitar jam 10:00 nanti harus ke bandara menjemput dua orang temannya. Riyan bangkit dari kursi dan bergegas untuk melaksanakan ibadah subuhnya.Ia memakai mushola yang ada di rumah sakit seperti saat isya tadi. Sedikit beruntung karena tidak perlu pergi jauh ke masjid yang sebelumnya.Selesai dengan ibadah subuhnya saat sedang merapikan bagian bawah celana, Riyan tidak sengaja mendengar obrolan dua orang bapak-bapak yang tidak jauh dari keberadaannya."I

  • Gadis Rumah Sakit   Riyan, Itu Hantu!

    Beberapa belain terus diberikan pada kedua pipi Bu Ani. Hingga beberapa kali istirahatnya terganggu, di sisi kanannya ada sosok gadis dengan luka leher yang parah tengah memperhatikannya. Sosok itu juga yang sedari tadi mengganggu istirahat Bu Ani."Astagfirullah!" seru Ina beristigfar saat hendak masuk ke ruangan Bu Ani. Belum sempat masuk, langkahnya terhenti di depan pintu.Berhasil Ina melihatnya dan secepat itu juga sosok tadi menghilang. Ina tidak begitu jelas melihat sosok tersebut, tapi yang pasti dan jelasnya ia melihat ada tangan yang mengambang, membelai pipi pasiennya.Ina berjalan mendekati Bu Ani, ditatapnya lekat-lekat wajah wanita sudah berumur itu. Ia mengambil tisu dari kantongnya dan mengelap dengan hati-hati pipi Bu Ani. Pipi yang bekas dibelai tadi.Ina menoleh dan mendapati Riyan yang tengah tertidur di kursi sana. Memandang dari kejauhan saja membuat Ina senang sendiri, senang melihat wajah tenang tidur Riyan.

  • Gadis Rumah Sakit   Sore Hari Dengan Gorengan

    Sekitar jam 15:00 sore, Riyan tiba-tiba ingin makan gorengan. Sebelum pergi mencari gorengan, Riyan mengecup singkat pipi ibunya sekalian memperbaiki letak selimutnya.Riyan menutup pintu ruangan dengan rapat, lalu bergegas ke parkiran. Di luar gedung rumah sakit angin sepoi-sepoi terasa menyejukkan menerpa wajahnya. Ia menaikkan standar lalu menyalakan mesin motor dan pergi berkeliling.Sepanjang perjalanan banyak pedagang kaki lima yang ia jumpai. Tapi, yang menjual gorengan belum juga didapat sampai akhirnya pandangannya menangkap gerobak berwarna merah terang di sana.Riyan sampai lalu memarkirkan motornya sejenak. Ia menghampiri gerobak tersebut. Penjualnya adalah seorang bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah berumur. Tapi, semangat berjualannya masih terlihat jelas di raut wajah mereka."Permisi," ucap Riyan sopan.Belum ada pembeli yang terlihat terkecuali Riyan seorang. Mungkin gorengannya baru buka.

  • Gadis Rumah Sakit   Rasa Senang Suster Ina

    Memasuki jam kerja, Ina membawa catatan wajibnya yang sudah disiapkan tadi ke ruangan bu Ani. Seperti biasa tugasnya sebagai suster mengecek keadaan pasien.Kalau dibilang bosan sudah pasti iya. Mengecek, mencatat, mengecek, mencatat keadaan pasien hanya itu terus yang dirinya lakukan selama menjadi suster. Biarpun begitu tugasnya jadi lebih berwarna saat pasien ibu-ibu bernama Ariani terawat di rumah sakit itu.Ditambah lagi soal Ina yang menyimpan perasaan pada anak pasien. Orang bilang kalau bekerja ada motivasi semangatnya sendiri, terkesan beda."Bu Ani, semakin hari keadaannya semakin membaik. Aku yakin dalam waktu dekat beliau akan segera sembuh," ucap Ina penuh harap seraya memperbaiki letak selimut wanita itu.Tidak lama Riyan masuk, pandangan mereka saling bertemu. Duluan dari Riyan yang menyunggingkan senyuman kemudian dibalas oleh Ina. Riyan menghampiri ranjang Ibunda, menarik kursi untuk duduk.Sementara Ina berada di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status