Share

Keusilan

last update Dernière mise à jour: 2021-06-21 18:34:52

Riyan meletakkan roti yang ia bawa di atas lemari. Senyuman hangat terlihat dari Ibunya yang menyambut kedatangan Riyan. Suster Ina yang masih sedikit malu ikut bergabung dengan mereka ia sekilas mengecek cairan infus Ibu Ani agar situasi dirinya bisa lebih santai.

“Sus saya bawa roti, Suster mau?” Riyan menawarkan.

“Tumbenan bawa roti Riyan?” ujar Ibunya.

“Sesekali, Bu. Suster mau gak?” Riyan mengambil satu bungkus. “Nih.”

Melihat kode mata dari Ibu Ani yang menyuruh agar Suster Ina mengambil, walau ia tidak begitu ingin tapi rasanya tidak baik juga menolak. Apalagi sudah ditawarkan seperti itu.

Ina lantas menerima, “Terima kasih.”

“Itu enak saya pilihnya khusus di toko tadi. Ini ada juga buat, Ibu mau dimakan sekarang?” Riyan bersiap membuka bungkus atasnya.

Ina yang mendengar kata khusus dari kalimat yang dilontarkan Riyan barusan membuat jantungnya sesaat bermasalah. Ia tidak tahu jika niat awal Riyan membeli roti itu untuk buah tangan pada Elina dalam artian kata khususnya merujuk pada Elina. Kebetulan karena Riyan membeli lebih dari satu jadi ia berikan juga pada Ina dan Ibunya.

“Aku harus jenguk Elina,” batin Riyan melihat Ibunya dan Suster Ina bergantian.

Masih ada dua bungkus roti di lemari, Riyan mengambil satu untuk ia bawa ke kamar Elina. Sebelum beralih kamar, Riyan memberitahu Suster Ina kalau ia akan pergi sebentar. Tepat di ambang pintu hendak pergi Ibunya memanggil sehingga langkah Riyan harus terhenti.

“Riyan kamu mau kemana lagi? Di sini saja temani Ibu,” pinta Ibunya.

Riyan berbalik badan meremas pelan bungkus luar roti, ia mencoba memikirkan alesan. “Hmm Riyan mau makan di luar bentaran aja sambil makan Roti. Nanti Riyan balik.” Riyan lantas berlalu pergi.

“Anak itu.”

Suster Ina yang melihat tingkah Riyan menyimpulkan seperti Riyan hendak menemui seseorang. Kalau dilihat dari gerak-geriknya. Ia teringat kembali soal suster semalam yang katanya membantu Ibu Ani.

“Ibuu.” Ina menarik kursi lebih dekat. “Ibu lihat wajah dari suster yang semalam tidak?” tanya Ina mencoba cari tahu.

Dahi Ibu Ani mengernyit ia mencoba sedikit mengingat hingga akhirnya memberi jawaban dengan menggeleng. Walau dengan begitu Ina yakin bahwa suster yang semalam datang ke kamar Ibu Ani bukanlah suster yang berjaga semalam di rumah sakit. Bisa jadi suster itu ….

“Memangnya kenapa Ina?”

“Eh tidak ada, Bu. Ini cairan infusnya sudah hampir habis saya tinggal sebentar mau ambil yang baru.”

“Ina sebentar,” panggil Bu Ani menahan.

Ina berbalik badan saat baru beberapa langkah hendak menghampiri pintu. “Iyaa?”

“Begini, saya mau tanya apa cairan infus yang kalau habis ganti baru itu dikenakan biaya?”

“Ada, Bu. Kalau begitu saya pergi dulu.”

Ibu Ani penasaran pasalnya ia sama sekali tidak mengetahui perihal apa saja yang dibayar terlebih dengan cairan infus itu juga. Baik Riyan maupun Ina sama sekali tidak pernah membicarakan soal itu denganya.

