Rose berusaha bangun dari ranjang. Dia menggerakkan kedua tangannya agar bisa terlepas dari ikatan itu, akan tetapi justru membuat pergelangan kedua tangannya merah dan sakit. Rose mencari langkah lain. Dia menggigit tali yang mengikat kedua tangannya. Hasilnya tetap nihil.
"Ini terlalu kuat," keluh Rose. Dia meringis menahan sakit karena perih yang dirasakan pada pergelangan tangan. "Sakit ...."Sayup-sayup Rose mendengarkan suara gemercik airair. Gadis itu mencari arah datangnya suara itu. Kedua mata Rose tertuju pada sebuah pintu yang tertutup rapat. Rose berteriak agar seseorang mendengarkannya. Jeno yang sudah selesai mandi dan sedang memegang hairdryer untuk mengeringkan rambutnya. Telinganya menangkap sesuatu dan Jeno segera mematikan hairdryer nya. Pria itu bergegas keluar dari kamar mandi."Rupanya kau sudah siuman, nona?" Jeno mendekati Rose.Rose terlihat ketakutan melihat Jeno dengan rambut yang masih acak-acakan. Rose terdiam dan memundurkan tubuhnya."Si-siapa kau?" Suara yang keluar dari bibir Rose terdengar sangat bergetar. Jeno tersenyum dan makin mendekat pada sisi ranjang. Pria itu hendak berusaha menenangkan Rose yang terlihat ketakutan. "Pe-pergi dari sini. Ja-jangan dekati aku. A-apa ya-ng kau inginkan dariku hiks ...." Kedua mata Rose berkaca-kaca. Rose mulai menangis tersedu-sedu ketika mendapatkan dirinya berada di tempat yang asing. Rose mulai histeris saat Jeno hendak memegang kakinya. Kemudian Rose menarik kakinya."Kau sudah jadi milikku. Kau sudah dijual oleh ayahmu.""Hiks ... lepaskan aku," ucap Rose memandangi wajah Jeno yang tampan seperti malaikat, akan tetapi berhati iblis."Melepaskanmu? Kau sudah jadi milikku dan aku bebas melakukan apapun padamu," ujar Jeno sambil menjepit rahang Rose. Seketika Rose meringis kesakitan. Rose terus menangis sesenggukan hingga membuat telinga Jeno panas. "Diamlah. Aku bisa membunuhmu sekarang jugajuga." Jeno membuka semua ikatan pada tangan dan kaki Rose dengan kasar hingga membuat Rose meringis kesakitan."Tuan, tolong lepaskan aku. Aku ingin pulang ke rumah," rengek Rose memohon pada Jeno."Tidak bisa sayang dan aku minta maaf. Kau adalah milikku. Kau akan menjadi simpananku karena ayahmu sudah menyerahkanmu padaku." Jeno tersenyum smirk.Mendengar hal itu Rose menjadi lemas dan semakin kencang menangis. Dia tidak menyangka jika sang ayah akan bertindak nekat hanya demi sebuah harta.Melihat Rose yang semakin menangis kencang. Tiba-tiba Rose memegang lehernya. Dia merasakan tenggorokannya kering."Tu-tuan, bolehkah aku minta air sedikit. Aku haus," pinta Rose."Air ... akan aku ambilkan." Jeno melangkah keluar dan dia memutar kenop pintu. Namun, sebelum Jeno meninggalkan kamarnya. Dia mengancam Rose. "Jangan berani kabur dari sini. Jika kau kabur, aku pastikan kau akan mati."Setelah Jeno hilang dibalik pintu, Rose bergegas turun dari ranjang dan dia berlari menuju pintu. Tangan Rose memutar kenop pintu tersebut."Ke-kenapa tidak bisa dibuka? Apakah dia menguncinya?" Rose benar-benar kesal. Dia beralih menuju jendela dan sama saja jendela itu terkunci bahkan Rose tidak bisa membukanya. "Sial. Aku tidak ingin menjadi wanita simpanannya," keluh Rose.Sementara itu Jeno di dapur tengah memperhatikan air yang sedang dia tuangkan ke dalam sebuah gelas. Sesaat setelah itu Jeno tersenyum miring. Tangannya bergerak mengambil sesuatu dan segera mencampurnya ke dalam minuman tersebut.Jeno segera kembali ke kamarnya. Jeno membuka pintu kamarnya dan mendapatkan Rose masih duduk dengan menekuk kedua kakinya sambil memeluk kakinya sendiri.Rose menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap Jeno. Sedangkan Jeno semakin mendekat dan duduk di sisi ranjang."Kau haus?" Jeno menyodorkan segelas air pada Rose.Rose tampak melirik ketakutan menatap gelas tersebut, lalu dia menatap wajah pria tampan itu. Rose memang sangat haus, tapi dia tidak berani mengambil gelas itu dari tangan Jeno."Kenapa kau diam? Bukankah kau haus?" Jeno kembali melontarkan kalimat itu. "Ini minumlah."Dengan