Share

7. Obat Perangsang

Rose berusaha bangun dari ranjang. Dia menggerakkan kedua tangannya agar bisa terlepas dari ikatan itu, akan tetapi justru membuat pergelangan kedua tangannya merah dan sakit. Rose mencari langkah lain. Dia menggigit tali yang mengikat kedua tangannya. Hasilnya tetap nihil.

"Ini terlalu kuat," keluh Rose. Dia meringis menahan sakit karena perih yang dirasakan pada pergelangan tangan. "Sakit ...."

Sayup-sayup Rose mendengarkan suara gemercik airair. Gadis itu mencari arah datangnya suara itu. Kedua mata Rose tertuju pada sebuah pintu yang tertutup rapat. Rose berteriak agar seseorang mendengarkannya. Jeno yang sudah selesai mandi dan sedang memegang hairdryer untuk mengeringkan rambutnya. Telinganya menangkap sesuatu dan Jeno segera mematikan hairdryer nya. Pria itu bergegas keluar dari kamar mandi.

"Rupanya kau sudah siuman, nona?" Jeno mendekati Rose.

Rose terlihat ketakutan melihat Jeno dengan rambut yang masih acak-acakan. Rose terdiam dan memundurkan tubuhnya.

"Si-siapa kau?" Suara yang keluar dari bibir Rose terdengar sangat bergetar. Jeno tersenyum dan makin mendekat pada sisi ranjang. Pria itu hendak berusaha menenangkan Rose yang terlihat ketakutan. "Pe-pergi dari sini. Ja-jangan dekati aku. A-apa ya-ng kau inginkan dariku hiks ...." Kedua mata Rose berkaca-kaca. Rose mulai menangis tersedu-sedu ketika mendapatkan dirinya berada di tempat yang asing. Rose mulai histeris saat Jeno hendak memegang kakinya. Kemudian Rose menarik kakinya.

"Kau sudah jadi milikku. Kau sudah dijual oleh ayahmu."

"Hiks ... lepaskan aku," ucap Rose memandangi wajah Jeno yang tampan seperti malaikat, akan tetapi berhati iblis.

"Melepaskanmu? Kau sudah jadi milikku dan aku bebas melakukan apapun padamu," ujar Jeno sambil menjepit rahang Rose. Seketika Rose meringis kesakitan. Rose terus menangis sesenggukan hingga membuat telinga Jeno panas. "Diamlah. Aku bisa membunuhmu sekarang jugajuga." Jeno membuka semua ikatan pada tangan dan kaki Rose dengan kasar hingga membuat Rose meringis kesakitan.

"Tuan, tolong lepaskan aku. Aku ingin pulang ke rumah," rengek Rose memohon pada Jeno.

"Tidak bisa sayang dan aku minta maaf. Kau adalah milikku. Kau akan menjadi simpananku karena ayahmu sudah menyerahkanmu padaku." Jeno tersenyum smirk.

Mendengar hal itu Rose menjadi lemas dan semakin kencang menangis. Dia tidak menyangka jika sang ayah akan bertindak nekat hanya demi sebuah harta.

Melihat Rose yang semakin menangis kencang. Tiba-tiba Rose memegang lehernya. Dia merasakan tenggorokannya kering.

"Tu-tuan, bolehkah aku minta air sedikit. Aku haus," pinta Rose.

"Air ... akan aku ambilkan." Jeno melangkah keluar dan dia memutar kenop pintu. Namun, sebelum Jeno meninggalkan kamarnya. Dia mengancam Rose. "Jangan berani kabur dari sini. Jika kau kabur, aku pastikan kau akan mati."

Setelah Jeno hilang dibalik pintu, Rose bergegas turun dari ranjang dan dia berlari menuju pintu. Tangan Rose memutar kenop pintu tersebut.

"Ke-kenapa tidak bisa dibuka? Apakah dia menguncinya?" Rose benar-benar kesal. Dia beralih menuju jendela dan sama saja jendela itu terkunci bahkan Rose tidak bisa membukanya. "Sial. Aku tidak ingin menjadi wanita simpanannya," keluh Rose.

Sementara itu Jeno di dapur tengah memperhatikan air yang sedang dia tuangkan ke dalam sebuah gelas. Sesaat setelah itu Jeno tersenyum miring. Tangannya bergerak mengambil sesuatu dan segera mencampurnya ke dalam minuman tersebut.