Bukan sengaja hanya saja Riyan yang meminta agar hal yang berkaitan dengan semua biaya rumah sakit Ibunya tidak diberitahukan langsung pada yang bersangkutan. Ibu Ani hanya tahu kalau pasti ada pembiayaan, tapi berapa besar nominal yang dibayar tidak pernah ia ketahui.

***

“Dia sepertinya lagi tidur,” ujar Riyan pelan di ambang pintu.

Ia melihat Elina yang tengah tertidur di sana. Wajah polos yang menenangkan. Riyan melangkah masuk berusaha untuk tidak berisik, ia takut kalau mengganggu istirahat Elina. Diletakkan roti tadi di atas lemari perlahan karena bungkusannya dari plastik takut kalau menimbulkan bunyi.

“Elina manis banget.” Riyan terkagum sendiri melihatnya.

Menjenguk orang sakit apalagi hanya duduk menemani tanpa ada teman obrolan sungguh membuat jenuh. Sebelum Riyan bertemu dengan Elina saat ia menjenguk ibunya dengan keadaan sedang beristirahat sama seperti Elina, kebosanan langsung melandanya. Tapi, saat Elina yang tidur seperti ini Riyan yang menemani justru tidak merasa bosan sama sekali. Ia bahkan sedari tadi sibuk memperhatikan seluk beluk wajah gadis itu.

Sesaat Riyan hendak meraih tangan mungil Elina, Suster tiba-tiba masuk membawa sesuatu. Karena kaget dengan cepat Riyan langsung menarik kembali tangannya. Diperhatikan Suster itu hanya diam sibuk memeriksa Elina. Riyan tidak begtu mengerti apa yang sedang diperiksa oleh Suster itu. Yang Riyan tahu Suster itu sedang memeriksa. Selesai urusannya di sana sebelum keluar dari ruangan Elina, Suster tadi memberikan sesuatu pada Riyan.

“Semalam Elina meminta saya untuk membelikan ini untukmu. Tolong diterima,” kata Suster itu.

Riyan langsung melihat Elina yang masih tertidur kemudian beralih melihat Suster tadi. Ragu-ragu saat dirinya hendak menerima sebuah bingkisan yang katanya dari Elina. Riyan hanya tidak menyangka saja. Setelah Riyan menerimanya, Suster tadi langsung pergi begitu saja padahal Riyan hendak bertanya sesuatu. Sekilas Riyan merasa ada yang aneh dengan Suster itu.

Riyan memperhatikan bingkisan di tangannya lekat-lekat. Heran sendiri bisa pas seperti ini. Ia berniat memberikan sesuatu untuk Elina, tapi siapa sangka Elina punya pemikiran yang sama. Mungkinkan Elina ini jodoh yang sedang Tuhan titipkan padanya?

***

Salah satu petugas kebersihan di rumah sakit yang baru saja selesai membersihkan toilet hendak mengembalikan peralatan kebersihan di tempatnya. Ia kebingungan dengan pintu di ruangan peralatan kebersihan yang mendadak tidak bisa dibuka. Awalnya pintu itu ia buka dengan lebar dan kalaupun ada angin yang membuat pintu itu tertutup tidak mungkin sampai rapat sedemikian.

Suasana di sekitar aura petugas kebersihan mendadak berubah. Tangannya beralih memegang tengkuk—leher belakang, firasatnya mengatakan ia tidak sendirian di ruangan itu. Ada seseorang lagi yang memperhatikan, tapi tidak begitu pasti siapa. Firasat petugas kebersihan memang benar, tapi ia tidak tahu bahwa yang memperhatikannya adalah Elina.

Tidak lama pintu terbuka perlahan, karena sudah terbawa oleh rasa takut dan saat melihat pintu yang terbuka ia langsung keluar berlari meninggalkan ruangan tersebut. Elina tertawa di dalam ruangan itu rasanya sudah lama sekali ia tidak seperti ini. Tawa yang terdengar mengerikan, membuat siapa saja ingin segera mengenyahkan diri dari sana. Bulu kuduk pun akan kian berdiri karena merinding.

