Share

Bertemu Mantan

Daffin menatap tajam pada perempuan yang pernah singgah di hidupnya. Dia adalah mantan kekasihnya, ketika Daffin berangkat ke Amerika, mereka sudah membuat janji agar setia.

Menjaga hati mereka masing-masing. Silvia, nama mantan kekasih Daffin, cinta yang Daffin jaga ternyata hancur dalam sekejap karena setelah dua tahun di Amerika, Silvia ternyata sudah menikah dengan seseorang yang sampai saat ini ia belum tahu.

Daffin pernah bertanya kepada Silvia, kenapa ia begitu tega menghinati cinta mereka, apa salahnya? Silvia menjawab kala itu, bahwa ia tak kuat dengan hubungan jarak jauh. Ia butuh kasih sayang yang nyata, kekasih yang selalu ada di sampingnya.

Sejak saat itu, Daffin tidak mau mengenal cinta lagi. Walaupun wajahnya tampan dan banyak perempuan Amerika yang mendekati dirinya, tak satupun Daffin tertarik. Bahkan ada yang ingin menyerahkan tubuh mereka tapi Daffin langsung marah dan mengusirnya.

“Lepaskan tanganmu!” hentak Daffin.

Silvia masih dengan erat memegang tangan Daffin, dan tampaknya dia tidak ingin melepaskannya. Sorot matanya mencerminkan permintaan maaf yang begitu dalam, sebuah permintaan maaf yang tak diungkapkan dengan kata-kata, melainkan dengan tatapan dan sentuhan.

Selama ini, Silvia adalah orang yang memutuskan hubungan dengan Daffin, dan dia merasa bertanggung jawab atas keputusannya.

Waktu yang telah berlalu telah mengubah banyak hal.

Daffin, saat ini, telah tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang lebih kuat dan lebih mandiri. Baginya, Silvia adalah bagian dari masa lalunya yang perlu ditinggalkan dan dilupakan.

Dalam hatinya, dia menyadari bahwa mengingat masa lalu hanya akan mempersulit proses menuju ke depan yang lebih baik. Meskipun Silvia mencoba memperbaiki kesalahan masa lalunya, Daffin merasa lebih baik untuk melanjutkan hidup tanpa membawa beban masa lalu.

“Aku tidak mau melepaskanmu, akhirnya kamu pulang Fin, aku sangat rindu kepadamu.” Silvia langsung memeluk Daffin sangat erat, tapi Daffin langsung mendorong tubuh Silvia dengan keras. Sampai Silvia jatuh terjungkal.

Di mata Daffin, Silvia terlihat seperti perempuan yang tak pernah tahu arti rasa malu. Ia masih teringat betul saat dua tahun lalu, ketika Silvia dengan begitu mudahnya meninggalkannya tanpa rasa cinta, seakan melemparkannya begitu saja. Kini, tiba-tiba Silvia muncul lagi dengan kata-kata rindu yang terlontar begitu saja dari bibirnya.

Daffin hanya bisa tersenyum miring, seakan-akan dia merasa sedikit mengolok-olok ucapan Silvia yang tak konsisten itu. Dia tahu bahwa masa lalu tidak bisa diubah, tapi saat ini dia merasa lebih kuat dan tidak lagi mencintai Silvia seperti dulu.

“Bagiku kamu itu sampah, sebuah sampah harus dibuang. Kalau disimpan yah bau, hidupku kini sudah bahagia tanpamu, jadi jangan ganggu aku lagi. Hiduplah bersama suamimu dengan bahagia,” ucap Daffin.

Daffin baru saja melangkahkan kakinya untuk menjauh dari Silvia, hatinya yakin dengan keputusan untuk meninggalkan masa lalu yang berat ia tinggalin awalnya tapi sekarang ia sudah baik-baik saja.

Namun, langkahnya terhenti secara mendadak, dan matanya melebar penuh kejutan dan sedikit syok. Di hadapannya, sosok yang selama ini berusaha ia hindari sedang melangkah menuju arahnya. Itu adalah Diki, kakak tirinya.

Tangannya mengepal, perasaan dendam yang telah ia tahan selama belasan tahun. Daffin tak akan melupakan apa yang Diki dan ayahnya lakukan kepada ibunya. Sang ibu di buat gila kemudian ia dimasukkan di dalam rumah sakit jiwa sampai hembusan nafasnya berakhir.

