Share

Istana Jahannam

Tasya membuka matanya, dia memekik menahan sakit karena jambakan Ferdhi.

Seperti tidak mempunyai hati nurani, Ferdhi menarik Tasya hingga tersungkur di lantai.

Tasya merintih kecil menahan sakit di lututnya karena terbentur lantai, dan meningggalkan jejak memar di sana.

"Sakit?" tanya Ferdhi dingin.

Tasya mengganguk pelan, sambil menahan air matanya agar tidak menetes.

"Itu belum seberapa. Kau akan merasakan sakit yang lebih dari itu, jika berani membantahku! Kau ingat isi perjanjian yang sudah kau tandatangani?"

Tasya menggangguk. "Aku tahu, Tuan!"

"Bagus! Pastikan kau melayani semua kebutuhanku dengan baik, dan jangan ada kesalahan, atau kau akan kubuat lebih menderita!" seru Ferdhi lalu melangkah ke arah balkon.

Baru beberapa langkah berjalan, Ferdhi kembali menghentikan langkahnya.

"Bawakan wine ke kolamku!" perintahnya.

"Baik, Tuan."

Tasya berjalan ke mini bar, dia mengambil wine dari dalam lemari kaca, lalu pergi menyusul Ferdhi ke arah Balkon.

Pria itu kini tengah bertelanjang dada, memperlihatkan otot dadanya yang kekar, dia sedang berendam santai di dalam kolam jacuzzi. Mata Ferdhi terpejam menikmati pijatan-pijatan lembut yang dihasilkan air hangat di kolam jacuzzinya.

"Ini minumannya, Tuan!" ujar Tasya.

"Taruh saja di situ," perintah Ferdhi.

Tasya meletakkan wine yang dibawanya di samping kolam.

"Tuangkan winenya untukku!"

Tasya mengganguk, dia segera menuang wine tersebut ke dalam gelas. "Sudah, Tuan."

Tasya berdiri menunggu perintah selanjutnya, dia tidak berani mengambil tindakan inisiatif untuk pergi dari sana,

Tasya takut melakukan kesalahan, yang mengakibatkan dirinya terkena siksaan.

"Mengapa masih diam di situ? Kau mau mengintipku mandi, ya?" bentak Ferdy mengagetkan Tasya.

"Ti-tidak, Tuan. Aku hanya menunggu perintah selanjutnya," jawab Tasya gugup.

'Ciih ... percaya diri sekali dia, siapa yang berselera mengintipnya mandi,' rutuk Tasya dalam hati.

"Modus! Cepat ganti sprei ranjangku dengan yang baru! Aku tidak mau tidur di ranjang yang sudah terkontaminasi kuman-kuman yang menempel di tubuhmu!" perintah Ferdhi.

Tasya mendelik mendengar hinaan Ferdhi, sekotor itukah dirinya?

"Spreinya ada di mana, Tuan?" tanya Tasya pelan, sebenarnya dia sudah benar-benar geram, ingin rasanya Tasya memaketkan pria arogan ini, lalu membuangnya ke tengah lautan, agar menjadi santapan hiu.

"Tentu saja di lemari, masa di toko obat, dasar gadis bodoh!" jawab Ferdhi sekalian menghina.

"Baik, Tuan." Tasya mohon diri kembali ke kamar.

'Pria ini, apa dia tidak bisa menjawab saja, tanpa harus menghina orang. Apa mungkin lidahnya akan terkena stroke, jika tidak menghina orang?'

Tasya menggerutu dalam hati sembari melangkah kembali ke kamar. Tasya membuka lemari, dia mengambil sprei baru, untuk mengantikan sprei ranjang yang sempat dia tiduri tadi.

Baru saja selesai mengganti sprei ranjang, Tasya kembali mendengar teriakan Ferdhi.

"Bawakan aku handuk!"

Tasya membuang napas kesal, baru beberapa jam tinggal di mansion ini, di sudah dibuat mondar-mandir seperti setrikaan, Ferdhi terus memerintahkan ini dan itu, belum lagi perlakuan kasar yang akan diterimanya jika melakukan kesalahan.

Dengan langkah cepat Tasya mengambil handuk, lalu mengantarkannya kepada Ferdhi.

"Ini, Tuan!" Tasya menyerahkan handuk tersebut.

Ferdhi meraih handuk pemberian Tasya, lalu memililitkan handuk tersebut di tubuh kekarnya, tubuh yang menggoda iman setiap kaum hawa yang melihatnya.

"Siapkan piama tidurku!"

Ferdhi lagi-lagi memberi perintah, yang membaut Tasya berlari kecil menuju kamar. Dia membuka lemari dan mengambil baju tidur untuk Ferdhi, lalu meletakkannya di atas tempat tidur.

Tasya membalikkan badan saat Ferdhi mengenakan pakaian, pria itu dengan tidak tahu malu memamerkan tubuh polosnya di depan Tasya..