***

"Elinaa," ujar Riyan langsung begitu semangatnya melihat Elina membuka mata. 

seperti biasa senyuman selalu Elina ukir di wajahnya. Ia bisa apa untuk menyapa balik Riyan kalau bukan dengan tersenyum. Begitu pahitnya menyukai seseorang yang beda dimensi seperti ini. Kalau waktu bisa diputar kembali, Elina ingin saat itu dipertemukan dengan Riyan lebih dulu ketimbang dengan mantan pacarnya. Mungkin saja, mungkin ia bisa setidaknya mengobrol dengan Riyan. Bisa menyapa Riyan dengan lebih baik lagi ketimbang hanya terus tersenyum seperti ini. Sungguh.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Gadis Rumah Sakit   Elina Yang Tidak Terlihat

    Riyan mengetuk pintu sekali kemudian memutar knop lebih dulu masuk diikuti teman-temannya di belakang. Suasana yang tenang, ibunya juga tengah tidur. Pandangan Ridho menyisir habis ruangan tempat ibunya Riyan dirawat. Ia mendudukkan diri di satu-satunya sofa yang ada di sana. Sementara, Iwan berdiri di samping diri Ibu Riyan sekilas memperhatikan selang infus di depannya. Saat hendak membangunkan ibunya tiba-tiba Ridho memanggil. "Yan, nanti aja, deh. Kasian Ibu lu lagi istirahat," ucap Ridho. "Ah, gak apa." Riyan mengguncang pelan ibunya, dengan sopan. Ibu Ani yang memang belum sepenuhnya tidur lantas bangun melihat ke samping kiri ada anaknya. Samping kanan ada anak laki-laki juga serta menyadari yang sedang duduk di sofa. Hanya saja ia tidak tahu siapa mereka. "Riyan, udah balik?" tanya ibunya. "Iya, Bu. Riyan gak ganggu tidur Ibu, kan?" Bu Ani menggeleng dengan senyum diikuti Riyan yang juga tersenyum. "Oh, iya hampir lupa. Ini yang Riyan bilang tadi. Kenalin teman-teman Ri

  • Gadis Rumah Sakit   Menjemput Teman di Bandara

    Frustasi, Ina memijat pelipisnya perlahan. Berapa kali pemilik kos bertanya alasan dirinya hendak pindah dan sudah berapa kali juga, Ina enggan untuk menjawab. Yang ia ingin hanya pindah dari kost-an itu."Apakah air di kost tidak bersih, Ina?" Ibu kost mengganti pertanyaan lagi.Satu alasan yang membuat ibu kost tidak memperbolehkan Ina pergi karena rajinnya Ina dalam membayar kost. Tepat waktu dan sangat jarang menunda."Maaf, Bu. Saya terpaksa harus pindah karena tidak betah lagi di sini," jelas Ina pada akhirnya. Walau begitu si Ibu kost masih menunggu alasan lebih jelasnya."Kalau ada yang perlu diganti atau apa bilang saja sama saya. Lagian mau pindah kemana? Di sini udah paling murah, loh." Sama seperti Ina, Ibu kost juga masih bersikeras.Helaan napas mulai keluar dari Ina. Ia memandangi Ibu kost dengan tenang, berniat untuk memberitahu alasan sebenarnya ingin pindah."Saya nemu belatung di kamar, Bu dan saya ketakutan. S

  • Gadis Rumah Sakit   Riyan, Elina Rindu

    Pukul 03:00 pagi Riyan terbangun. Entah sudah ke berapa kalinya ia terbangun. Awalnya sehabis beberapa jam dari waktu isya dan keadaan yang lumayan enak untuk kembali tidur.Namun, seperti ada yang mengganggu agar tidurnya Riyan tidak tenang. Itu sebabnya ia tidur uring-uringan dan beberapa kali kebangun akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan tidur lagi. Toh, sekalian menunggu waktu subuh.Sembari mengumpulkan nyawa, Riyan mengecek ulang jam di ponselnya. Ia juga ingat sekitar jam 10:00 nanti harus ke bandara menjemput dua orang temannya. Riyan bangkit dari kursi dan bergegas untuk melaksanakan ibadah subuhnya.Ia memakai mushola yang ada di rumah sakit seperti saat isya tadi. Sedikit beruntung karena tidak perlu pergi jauh ke masjid yang sebelumnya.Selesai dengan ibadah subuhnya saat sedang merapikan bagian bawah celana, Riyan tidak sengaja mendengar obrolan dua orang bapak-bapak yang tidak jauh dari keberadaannya."I

  • Gadis Rumah Sakit   Riyan, Itu Hantu!