Diki, berjalan dengan santai kearah Daffin. Seakan tak ada masalah dari masa lalunya. Takdir memang rahasia dipertemukan di tempat tak terduga.

Kenapa berengs*k itu kemari? batin Daffin.

“Wow... wow... adik gue ternyata ada di sini? Gue sudah mencari lu sampai empat tahun lamanya, ternyata ada di desa kecil ini. Apa kabar anak pelakor? Gue kira, lu sudah mati seperti ibu lu yang murahan itu,” ucap Diki.

Amarah Daffin sudah memuncak hingga ke ubun-ubunnya saat mendengar hinaan yang dilontarkan oleh kakak tirinya. Ia tidak bisa mentolerir seseorang yang berani merendahkan atau mencemarkan nama mendiang ibunya. Bagi Daffin, ibunya adalah sosok yang selalu mengisi hatinya dengan kelembutan dan kasih sayang, dan tidak ada perempuan lain yang pernah ia temui yang bisa menyamai kelembutan dan kehangatan mendiang ibunya.

Dengan penuh emosi kemarahan Daffin mengepalkan tangannya dengan keras, dan tanpa ragu, ia melayangkan pukulan langsung ke arah wajah Diki. Tinju itu dengan cepat dan tepat, mengenai wajah Diki dengan kekuatan tenaga yang full. Kaki Diki bergeser mundur ke belakang karena pukulan Daffin yang begitu kuat.

Sambil merasakan denyutan panas di tinjunya, Daffin merasakan hatinya dipenuhi dengan emosi yang bercampur amarah. Membela nama baik sang ibu bagi Daffin adalah kewajiban dia sebagai seorang anak. Tak ada anak yang akan tinggal diam ketika sang ibu di hina kecuali anak itu kasih sayangnya sudah hilang.

Wajar jika Diki mendapatkan pukulan keras dari Daffin. Diki dengan perlahan mengusap darah yang menetes dari bibirnya yang pecah akibat pukulan. Walaupun terasa sakit tapi senyum licik tetap terukir di wajahnya. Dengan bangga dan sinis, ia bahkan mengapplaus keberanian Daffin yang telah berani memukulnya.

Diki bertepuk tangan karena Daffin sudah berani memukulnya. Ia sangat meremehkan Daffin selama ini. Anak yang sangat bodoh dan tidak berguna, itu yang menjadi julukan Diki untuk Daffin.

Nyatanya Daffin sudah mempersiapkan sesuatu ketika ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Sebuah rencana yang bisa menghancurkan Diki.

Dengan bibir yang berdarah dan senyum yang mencibir, Diki merapihkan rambutnya yang berantakkan. Tatapan dan senyum liciknya terus saja ia perlihatkan. Daffin sangat jengah melihat hal tersebut, siap mengepalkan kembali tangannya. Rasanya ia ingin memukul wajah licik itu secara membabi buta.

“Nggak ada yang mencintai lu lagi. Ibu lu pelakor telah mati dan... “

Diki berjalan melewati tubuh Daffin, melangkah dengan santai dan tersenyum menuju Silvia, dan tanpa ragu malu ia memeluk pinggang ramping Silvia dari belakang. Daffin menatap mereka berdua mengangkat alisnya keatas. Terkejut dengan kenyataan yang ada di depan matanya.

“Dan Wanita yang lu cintai, kini menjadi istri gue. Lu kaget 'kan, gue bisa miliki kekasih tercinta Lu.” Diki sangat mengolok-olok diri Daffin.

Diki memeluk Silvia dengan penuh cinta. Seperti mengatakan kemenangan sudah merebut Silvia dari sisi Daffin. Ia sengaja meletakkan dagunya di pundak Silvia tersenyum miring menatap Daffin.

Hati Daffin hancur, mengetahui kenyataan yang pahit. Silvia menikah dengan kakak tirinya. Segenap cinta diberikan oleh Daffin untuk Silvia kala itu, tapi ia malah meninggalkan Daffin dengan alasan yang tidak masuk akal.

“Pasangan yang serasi, sampah dengan sampah,” ucap Daffin.

Dengan langkah yang terburu-buru, ia bergegas keluar dari pintu apotek tersebut. Ia yakin bahwa Diki, kakak tirinya akan mengikutinya dengan niat jahat untuk menghancurkan kehidupannya.

Authoress

Apakah Daffin bisa melarikan diri dari Diki? Rasanya Bagaimana menjadi Daffin, ternyata Silvia nikah dengan Diki, kakak tirinya?

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status