tangan bergetar Rose mengulurkan tangannya dan meraih gelas itu. "Te-terimakasih, tuan." Rose menatap gelas yang ada digenggamannya."Cepat minumlah. Mumpung masih hangat. Minuman itu bisa membuat tubuhmu hangat," tegas Jeno.Rose masih mencermati minuman itu. Tanpa pikir panjang Rose segera meneguk beberapa kali dan dia merasa sangat lega karena rasa haus yang dia rasakan telah hilang. Rose kembali meneguk minuman itu sampai habis. Jeno tersenyum menang. Dia begitu sangat puas karena rencananya berhasil dengan sempurna.Rose tidak menyadarinya jika minuman yang telah dia teguk itu telah dicampur dengan obat perangsang.Rose meletakkan gelas itu pada meja yang ada di sisi ranjang, lalu dia kembali mendekap kedua kakinya yang ditekuk. Jeno melirik dengan smirk khasnya.'Tidak lama lagi kau akan jadi milikku dan tidak satu pun orang yang boleh menyentuhmu.' Jeno berdiri dan duduk di sofa yang tidak jauh dari ranjang itu.Rose masih terlihat biasa saja. Efek dari obat itu belum bereaksi. Jeno mulai mengajak Rose berbicara untuk mencairkan suasana yang cukup hening pada saat itu. Rose pun mulai menanggapinya. Gadis itu mulai berbicara ngelantur dan Jeno mulai tanggap akan hal tersebut."Sepertinya sudah mulai bereaksi," ujar Jeno lirih. Jeno terus memperhatikan Rose.Rose terlihat merem melek. Terkadang tangannya memegang kepalanya. Rose menggelengkan kepala beberapa kali. Dia merasakan ada sesuatu yang menjalar ke seluruh tubuhnya.Tubuh Rose terasa panas. Dia mulai resah gelisah. Tubuh Rose mulai menggeliat di atas ranjang. Sepertinya obat perangsang itu mulai bekerja. Rose tidak bisa mengontrol tubuhnya karena tubuh Rose sudah dikuasai oleh nafsu birahinya yang semakin memuncak.Melihat hal itu membuat Jeno begitu senang dan bahagia karena malam itu dia bisa berbuat sesuka hatinya pada Rose. Sungguh pemandangan yang begitu sangat erotis. Rose sudah dipengaruhi oleh obat perangsang.Jeno memiringkan kepalanya dan tersenyum melihat Rose mendesah-desah serta meraba tubuhnya sendiri. Rose menggeliat ke sana dan kemari. Jeno merasa kasihan pada Rose. Jeno bangkit dan mendekat ke sisi ranjang."Kau kenapa, sayang?" Jeno mendekatkan wajahnya ke wajah Rose. Rose hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Gadis itu merasakan area bagian bawahnya sudah mulai basah.Melihat hal itu Jeno begitu puas. Jeno masih membiarkan Rose menggeliat kesana kemari. Jeno membiarkan Rose melakukan pemanasan terlebih dahulu.Jeno hendak beranjak dari sana, akan tetapi tangan kanan Jeno ditahan oleh tangan Rose. Jeno pun menoleh dan menatap Rose. Tatapan Rose menandakan sebuah arti. Rose seperti memohon sesuatu pada Jeno. Rose terus menggigit bibir bawahnya dan tanpa sadar Rose menarik tangan kanan Jeno hingga Jeno jatuh tepat di atas tubuh Rose.Kedua mata Jeno menatap dalam pada kedua bola mata Rose. Dari tatapan itu Jeno bisa menangkap apa yang diinginkan oleh Rose.Tubuh Rose menggeliat semakin kuat. Rasa panas itu semakin menjalan sampai pada titik puncak."Tu-tuan, aku mohon ...."Rintihan dan erangan Rose membuat hasrat Jeno semakin memuncak. Pria itu sepertinya sudah tidak bisa menahan diri. Sedangkan Rose terus menerus menggeliat.Melihat hal itu Jeno semakin bergairah. Namun, Jeno belum ingin melancarkan aksinya. Dia masih memperhatikan Rose sebagai bentuk pemanasan. Jeno terkenal sangat hipersex dan suka bermain dengan wanita penghibur. Tidak hanya satu wanita. Jeno mampu bermain dengan 5 wanita sekaligus dalam tiap malam.Entah itu sebuah keberuntungan atau bukan Jeno bisa mendapatkan sosok seorang gadis bernama Rose. Namun, bagi Rose hal itu adalah awal dari bencana. Jeno masih menikmati Rose yang terus meliuk-liuk di atas ranjang seperti ular yang sedang menari karena kepanasan. Tanpa basa-basi Jeno mendekap wajah Rose dan mendekatkan wajahnya sedekat mungkin dengan wajah Rose. Jeno ingin sekali menikmati bibir Rose, tapi sayangnya bibir Rose tertutup rapat. Akhirnya Jeno mengambil tindakan menggigit kecil bibir bawah Rose hingga gadis itu berteriak.