    Beberapa belain terus diberikan pada kedua pipi Bu Ani. Hingga beberapa kali istirahatnya terganggu, di sisi kanannya ada sosok gadis dengan luka leher yang parah tengah memperhatikannya. Sosok itu juga yang sedari tadi mengganggu istirahat Bu Ani."Astagfirullah!" seru Ina beristigfar saat hendak masuk ke ruangan Bu Ani. Belum sempat masuk, langkahnya terhenti di depan pintu.Berhasil Ina melihatnya dan secepat itu juga sosok tadi menghilang. Ina tidak begitu jelas melihat sosok tersebut, tapi yang pasti dan jelasnya ia melihat ada tangan yang mengambang, membelai pipi pasiennya.Ina berjalan mendekati Bu Ani, ditatapnya lekat-lekat wajah wanita sudah berumur itu. Ia mengambil tisu dari kantongnya dan mengelap dengan hati-hati pipi Bu Ani. Pipi yang bekas dibelai tadi.Ina menoleh dan mendapati Riyan yang tengah tertidur di kursi sana. Memandang dari kejauhan saja membuat Ina senang sendiri, senang melihat wajah tenang tidur Riyan.

  • Gadis Rumah Sakit   Sore Hari Dengan Gorengan

    Sekitar jam 15:00 sore, Riyan tiba-tiba ingin makan gorengan. Sebelum pergi mencari gorengan, Riyan mengecup singkat pipi ibunya sekalian memperbaiki letak selimutnya.Riyan menutup pintu ruangan dengan rapat, lalu bergegas ke parkiran. Di luar gedung rumah sakit angin sepoi-sepoi terasa menyejukkan menerpa wajahnya. Ia menaikkan standar lalu menyalakan mesin motor dan pergi berkeliling.Sepanjang perjalanan banyak pedagang kaki lima yang ia jumpai. Tapi, yang menjual gorengan belum juga didapat sampai akhirnya pandangannya menangkap gerobak berwarna merah terang di sana.Riyan sampai lalu memarkirkan motornya sejenak. Ia menghampiri gerobak tersebut. Penjualnya adalah seorang bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah berumur. Tapi, semangat berjualannya masih terlihat jelas di raut wajah mereka."Permisi," ucap Riyan sopan.Belum ada pembeli yang terlihat terkecuali Riyan seorang. Mungkin gorengannya baru buka.

  • Gadis Rumah Sakit   Rasa Senang Suster Ina

    Memasuki jam kerja, Ina membawa catatan wajibnya yang sudah disiapkan tadi ke ruangan bu Ani. Seperti biasa tugasnya sebagai suster mengecek keadaan pasien.Kalau dibilang bosan sudah pasti iya. Mengecek, mencatat, mengecek, mencatat keadaan pasien hanya itu terus yang dirinya lakukan selama menjadi suster. Biarpun begitu tugasnya jadi lebih berwarna saat pasien ibu-ibu bernama Ariani terawat di rumah sakit itu.Ditambah lagi soal Ina yang menyimpan perasaan pada anak pasien. Orang bilang kalau bekerja ada motivasi semangatnya sendiri, terkesan beda."Bu Ani, semakin hari keadaannya semakin membaik. Aku yakin dalam waktu dekat beliau akan segera sembuh," ucap Ina penuh harap seraya memperbaiki letak selimut wanita itu.Tidak lama Riyan masuk, pandangan mereka saling bertemu. Duluan dari Riyan yang menyunggingkan senyuman kemudian dibalas oleh Ina. Riyan menghampiri ranjang Ibunda, menarik kursi untuk duduk.Sementara Ina berada di