Jeno segera kembali ke kamarnya. Jeno membuka pintu kamarnya dan mendapatkan Rose masih duduk dengan menekuk kedua kakinya sambil memeluk kakinya sendiri.

Rose menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap Jeno. Sedangkan Jeno semakin mendekat dan duduk di sisi ranjang.

"Kau haus?" Jeno menyodorkan segelas air pada Rose.

Rose tampak melirik ketakutan menatap gelas tersebut, lalu dia menatap wajah pria tampan itu. Rose memang sangat haus, tapi dia tidak berani mengambil gelas itu dari tangan Jeno.

"Kenapa kau diam? Bukankah kau haus?" Jeno kembali melontarkan kalimat itu. "Ini minumlah."

Dengan tangan bergetar Rose mengulurkan tangannya dan meraih gelas itu. "Te-terimakasih, tuan." Rose menatap gelas yang ada digenggamannya.

"Cepat minumlah. Mumpung masih hangat. Minuman itu bisa membuat tubuhmu hangat," tegas Jeno.

Rose masih mencermati minuman itu. Tanpa pikir panjang Rose segera meneguk beberapa kali dan dia merasa sangat lega karena rasa haus yang dia rasakan telah hilang. Rose kembali meneguk minuman itu sampai habis. Jeno tersenyum menang. Dia begitu sangat puas karena rencananya berhasil dengan sempurna.

Rose tidak menyadarinya jika minuman yang telah dia teguk itu telah dicampur dengan obat perangsang.

Rose meletakkan gelas itu pada meja yang ada di sisi ranjang, lalu dia kembali mendekap kedua kakinya yang ditekuk. Jeno melirik dengan smirk khasnya.

'Tidak lama lagi kau akan jadi milikku dan tidak satu pun orang yang boleh menyentuhmu.' Jeno berdiri dan duduk di sofa yang tidak jauh dari ranjang itu.

Rose masih terlihat biasa saja. Efek dari obat itu belum bereaksi. Jeno mulai mengajak Rose berbicara untuk mencairkan suasana yang cukup hening pada saat itu. Rose pun mulai menanggapinya. Gadis itu mulai berbicara ngelantur dan Jeno mulai tanggap akan hal tersebut.

"Sepertinya sudah mulai bereaksi," ujar Jeno lirih. Jeno terus memperhatikan Rose.

Rose terlihat merem melek. Terkadang tangannya memegang kepalanya. Rose menggelengkan kepala beberapa kali. Dia merasakan ada sesuatu yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Tubuh Rose terasa panas. Dia mulai resah gelisah. Tubuh Rose mulai menggeliat di atas ranjang. Sepertinya obat perangsang itu mulai bekerja. Rose tidak bisa mengontrol tubuhnya karena tubuh Rose sudah dikuasai oleh nafsu birahinya yang semakin memuncak.

Melihat hal itu membuat Jeno begitu senang dan bahagia karena malam itu dia bisa berbuat sesuka hatinya pada Rose. Sungguh pemandangan yang begitu sangat erotis. Rose sudah dipengaruhi oleh obat perangsang.

Jeno memiringkan kepalanya dan tersenyum melihat Rose mendesah-desah serta meraba tubuhnya sendiri. Rose menggeliat ke sana dan kemari. Jeno merasa kasihan pada Rose. Jeno bangkit dan mendekat ke sisi ranjang.

"Kau kenapa, sayang?" Jeno mendekatkan wajahnya ke wajah Rose. Rose hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Gadis itu merasakan area bagian bawahnya sudah mulai basah.

Melihat hal itu Jeno begitu puas. Jeno masih membiarkan Rose menggeliat kesana kemari. Jeno membiarkan Rose melakukan pemanasan terlebih dahulu.

Jeno hendak beranjak dari sana, akan tetapi tangan kanan Jeno ditahan oleh tangan Rose. Jeno pun menoleh dan menatap Rose. Tatapan Rose menandakan sebuah arti. Rose seperti memohon sesuatu pada Jeno. Rose terus menggigit bibir bawahnya dan tanpa sadar Rose menarik tangan kanan Jeno hingga Jeno jatuh tepat di atas tubuh Rose.

Kedua mata Jeno menatap dalam pada kedua bola mata Rose. Dari tatapan itu Jeno bisa menangkap apa yang diinginkan oleh Rose.

Tubuh Rose menggeliat semakin kuat. Rasa panas itu semakin menjalan sampai pada titik puncak.

"Tu-tuan, aku mohon ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status