Rose terbangun dalam keadaan yang membingungkan. Rambut acak-acakkan, tubuh tanpa sehelai benang pun dan hanya tertutup oleh selimut. Rose pun merasa asing dengan tempat itu. Ruang kamar yang begitu besar dan sangat mewah.Rose mulai berusaha untuk mengingat apa yang telah terjadi, akan tetapi nihil. Yang hanya bisa Rose ingat adalah semalam kepalanya sangat pusing akibat meminum minuman yang pria itu berikan dan setelah itu Rose tidak ingat apa-apa.Rose berusaha menggerakkan tubuhnya. Namun, usahanya gagal karena seluruh tubuhnya terasa remuk dan sakit. Anehnya area sensitifnya terasa sangat perih. Rose seakan mulai mengerti, kenapa dia terbangun dengan keadaan yang seperti itu. Rose langsung menangis karena menyadari apa yang telah pria itu lakukan pada dirinya.Rose menangis begitu kencang, karena dia merasa sangat jijik dengan dirinya sendiri dan dia pun terlihat sangat bodoh."Hiks ... ibu ...." Rose menangis sambil memanggil ibunya karena dia pasti kecewa dengan Rose yang tidak
Malam itu Jeno pulang lebih awal dari biasanya. Hal itu dikarenakan pekerjaan di kantornya tidak terlalu banyak. Sepanjang perjalanan menuju rumah, Jeno terus menerus menatap keluar jendela dan tersenyum sendiri. Entah dia sedang memikirkan apa. Jeno tidak sadar jika sang sopir memperhatikannya sedari tadi."Tuan muda baik-baik saja? Kenapa tuan senyum-senyum sendiri? Sepertinya tuan muda sedang bahagia," ujar si supir yang tampak penasaran."Tidak ada apa-apa. Saya hanya sedang melamun." Jimin menyangkalnya sambil tersenyum."Jika begitu maafkan saya, jika saya mengganggu tuan muda."Jeno kembali melamun saat sang supir mulai fokus menyetir mobilnya. Jeno mulai memikirkan sesuatu. Jeno sebenarnya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat sampai di rumah.Satu jam sebelumnya."Hari ini entah mengapa aku ingin sekali segera pulang ke rumah. Sebenarnya ada apa dengan otakku ini?" Jeno memutarkan kursi putarnya beberapa kali dengan pelan. "Jujur saja seharian ini aku hanya memikirkan gadis itu
Pagi itu hujan deras mengguyur. Membasahi semua yang ditemuinya hingga membuat cuaca pagi begitu sangat dingin. Hal itu membuat dua orang yang sedang tertidur enggan untuk bangun.Jeno merapatkan pelukannya pada tubuh Rose. Gadis itu sama sekali tidak bergerak karena rasa hangat yang dia rasakan membuatnya terasa sangat nyaman. Jeno pun kembali menutup matanya.Hujan semakin deras. Dingin bercampur dengan sejuk dan Petrichor mulai tercium. Rose membuka matanya dan bergerak pelan. Dia tidak ingin membangunkan Jeno. Rose dengan pelan memindahkan tangan Jeno yang melingkar dipinggangnya."Kau hendak ke mana?" Tangan Jeno mencegah Rose hingga membuat Rose menoleh."Aku ingin ke kamar mandi," sahut Rose. Jeno pun melepaskan genggaman tangannya.Rose melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan memutar kran air. Setelah itu dia menunggu beberapa menit agar air itu menjadi hangat. Sambil menunggu air penuh, Rose melangkah ke arah jendela yang tidak jauh dari bath-up. Rose menggeser kaca itu sedi