  • Gadis Rumah Sakit   Malam Yang Mengerikan

    Hendak kembali fokus pada kegiatannya, tapi pikirannya belum bisa tenang. Entah karena apa hingga Ina benar-benar merasa kalau saat ini ia tidak sedang sendiri.Begitu cepat langsung Ina menyoroti pintu kamar mandi. Beberapa detik memandangi daun pintu lalu kembali pada loyang adonannya."Pasti kamu hanya capek," batin Ina mencoba berpikir positif lagi. Ia berusaha agar menyelesaikan bolunya dengan cepat.Waktu terus berjalan. Suara detakan jam dinding terus terdengar mengisi suasana yang sepi. Ina baru saja selesai dengan bolunya. Ia mengeluarkan bolu buatannya dari dalam oven perlahan.Karena bolu yang panas terlebih lagi wadahnya untuk berhati-hati, Ina menggunakan sarung tangan khusus. Ia menutup atas bolu dengan piring kemudian dengan cepat langsung membalikkan loyang tersebut.Bolu sukses berpindah ke piring. Ina menaruh loyang bekas tadi ke pencucian piring. Ia kembali pada si bolu seraya menghirup aromanya. Aromanya saja s

  • Gadis Rumah Sakit   Sebuah Gangguan

    "Sus, biasa sampai malam ya?" tanya Riyan penasaran."Apanya, Mas?" tanya Ina balik.Antara suster dan anak dari pasien tengah mengobrol singkat sedangkan pasiennya sedang beristirahat."Itu, loh apa kalau jaga di rumah sakit.""Oh, itu. Enggak, Mas Riyan gak pernh sampai malam. Biasanya ada staff sendiri yang jaga sampai malam. Beberapa suster lain juga gitu," jelas Ina.Canggung ia menjelaskan kalau hanya berdua. Biasanya ditemani Bu Ani, tapi wanita itu sedang tidur."Seperti itu, ya.""Iya, Mas. Ini juga sudah waktunya jam pulang. Saya duluan, ya.""Iya, Sus. Hati-hati ya."Ina memperbaiki letak selimut Bu Ani sebelum akhirnya dia pamit pulang. Ina pulang membawa bayangan senyuman Riyan. Saat pamit tadi, Riyan menyunggingkan senyuman.Bagaimana, ia tidak mencintai lelaki tersebut setiap hari jika melihat perlakuan manis Riyan yang begitu.Ina bergegas pulang karena ia mau membuat sesuatu. Tentunya tidak

  • Gadis Rumah Sakit   Elina Mulai Menyadari Sesuatu

    Sayup-sayup Riyan pun mulai mengantuk juga. Ia menahan kepalanya dengan satu tangan, tapi berulang kali juga hendak jatuh. Ibunya tengah tidur dan suster Ina juga sedang tidak ada mungkin lagi mengurus urusannya. Dia, 'kan suster dan bukan hanya pasien satu saja yang diurus. Hanya saja Ina lebih sering ke kamar Bu Ani karena selain mengurus dan memantau wanita itu tidak lain adalah untuk melihat Riyan. Tapi, tadi Ina mengatakan mau mengambil air mineral. Terkadang Ina sedih kalau Riyan tidak datang berkunjung seperti hari itu. Rasa ngantuknya tidak tertahan lagi. Riyan ingin tidur sebentar, ia heran kenapa bisa sangat mengantuk di jam segini. Seingatnya semalam ia tidak begadang. Terkecuali dengan satu yang masih membuatnya kepikiran sampai sekarang. Kenapa ia bisa sampai tidur di kamar Elina. Riyan tidur di sofa. Tapi, dirinya tidak bisa tidur jika belum minum sama sekali. "Riyan mau kemana lagi, Nak?" ujar ibunya menahan. Riyan pikir ibu

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status