Setelah mengenakan pakaian, Ferdhi naik ke atas ranjang, dia merebahkan diri di atas ranjang yang sangat empuk itu, lalu mulai memajamkan matanya. Tanpa mempedulikan Tasya, yang masih berdiri di samping ranjangnya.

Tasya tidak habis pikir, pria ini enak-enakan tidur begitu saja, sementara dirinya dibiarkan berdiri di samping ranjang.

Tasya bingung harus tidur di mana. Monster arogan ini tidak akan membiarkan Tasya tidur di ranjangnya. Lagi pula Tasya tidak akan sudi tidur seranjang dengan Ferdhi, andaikan pria itu mengizinkannya.

Setelah merasa Ferdhi sudah terlelap, Tasya mulai melangkah pelan, dia ingin menuju sofa dan mengistirahatkan tubuh lelahnya di sana. Baru beberapa langkah menjauh, suara berat Ferdhi kembali terdengar, membuat Tasya menghentikan langkahnya.

"Kau mau ke mana?"

Tasya membuang napas jengkel. "Aku mau tidur di sofa, Tuan!"

"Siapa yang mengizinkanmu tidur di sana? Sudah kubilang jangan membuat barang-barang mahalku terkontaminasi kuman-kuman dari tubuhmu!" seru Ferdhi dengan lantang.

Tasya membalikkan badannya, raut wajahnya tampak begitu frustasi. "Jadi aku harus tidur di mana, Tuan?"

"Ambil karpet yang ada di sana, dan tidur di lantai!" seru Ferdhi menjunjuk sebuah karpet yang ada di sudut ruangan.

Tasya menurut, dia ikhlas menerima nasib malangnya, tidak apa-apa harus tidur di lantai. Toh, selama ini Tasya sudah biasa hidup susah.

Tapi ini bukan masalah tidur di lantai, ini tentang di mana perasaan Ferdhi sebagai laki-laki. Ada begitu banyak kamar kosong di mansion ini, tapi sudahlah, jangankan berharap bisa tidur di atas ranjang empuk di salah satu kamar yang ada di sini, Ferdhi bahkan tidak mengizinkannya tidur di sofa.

Tasya mengambil karpet, lalu membentangnya. Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di sana, tubuh kecil itu terlalu lelah hari ini.

Biasanya Tasya langsung istirahat sepulang kerja, tapi hari ini Ferdhi memotong waktu istirahat itu dengan membawanya ke sini, lalu memerintahkannya melakukan ini dan itu, sungguh melelahkan!

Tak butuh waktu lama Tasya pun terlelap, gadis malang itu meringkuk di atas lantai yang hanya beralas karpet.

Kejam, itulah kata-kata pantas disematkan kepada Ferdhi, pria itu sama sekali tidak memiliki Rasa iba, dia membiarkan Tasya meringkuk kedinginan tanpa memberi bantal, apalagi selimut.

***

Pagi harinya.

Ferdhi sedang memandangi penampilannya di depan cermin, tubuh gagah itu kini berbalut stelan yang sangat elegan, mulai dari dari jas hingga turun ke sepatu yang merupakan bagian paling bawah, semuanya adalah merk branded.

Jika di total nilai outfit yang dikenakan Ferdhi saat ini, bisa berharga lebih dari 1-miliar.

"Bagimana? Apa persiapannya sudah selesai?" tanya Ferdhi pada Bagas.

Bagas menganggukkan kepala. "Persiapannya sudah selesai, Tuan. Sekarang tinggal menunggu penghulu, lalu acaranya sudah bisa dimulai."

"Penghulu sialan! Berani sekali dia membuatku menunggu," geram Ferdhi kesal. "Kau hubungi lagi pak tua sialan itu, jika 30-menit lagi dia belum sampai, aku sendiri yang akan mematahkan batang lehernya!"

Bagas meraih ponselnya, dia tidak mau membuat kesalahan yang akan membuat tuannya itu mengamuk.

Sebagai seorang personal asisten yang sangat kompeten, Bagas selalu memastikan semua yang ada di sekeliling bossnya berjalan dengan lancar.

"Di mana gadis sialan itu?" tanya Ferdhi, gadis yang dia maksud adalah Tasya.

"Nona, sedang berada di kamar sebelah, Tuan. Dia sedang dirias oleh MUA," jawab Bagas.

"Pergi periksa proses persiapannya, jangan sampai aku menunggu dua kali karena urusan tidak penting ini!"

Apa? Tidak penting? Pria macam apa sebenarnya yang akan dinikahi gadis baik seperti Tasya. Dia bahkan dengan enteng mengatakan prosesi pernikahan yang sangat sakral ini tidak penting!

Tapi sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Tentu saja Ferdhi menganggap ini tidak penting, karena tujuannya adalah menyiksa Tasya demi membalas dendam kepada keluarga Almira.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status