"Ada apa?" Suara Jeno memotong kalimat Rose. Jeno langsung meraih kedua tangan Rose. "Jangan digaruk itu bisa menjadi luka dan kulit akan hitam. Sebentar aku carikan obat gatal."Jeno kembali dengan sebuah benda ditangannya. Jeno pun mengoleskan krim pada lengan Rose. Krim itu sangat dingin di kulit hingga gatal yang dirasakan oleh Rose berkurang."Te-terima kasih, tuan." "Jangan menggaruknya. Biarkan obat itu menyerap. Tidak lama lagi kulitmu itu akan kembali seperti semula," pinta Jeno. Rose pun menurutinya."Ta-tapi kenapa bisa seperti ini?" kata Rose heran."Mungkin salah satu menu makanan yang kau makan ada campuran seafood-nya," jelas Jeno. Rose menganggukkan kepalanya. "Beristitahatlah dulu. Nanti jika belum membaik aku akan membelikanmu obat," lanjut Jeno.Jeno meninggalkan Rose biar Rose bisa istirahat dengan nyaman. Jeno memberi perintah pada anak buahnya untuk menjaga Rose, karena dia akan keluar sebentar membeli sesuatu.***Sudah 3 bulan Rose tinggal di rumah Jeno. Jeno
Kehadiran Rose membawa pengaruh baik untuk Jeno. Namun tidak untuk Maryam. Rasa iri dalam diri Maryam semakin tinggi. Terlebih lagi Maryam seperti tidak ikhlas jika Jeno harus hidup serumah dengan Rose. Entah apa yang membuat Maryam begitu membenci Rose. Padahal dari segi umur pun Maryam dan Rose sudah terlihat berbeda jauh.Maryam menatap dua orang yang sedang bercanda di ruang tengah. Suara keduanya sampai terdengar di luar rumah. Beberapa pengawal Jeno tampak saling merespons."Sejak kedatangan perempuan itu. Tuan Jeno tidak lagi emosian.""Betul sekali. Tuan Jeno jadi terlihat sangat hangat walaupun beliau akan berubah tegas saat tiba di kantor," kata pengawal dengan badan tinggi besar dan penuh tato."Semoga saja akan seperti itu terus agar kita tidak setiap hari kena marah," lanjut salah seorang diantara pengawal yang sedang duduk santai sambil minum kopi.Maryam melintas di ruang tengah. Dia hendak pulang ke gubuknya. Wajah datar Maryam memperlihatkan rasa benci pada sosok gadi
BRAAK!Jeno menggebrak meja makan dengan keras sehingga membuat berantakan semua yang ada di atas meja tersebut. Apalagi Rose yang langsung muntah-muntah.Bau itu masih terasa di hidung Jeno. Sebenarnya Jeno juga merasa ingin muntah, tapi Jeno masih bisa menahannya.Jeno bergegas menuangkan air ke dalam gelas dan memberikannya pada Rose. "Minumlah ini." Jeno memberikan gelas itu pada Rose. "Pelan-pelan minumnya," lanjut Jeno.Rose meneguknya pelan, akan tetapi bau tidur belum juga hilang. "Selera makanku sudah hilang. Ini benar-benar membuat semua isi perutku keluar. Maafkan aku, tuan." Di bawah sana sangat kotor dan menjijikan. Hal itu yang membuat Rose meminta maaf pada Jeno karena telah mengeluarkan semuanya. Jeno mengusap punggung Rose, lalu dia melangkah menuju kulkas. Jeno membuka pintu kulkas dan memeriksa semua daging yang ada di dalam sana.Saat membuka pintu kulkas bau menyengat langsung menusuk hidung Jeno. Jeno mengeluarkan satu bungkus daging dan mendekatkan bungkusan it
PYAARR!Bunyi vas bunga yang baru saja jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Pecahan kaca itu berserakan ke mana-mana. Rose kecil yang melihat kejadian tersebut hanya bisa diam dan menangis. Rose melihat sendiri dengan mata kepalanya saat sang ayah memukul ibunya.Roland mendorong Clara dengan sangat kasar hingga Clara terjatuh ke lantai dan tangan kirinya terkena pecahan vas bunga tersebut. Wanita itu hanya bisa menangis. Dia tidak mampu melawan Roland, karena jika semakin Clara melawan Roland, maka Roland akan semakin liar. Roland sama sekali tidak menganggap Clara sebagai istrinya.Bagaimana bisa Roland menganggap Clara seperti itu? Sedangkan jika Roland tidak menganggap Clara sebagai istrinya, tentu saja tidak akan ada Rose dan Ryan di dunia ini. Lalu Roland menganggap Clara itu apa?Setiap hari Clara diperlakukan seperti seorang pembantu di rumahnya sendiri. Baik Rose ataupun Ryan tidak bisa membantu sang ibu karena mereka masih sangat kecil. Mereka berdua hanya pasrah meli